Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X angkat bicara soal polemik penggusuran warga Tegal Lempuyangan, Bausasran, Danurejan, Kota Jogja, yang tak kunjung usai. Sultan menyebut ada kompensasi atau pesangon bagi warga yang belum dihitung oleh PT KAI.
Menurut Sultan, polemik Lempuyangan ini sebenarnya tinggal menyisakan masalah kompensasi yang belum menemui titik temu dari warga dan PT KAI. Ia mengatakan, ada kompensasi bagi warga yang belum dihitung.
"Bukannya tidak selesai ya, sepertinya kemarin itu cuma (masalah) pesangon, apa yang mereka bangun yang tinggal di situ itu perlu juga diberi ganti rugi sepertinya, kemarin kan ndak dihitung," jelas Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Senin (26/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disinggung mengenai bebungah yang akan diberikan Keraton Jogja kepada warga Lempuyangan, Sultan tidak banyak berkomentar. Namun Sultan menegaskan jika bebungah bukan bagian dari kompensasi karena kompensasi merupakan tanggung jawab PT KAI.
"(Soal bebungah) ya ndak ada hubungannya, (kompensasi) itu urusannya PT KAI itu," ungkap Sultan.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Beny Suharsono mengatakan hal senada dengan Gubernur DIY. Menurutnya hal-hal yang nantinya diharapkan menjadi kesepakatan harus ditinjau kembali agar menemui titik temu.
"Beliau kan ngendika (Sultan kan menyampaikan), hal-hal yang belum menjadi kesepakatan dilihat kembali," jelas Beny.
Di sisi lain, Beny juga menegaskan jika bebungah berbeda dengan kompensasi. Ia mengibaratkan bebungah seperti dhawuh Sultan soal menjunjung rasa empati kepada warga yang terdampak pembangunan.
"Iya (bebungah berbeda dengan kompensasi PT KAI), kan yang akan memanfaatkan kembali PT KAI, makanya Keraton mendorong supaya diperhatikan betul yang sudah menempati di situ," jelasnya.
Sebelumnya, PT KAI telah mengadakan sosialisasi mengenai kompensasi yang akan diterima warga Tegal Lempuyangan, Kamis (15/5). Ketua RW 01 Anton Hadriutomo menjelaskan KAI akan memberikan tiga kompensasi. Yakni untuk bangunan yang dibangun warga di luar bangunan inti, lalu kompensasi tambahan rumah singgah, serta kompensasi ongkos angkut.
"Iya, (kompensasi) itu isinya bangunan (di luar bangunan utama), (tambahan rumah) singgah Rp 10 juta, (ongkos angkut) bongkar Rp 2,5 juta," jelas Anton saat dihubungi detikJogja, Jumat (16/5).
"(Kompensasi rumah singgah) Pengertiannya KAI, sebelum (warga) pulang ke desa misalnya kamu sewa dulu misalnya, terserah sebesar Rp 10 juta itu mau dibuat sewa atau apa terserah, istilahnya tambahan rumah singgah itu," imbuhnya.
Untuk kompensasi bangunan di luar bangunan inti, menurut Anton, besarannya Rp 250 ribu per meter persegi untuk bangunan permanen dan Rp 200 ribu per meter persegi untuk bangunan semi permanen.
Sehingga nantinya, setiap warga akan mendapat besaran kompensasi yang berbeda-beda. Anton menegaskan tawaran dari PT KAI itu pun ditolak oleh warga.
"Kayak kita tidak dihargai, bayangkan bangunan (di luar bangunan inti) yang permanen cuma dinilai Rp 250 ribu (per meter persegi). Itu buat beli material aja nggak cukup. Kalau bangun itu sekarang kan sekitar 2-3 juta per meter persegi to," ungkapnya.
Selain kompensasi dari PT KAI, Anton mengatakan pihak Keraton Jogja juga akan memberikan bebungah senilai Rp 750 juta yang dibagi ke 14 warga yang menempati bangunan yang akan digusur.
Terkait bebungah itu, Anton mengaku warga tidak terlalu mempermasalahkan. Pasalnya, urusan utama warga yakni masalah dengan PT KAI, bukan dengan Keraton Jogja.
"Warga tidak mempermasalahkan bebungah, justru kita malah heran kenapa Keraton begitu perhatian pada kita. Yang kita masalahkan itu kompensasi KAI-nya, karena yang akan pakai KAI. Kalau Sultan kan yang punya tanah, nggak ada hubungannya langsung dengan kita," pungkasnya.
(rih/ahr)
Komentar Terbanyak
Forum Ojol Yogyakarta Buka Suara soal Ricuh Massa Driver di Godean
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa