Penjelasan BPJS soal Anak 12 Tahun Meninggal Usai Ditolak Rawat Inap di RSUD

Nasional

Penjelasan BPJS soal Anak 12 Tahun Meninggal Usai Ditolak Rawat Inap di RSUD

Nafilah Sri Sagita K - detikJogja
Kamis, 19 Jun 2025 13:55 WIB
Ilustrasi ambulans.
Ilustrasi pasien rumah sakit. Foto: Istock
Jogja -

Anak berusia 12 tahun meninggal dunia diduga setelah ditolak menjalani rawat inap di RSUD. Peristiwa itu pun viral di media sosial.

Dikutip dari detikHealth, Kamis (19/6/2025), pasien meninggal itu adalah salah satu peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), anak berusia 12 tahun (AOK) yang disebut ditolak dirawat inap di RSUD Embung Fatimah pada 15 Juni 2025 karena status kepesertaan BPJS.

BPJS Kesehatan akhirnya buka suara mengenai kejadian tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam keterangannya, BPJS Kesehatan Cabang Batam, Kepulauan Riau, menegaskan peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berhak mendapatkan layanan kesehatan dalam kondisi gawat darurat, sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

"Kami menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya peserta JKN tersebut. Saat ini, kami telah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Batam untuk mendalami serta memahami secara menyeluruh kronologi dan kondisi yang terjadi," ujar Kepala BPJS Kesehatan Cabang Batam, Harry Nurdiansyah, Rabu (18/6), dikutip dari Antara.

ADVERTISEMENT

Harry menekankan bahwa dalam keadaan gawat darurat, peserta JKN dapat langsung memperoleh penanganan di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit terdekat, tanpa memandang apakah rumah sakit tersebut telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan atau belum.

"Pelayanan gawat darurat bersifat mendesak dan tidak boleh ditunda. Hak peserta untuk mendapatkan penanganan tetap terlindungi, sesuai mekanisme yang telah ditetapkan dalam program JKN," jelasnya.

Harry menjelaskan bahwa penilaian terhadap kondisi gawat darurat dilakukan oleh tenaga medis yang berwenang, bukan berdasarkan asumsi atau penilaian pribadi masyarakat. Penentuan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab dokter, sesuai dengan ketentuan medis yang berlaku.

"Penilaian kegawatdaruratan bukan berdasarkan persepsi, tetapi melalui evaluasi profesional oleh dokter sesuai standar yang telah ditetapkan," ujarnya.

Dasar hukum dalam penanganan kegawatdaruratan dalam Program JKN mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Gawat Darurat.

Dalam aturan tersebut, pasien yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) berhak mendapatkan pemeriksaan awal oleh tenaga medis profesional, dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai untuk memastikan apakah kondisi pasien tergolong gawat darurat.

Harry menambahkan bahwa BPJS Kesehatan Batam terus berkomitmen melindungi peserta JKN melalui skema layanan yang komprehensif, tetapi tetap berdasarkan ketentuan medis dan prosedur yang telah ditetapkan.

"Program JKN dirancang untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat. Namun, pelayanan tetap dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, prosedur yang baku, serta kewenangan tenaga medis," ujarnya.

Ia juga mengimbau seluruh peserta JKN untuk secara rutin memastikan status kepesertaannya aktif dan mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang berjenjang. Selain itu, ia mengajak masyarakat menerapkan pola hidup sehat sebagai langkah pencegahan penyakit.

"Penting juga bagi peserta untuk memahami hak dan kewajibannya dalam Program JKN agar dapat memanfaatkan layanan dengan optimal," tambahnya.

Lebih lanjut, dalam regulasi yang ada, kondisi gawat darurat didefinisikan sebagai situasi yang mengancam nyawa, termasuk gangguan pada jalan napas, pernapasan, sirkulasi darah, penurunan kesadaran, serta kondisi medis lainnya yang serupa.

Harry juga mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, rumah sakit memiliki kewajiban memberikan pelayanan medis dalam kondisi gawat darurat tanpa memandang status jaminan kesehatan pasien, apakah peserta JKN, pasien umum, maupun yang tidak memiliki jaminan sama sekali.

"Dalam situasi gawat darurat, pelayanan medis harus diberikan terlebih dahulu. Penilaian medis sepenuhnya menjadi kewenangan dokter, terutama Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)," tegasnya.




(rih/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads