Tahun baru Islam biasanya diperingati dengan pelbagai macam kegiatan di Indonesia. Salah satu yang umum dilihat di masjid-masjid adalah penyampaian kultum oleh tokoh agama. Berikut ini beberapa contoh kultumnya sebagai referensi.
Sering kali, kultum peringatan tahun baru Islam disampaikan selepas sholat Isya pada malam tahun baru. Tahun ini, berdasar Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 dari Kementerian Agama, malam tersebut jatuh pada Kamis, 26 Juni 2025. Sebab, mulai malam tersebut, 1 Muharram 1447 H dimulai.
Kultum untuk peringatan tahun baru Islam bisa membahas seputar muhasabah diri. Dengan begitu, jemaah yang mendengar mendapat dorongan untuk melakukan introspeksi sebelum memulai tahun baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, bisa juga dengan membahas tema-tema lain, seperti kondisi terkini atau masalah keagamaan yang sedang ramai diperbincangkan. Yang terpenting, sesuai namanya, kultum harus disampaikan secara singkat, tetapi tetap mampu mengantarkan ilmu atau makna kepada jemaah.
Tidak hanya disampaikan dalam rangka pengajian, kultum juga sering dibutuhkan untuk lomba menyambut tahun baru Islam. Kamu butuh contohnya? Di bawah ini detikJogja himpunkan beberapa contoh kultum peringatan Tahun Baru Islam 1447 H sebagai referensi!
Kumpulan Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H
Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H #1
(sumber: laman resmi MA Darus Salam)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga kita dapat berkumpul pada kesempatan yang berbahagia ini untuk memperingati Tahun Baru Islam, 1 Muharram. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Para hadirin yang saya hormati,
Setiap pergantian tahun adalah momen refleksi dan evaluasi. Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah, mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Madinah. Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi juga transformasi spiritual dan sosial yang mendalam.
Pertama, hijrah mengajarkan kita tentang pentingnya pengorbanan.
Rasulullah saw. dan para sahabat meninggalkan tanah kelahiran mereka, harta benda, dan kenyamanan demi tegaknya agama Allah. Ini mengajarkan kita bahwa dalam hidup ini, kita harus siap berkorban demi mencapai tujuan yang lebih besar dan mulia.
Kedua, hijrah mengajarkan kita tentang tekad dan ketabahan.
Perjalanan hijrah bukanlah perjalanan yang mudah. Banyak rintangan dan cobaan yang dihadapi oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Namun, dengan keteguhan hati dan keyakinan kepada Allah, mereka berhasil sampai ke Madinah dan membangun peradaban Islam yang gemilang. Dari sini kita belajar untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan hidup.
Ketiga, hijrah mengajarkan kita tentang pentingnya persaudaraan dan kerja sama. Sesampainya di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan kaum Muhajirin (pendatang dari Makkah) dengan kaum Ansar (penduduk asli Madinah). Mereka saling membantu dan mendukung dalam segala aspek kehidupan. Inilah teladan bagi kita untuk selalu menjaga ukhuwah Islamiyah dan tolong-menolong dalam kebaikan.
Para hadirin yang dirahmati Allah,
Momen Tahun Baru Islam ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk melakukan muhasabah atau introspeksi. Sudah sejauh mana kita menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik dari tahun sebelumnya?
Mari kita jadikan Tahun Baru Islam ini sebagai titik awal untuk berhijrah menuju kebaikan. Hijrah dari keburukan menuju kebaikan, dari kemalasan menuju kerja keras, dari kelalaian menuju ketakwaan.
Semoga Allah Swt. senantiasa membimbing kita, memberikan kekuatan, dan keberkahan dalam setiap langkah kita. Amin ya Rabbal 'alamin. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H #2
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, keluarga beliau, para sahabat, serta orang-orang yang senantiasa istiqamah di atas sunnahnya hingga akhir zaman.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita sekarang berada di malam pergantian tahun Hijriyah, menyambut 1 Muharram 1447 H. Sebagian besar umat Islam menyambut malam ini dengan gegap gempita, berbagai perayaan, pawai obor, bahkan terkadang dengan kemeriahan yang mendekati kemubaziran. Padahal, dalam Islam, tidak ada anjuran khusus untuk merayakan malam tahun baru Hijriyah ini.
Tidak ada satu pun dalil shahih yang menjelaskan bahwa malam 1 Muharram memiliki keutamaan tersendiri, baik dalam bentuk ibadah, perayaan, atau amalan khusus. Maka, jika kita mengkhususkan malam ini dengan amalan yang tidak ada tuntunannya dari Nabi, dikhawatirkan justru jatuh kepada perbuatan bid'ah. Imam Malik rahimahullah pernah berkata:
"Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam Islam yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia telah menuduh bahwa Rasulullah mengkhianati risalah ini."
Lalu bagaimana sebaiknya kita menyikapi malam tahun baru ini?
Inilah waktu yang sangat tepat untuk bermuhasabah. Untuk menengok kembali langkah-langkah yang telah kita tempuh selama setahun ke belakang. Sudahkah kita menjadi hamba yang lebih taat? Ataukah kita justru makin jauh dari cahaya petunjuk-Nya?
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surah Al-Hasyr ayat 18:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini adalah panggilan untuk introspeksi. Evaluasi. Koreksi. Tahun berganti, umur bertambah, tapi hakikatnya jatah hidup berkurang. Apakah kita masih ingin mengisi sisa usia dengan kelalaian? Atau mulai memperbaiki arah perjalanan kita menuju akhirat?
Jangan sampai malam pergantian tahun ini hanya jadi ajang euforia. Gunakan malam ini untuk berdiam sejenak, memikirkan dosa yang belum tertobati, janji yang belum ditunaikan, kewajiban yang belum disempurnakan. Tanyakan pada hati, adakah Allah yang menjadi tujuan utama dalam hidup kita selama ini?
Hadirin sekalian,
Mari jadikan tahun baru ini sebagai momen perubahan, bukan pesta. Kita bisa memperbanyak istighfar, shalat malam, merenung di hadapan Al-Qur'an, atau berdzikir mengingat betapa banyak nikmat yang belum kita syukuri. Momen ini bukan milik hingar bingar, tapi milik jiwa-jiwa yang ingin kembali pulang ke arah yang benar.
Semoga Allah senantiasa membimbing langkah kita di tahun ini, menjadikan kita hamba yang lebih taat, hati yang lebih lembut, dan amal yang lebih berkualitas. Dan semoga di tahun baru ini, kita benar-benar menjadi insan yang baru: lebih dekat pada Allah, dan lebih jauh dari dosa.
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H #3
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita umur hingga bisa kembali memasuki bulan yang agung ini, bulan Muharram. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, yang telah membimbing umat ini dengan cahaya Islam.
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Kita telah memasuki awal tahun baru dalam kalender Islam 1 Muharram 1447 Hijriyah. Banyak orang menyambut datangnya tahun baru ini dengan acara dan perayaan. Padahal, yang seharusnya kita sambut dan renungkan adalah keistimewaan bulan Muharram itu sendiri, bukan sekadar angka tahunnya.
Perlu kita ketahui, Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an (QS. At-Taubah: 36):
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram..."
Empat bulan haram itu adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Disebut "haram" bukan berarti bulan yang diharamkan, tetapi karena bulan-bulan ini sangat dimuliakan, sehingga dosa dan pahala dilipatgandakan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menyebut Muharram sebagai "Syahrullah", yaitu bulan Allah. Dalam hadits riwayat Muslim, beliau bersabda:
"Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram."
Ini menunjukkan bahwa berpuasa di bulan ini sangat dianjurkan, terutama pada tanggal 10 Muharram, yaitu Hari Asyura. Bahkan Nabi menyebut puasa Asyura bisa menghapus dosa-dosa kecil selama satu tahun sebelumnya.
Namun tidak hanya pada tanggal 10 saja, ulama juga menganjurkan untuk menambah puasa pada tanggal 9 atau 11 Muharram agar berbeda dari kebiasaan puasa orang Yahudi yang hanya di tanggal 10.
Maka saudaraku sekalian, mari kita isi bulan ini dengan amalan yang mendekatkan diri pada Allah, seperti puasa sunnah, khususnya puasa Asyura. Perbanyak sedekah, karena pahalanya dilipatgandakan. Perbanyak istighfar dan doa, sebab bulan ini adalah gerbang awal untuk memperbaiki diri. Dan tentu saja, menjaga diri dari maksiat, karena dosa di bulan ini lebih besar akibat kemuliaannya.
Saudaraku,
Daripada malam tahun baru diisi dengan hura-hura dan perayaan yang tak jelas tuntunannya, lebih baik kita isi dengan ibadah dan niat baru untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Jadikan Muharram ini sebagai momentum hijrah hati, hijrah niat, dan hijrah amal.
Semoga Allah menerima amal kita, memudahkan langkah kita menuju kebaikan, dan menjadikan tahun ini penuh berkah, penuh ampunan, serta penuh kedekatan dengan-Nya.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H #4
(sumber: khutbah Jumat di laman NU Online)
Maasyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah, Menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur kita biqauli Alhamdulillahirabbilalamin atas anugerah berbagai kenikmatan yang tak bisa kita hitung satu persatu ini. Nikmat yang telah kita nikmati dalam kehidupan selama ini harus menjadikan kita pribadi yang pandai bersyukur dan pandai berterima kasih. Dengan sikap ini, insyaallah nikmat ini akan terus bisa kita nikmati dan lebih dari itu akan senantiasa ditambah oleh Allah. Sebagaimana firmannya:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras." (QS Ibrahim: 7)
Sebelum mengawali pemaparan materi khutbah ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah Jumat untuk senantiasa meningkatkan, menguatkan, dan mengimplementasikan ketakwaan kepada Allah swt dalam setiap detik kehidupan ini. Wasiat takwa ini menjadi kewajiban untuk disampaikan oleh khatib kepada jamaah dan menjadi salah satu rukun khutbah yang jika tidak disampaikan, maka tidak sempurnalah khutbah Jumat yang dilakukan dan berdampak pada ketidakabsahannya rangkaian ibadah shalat Jumat.
Adapun tolok ukur, apakah kita termasuk orang yang bertakwa atau tidak, adalah kemampuan kita untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan ini bukan hanya ada di lisan saja namun terukur dari kesesuaian mulut dan perbuatan. Bisa saja kita tahu sesuatu itu dilarang olah Allah. Bisa saja kita fasih mengatakan hal itu tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun jika ternyata lain di mulut lain, lain di hati, dan lain di kenyataan, maka ketakwaan kita patut diragukan.
Maasyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Alhamdulillah saat ini kita berada dalam fase peralihan masa tahun hijriah. Bulan Dzulhijjah sebagai bulan terakhir berganti dengan Muharram sebagai awal bulan tahun hijriah. Pergantian tahun ini tidak boleh dimaknai sebagai pergantian waktu seperti biasanya. Momentum ini memiliki makna dan hikmah mendalam yang jika dimaksimalkan akan membuahkan kesuksesan dan keberkahan dalam hidup. Bergantinya tahun ini harus dijadikan sebagai waktu untuk melakukan muhasabah, evaluasi, introspeksi, terhadap perjalanan hidup selama ini agar ke depan lebih baik lagi.
Jangan sampai dengan terus berjalannya waktu, kita tidak mampu mengambil ibrah, hikmah, dan pengalaman. Dengan merenungkan masa lalu, kita bisa meninggalkan hal-hal yang negatif dan mengambil sisi-sisi positif sebagai bekal menghadapi masa depan. Kita harus optimis bisa melakukan perubahan lebih baik di masa yang akan datang dengan terus melakukan ikhtiar-ikhtiar terbaik. Rasulullah saw bersabda, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
Artinya, "Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Siapa saja yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Siapa saja yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka)." (HR Al-Hakim).
Allah juga sudah mengingatkan dalam Al-Qur'an surat Al-Hasyr:
18: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Maasyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Selain melakukan muhasabah terhadap apa yang telah dilakukan pada masa lalu, kita juga harus melakukan persiapan untuk menghadapi masa depan di tahun baru. Hal ini penting karena sebuah perjalanan pasti membutuhkan bekal yang cukup agar kita bisa sampai ke tujuan dengan baik.
Dalam mengarungi kehidupan melalui ikhtiar ini, kita juga harus menyadari bahwa kita tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Kita diperintahkan untuk melakukan ikhtiar dan setelah itu kita diingatkan untuk bertawakal, berserah diri kepada Allah. Dalam surat Luqman ayat 34 disebutkan:
اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya, "Sesungguhnya Allah memiliki pengetahuan tentang hari Kiamat, menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan besok. (Begitu pula) tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."
Ayat ini menunjukkan kekuasaan Allah atas masa depan dan ketidaktahuan kita tentang apa yang akan terjadi esok. Dalam satu ayat ini Allah menunjukkan lima kekuasaannya sekaligus tentang masa depan.
Pertama, Allahlah yang tahu kapan kiamat akan terjadi. Tidak ada satu pun manusia yang tahu kapan kiamat datang. Kedua, Allahlah yang mengetahui kapan hujan akan turun untuk menghidupkan bumi ini dan memberi rezeki kepada manusia untuk bekal kehidupan di dunia. Ketiga, Allahlah yang tahu apa yang ada dalam kandungan seorang ibu. Walaupun saat ini sudah ditemukan alat-alat canggih untuk melihat kondisi bayi dalam rahim seorang ibu, seperti USG dan sebagainya, namun pada hakikatnya semua masih dalam fase prediksi.
Keempat, Allahlah yang tahu nasib kita di masa yang akan datang. Kita hanya berusaha dengan cara yang terbaik, namun Allah lah yang akan menentukan hasilnya. Kelima, Allahlah yang tahu kapan seseorang akan mati. Tidak ada manusia yang bisa merencanakan umurnya, meninggal dunia di mana, dan di mana dia akan dikuburkan. Namun kematian merupakan keniscayaan yang akan dihadapi oleh semua makhluk yang bernyawa.
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Artinya, "Setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Jika ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan sesaat pun dan tidak dapat (pula) meminta percepatan." (QS: Al-A'raf: 34)
Maasyiral Muslimin jamaah Jumat rahimakumullah,
Untuk mengakhiri khutbah Jumat muhasabah ini, mari kita renungi pesan Rasulullah saw dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Hakim:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Artinya, "Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara; masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, dan kehidupanmu sebelum kematianmu."
Contoh Kultum Tahun Baru Islam 1447 H #5
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Malam ini kita memasuki awal tahun baru Islam, 1 Muharram 1447 Hijriah. Banyak yang merayakan dengan pawai, obor, dan meriah, padahal sejatinya malam ini bisa jadi momen tenang untuk merenung. Kita coba tarik waktu ke belakang, ke masa awal-awal kalender Hijriah ditetapkan. Ternyata, sejarahnya sangat menarik dan penuh pelajaran.
Zaman dulu, di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam mulai berkembang pesat. Surat-menyurat antar wilayah semakin ramai. Tapi waktu itu, belum ada sistem penanggalan yang pasti. Surat bisa datang dengan tanggal, tapi nggak jelas bulan atau tahunnya. Akhirnya, para sahabat berkumpul dan sepakat: harus ada kalender Islam resmi.
Nah, muncullah ide untuk menentukan dari titik mana kalender Islam dimulai. Ada yang usul dari kelahiran Nabi, ada yang dari waktu beliau diangkat menjadi Nabi. Tapi akhirnya disepakati, dan ini luar biasa, kalender Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah.
Kenapa hijrah? Karena saat itulah Islam mulai berkembang sebagai peradaban. Di Madinah, umat Islam bisa hidup dengan aturan sendiri, punya kekuatan politik, sosial, bahkan militer. Dari yang tertindas jadi berdaulat. Maka, tahun pertama dalam Islam disebut tahun hijrah dan kalendernya pun kita kenal sebagai kalender Hijriah.
Menariknya lagi, nama-nama bulannya sebenarnya sudah ada sejak zaman Arab Jahiliah, seperti Muharram, Safar, Rajab, dan lainnya. Yang dilakukan para sahabat hanyalah menyusun ulang dan memberi titik tolak tahun pertama yang Islami dan penuh makna. Jadi bukan asal comot tahun, tapi penuh pertimbangan sejarah dan spiritual.
Dari sini kita belajar, awal tahun Islam bukan tentang perayaan, tapi tentang perenungan. Tentang bagaimana perjuangan Nabi dan sahabat dimulai. Maka seharusnya, malam ini bukan dipenuhi kembang api, tapi dipenuhi doa, niat hijrah, dan rencana jadi pribadi yang lebih dekat dengan Allah.
Semoga di tahun 1447 H ini kita tidak hanya tambah umur, tapi juga tambah amal, tambah iman, dan tambah semangat jadi manusia yang lebih bermanfaat. Tahun boleh baru, tapi tujuan tetap sama: ridha Allah yang kita cari.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Nah, itulah contoh kultum peringatan Tahun Baru Islam 1447 H. Semoga bermanfaat!
(sto/dil)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan