Dalam kehidupan sehari-hari, terutama di lingkungan yang tidak sepenuhnya muslim, seorang muslim bisa saja tanpa sengaja mengonsumsi makanan yang ternyata mengandung bahan haram. Salah satu kasus yang cukup sering terjadi adalah ketika seseorang memakan produk olahan seperti bakso atau sosis yang ternyata mengandung daging babi. Situasi seperti ini menimbulkan pertanyaan penting, bagaimana jika seorang muslim tak sengaja makan makanan yang mengandung babi?
Kesalahan seperti ini umumnya terjadi karena kurangnya informasi, label yang tidak jelas, atau ketidaksengajaan saat membeli makanan di tempat umum. Meskipun tidak dilakukan dengan niat melanggar hukum Islam, banyak yang tetap merasa khawatir tentang status keagamaannya setelah kejadian tersebut.
Lantas, seperti apakah hukumnya jika seorang muslim tidak sengaja makan babi atau makanan haram lainnya? Mari kita simak ulasan lengkap yang dihimpun dari buku 50 Masalah Agama Bagi Muslim Bali tulisan Bagenda Ali serta Tafsir Al-Azhar Jilid 2 oleh Hamka berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Seorang Muslim Tak Sengaja Makan Makanan yang Mengandung Babi
Dalam ajaran Islam, mengonsumsi daging babi adalah hal yang diharamkan secara mutlak. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:
"Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah: 173)
Namun, bagaimana jika seorang muslim memakan daging babi bukan karena sengaja, misalnya karena tidak tahu bahwa makanan tersebut mengandung babi? Contohnya, ketika membeli bakso atau sosis yang ternyata mengandung daging babi oplosan, dan baru menyadarinya setelah makanan itu dimakan?
Dalam hal ini, Syaikh Abdul Aziz bin Baz memberikan penjelasan berikut:
"Tidak ada kewajiban apa-apa baginya, selama ia memakannya karena tidak tahu sedikit pun. Yang perlu ia lakukan adalah berkumur-kumur dan mencuci mulutnya dari sisa-sisa najis (daging babi) dan mencuci tangannya. Walhamdulillah. Namun jika memakannya pada waktu yang sudah berlalu lama sekali dan ia ketika itu tidak berkumur-kumur, apa yang perlu dilakukan? Jawabnya: tidak perlu melakukan apa-apa."
Dengan kata lain, jika seseorang makan daging babi tanpa mengetahui bahwa itu babi, maka ia tidak berdosa. Cukup membersihkan mulut dan tangannya, dan tidak ada kewajiban lain atas dirinya.
Hal serupa juga ditegaskan oleh Dewan Riset Ilmu dan Fatwa (Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta'):
"Tidak ada kewajiban apa-apa baginya, dan itu tidak masalah. Karena ia tidak tahu yang dimakan adalah daging babi. Yang perlu ia lakukan adalah berhati-hati dan waspada di masa depan." (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah jilid 4, No. 7290)
Prinsip ini sejalan dengan penjelasan dalam Tafsir Ibnu Katsir, di mana Ismail Al-Dimasyqi menyatakan:
"Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 5)
Ayat ini menunjukkan prinsip penting dalam Islam bahwa kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan atau ketidaksengajaan tidak dibebani dosa. Untuk memperkuat pemahaman ini, para ulama tafsir memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Ibnu Katsir oleh Ismail al-Dimasyqi:
"Bahwa dosa itu bagi orang yang sengaja berbuat kebatilan (maksiat)."
Ayat dan penjelasan tafsir ini menegaskan bahwa jika seseorang melakukan kesalahan karena tidak tahu atau tidak sengaja, maka hal itu tidak dihukumi sebagai dosa dalam pandangan Islam. Dosa hanya berlaku jika dilakukan dengan kesadaran dan niat melanggar hukum Allah.
Boleh Makan Babi Ketika Sangat Terdesak
Lebih lanjut, dalam situasi ekstrem seperti kelaparan berat hingga nyawa terancam, Islam memberikan rukhshah (keringanan hukum). Dalam penjelasan tambahan disebutkan:
"Akan tetapi barangsiapa yang terpaksa, pada waktu kelaparan bukan karena sengaja hendak berdosa."
Maksudnya, dalam kondisi darurat di mana makanan halal tidak ada dan seseorang hampir mati kelaparan, maka diperbolehkan memakan makanan haram seperti bangkai atau daging babi. Asalkan bukan karena sengaja ingin bermaksiat, tetapi benar-benar terpaksa demi menyelamatkan nyawa. Selain itu, hukum ini juga berlaku hanya untuk makan secukupnya demi terhindar dari kematian, dan segera berhenti ketika rasa lapar telah tertangani.
Penjelasan ini menegaskan bahwa aturan makanan dalam Islam memang ketat, tetapi tetap memiliki ruang belas kasih jika seseorang berada dalam keadaan darurat. Hal ini ditegaskan dalam akhir ayat 173 surat Al-Baqarah:
"Maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun, lagi Penyayang."
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, bahkan seseorang yang menolak keringanan ini dan kemudian meninggal karena kelaparan, hukumnya adalah mati bunuh diri karena tidak mengambil rukhsah yang Allah sediakan.
Bacaan Doa Setelah Makan Makanan yang Diragukan Kehalalannya
Dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat berada di lingkungan yang bukan mayoritas Muslim atau ketika berkunjung ke tempat yang belum dikenal, sering kali muncul keraguan mengenai kehalalan makanan yang disajikan. Kondisi ini bisa terjadi saat makan di warung yang belum jelas status halalnya, di rumah saudara, kerabat, teman, atau bahkan saat dalam perjalanan.
Dikutip dari NU Online, terdapat makanan yang termasuk ke dalam kategori syubhat atau kehalalannya tidak jelas. Rasulullah SAW telah memperingatkan umatnya agar berhati-hati terhadap perkara syubhat. Dalam hadits disebutkan:
مَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
"Barang siapa berada dalam perkara syubhat maka sama halnya ia berada dalam keharaman." (HR al-Bukhari dan Muslim)
Untuk menyikapi hal ini, para ulama menganjurkan membaca doa setelah makan makanan yang diragukan kehalalannya. Berikut bacaan yang diajarkan oleh Syekh Afdhaluddin al-Azhari:
اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا الطَّعَامُ حَلَالًا فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا، وَإِنْ كَانَ حَرَامًا أَوْ شُبْهَةً فَاغْفِرْ لِي وَلَهُ، وَأَرْضِ عَنِّي أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Latin:
Allahumma in kāna hādzā ath-tha'āmu ḥalālan fawassi' 'alā ṣāḥibihī wajzihī khayran, wa in kāna ḥarāman aw syubhah faghfir lī walahu, warḍa 'annī aṣḥāba at-tabi'āti yauma al-qiyāmah, bi-raḥmatika yā Arḥama ar-Rāḥimīn.
Artinya:
"Ya Allah, jika makanan yang saya makan ini halal, maka luaskanlah rezeki orang yang memberi makan dan balaslah dengan kebaikan. Dan jika makanan ini haram atau syubhat, maka ampunilah aku dan dia, serta jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku kelak di hari kiamat dengan kasih sayang-Mu, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang."
Adapun Syekh Sya'rani menyarankan membaca doa berikut:
اللَّهُمَّ احْمِنِيْ مِنَ الْأَكْلِ مِنْ هَذَا الطَّعَامِ الَّذِيْ دُعِيْتُ اِلَيْهِ، فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ، وَإِنْ جَعَلْتَهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ، فَاحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِي الَّتِيْ تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً، فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِي، فَاقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ، وَارْضَ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ، فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ، وَلَمْ تَرْضَهُمْ عَنِّيْ، فَصَبِّرْنِيْ عَلَى الْعَذَابِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Latin:
Allahumma iḥminī min al-akli min hādzā ath-tha'ām alladzī du'ītu ilayh, fa in lam taḥminī minhu fa lā tada'hu yuqīmu fī baṭnī, wa in ja'altahu yuqīmu fī baṭnī fa iḥminī min al-wuqū' fī al-ma'āṣī allatī tansya'u minhu 'ādatan, fa in lam taḥminī min al-wuqū' fī al-ma'āṣī faqbal istighfārī, warḍa 'annī aṣḥāba at-tabi'āt, fa in lam taqbal istighfārī wa lam tarḍahum 'annī fa ṣabbirnī 'alā al-'adzāb, yā Arḥama ar-Rāḥimīn.
Artinya:
"Ya Allah, jagalah aku dari memakan makanan yang aku diundang kepadanya ini. Jika Engkau tidak menjagaku darinya, maka jangan biarkan makanan ini menetap dalam perutku. Jika Engkau menetapkannya tetap dalam perutku, maka jagalah aku dari maksiat yang biasa timbul karenanya. Jika Engkau tidak menjagaku dari maksiat, maka terimalah tobatku, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi dariku. Jika Engkau tidak menerima taubatku dan tidak menjauhkan mereka dariku, maka berikanlah aku kesabaran menghadapi siksa, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang."
Doa-doa di atas juga dapat kita baca setelah memakan makanan yang diduga mengandung babi sehingga belum bisa dipastikan status halal dan haramnya. Wallahu a'lam bishyawab.
Demikian penjelasan mengenai hukum jika seorang muslim tidak sengaja mengonsumsi makanan mengandung babi. Semoga dapat memberikan pencerahan.
(par/afn)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030