Banyak dari kita yang sudah familier dengan sosok Raden Ajeng Kartini, sang tokoh emansipasi wanita Indonesia. Namun, perjuangan RA Kartini tidak bisa dilepaskan dari peran suaminya, Raden Adipati Djojodiningrat. Sayangnya, profil Raden Adipati Djojodiningrat tidak banyak dikenal.
Pasalnya, ia memang tidak lama mendampingi RA Kartini sebagai suami. Dikutip dari buku Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler tulisan Amir Hendarsah, pernikahan mereka hanya berlangsung singkat karena Kartini wafat pada usia sekitar 25 tahun, tepatnya empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, RM Soesalit, pada 17 September 1904. Kehilangan itu terjadi kurang dari dua tahun sejak mereka resmi menikah pada November 1903.
Jika detikers penasaran dengan profil Raden Adipati Djojodiningrat, sebaiknya jangan lewatkan pembahasan lengkap berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Profil Singkat Raden Adipati Djojodiningrat
KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang lebih dikenal sebagai Raden Adipati Djojodiningrat, merupakan tokoh penting dalam sejarah Kabupaten Rembang. Berdasarkan informasi yang dikutip dari laman resmi Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Rembang, beliau tercatat sebagai Bupati Rembang ke-7, menggantikan RTA Pratiknoningrat. Masa jabatannya berlangsung cukup panjang, yakni dari tahun 1889 hingga 1912.
Meski peran dan pengaruhnya dalam pemerintahan lokal cukup besar, tidak ada catatan resmi yang bisa memastikan secara tepat tanggal kelahiran Raden Adipati Djojodiningrat. Kekosongan data ini bukan hal yang aneh mengingat terbatasnya dokumentasi administratif dari masa itu, terutama untuk individu di luar lingkungan kerajaan pusat atau tokoh-tokoh yang lebih banyak tercatat lewat arsip Belanda.
Nekad Melamar Kartini Meski Sudah Punya 3 Istri
Dikutip dari buku R.A. Kartini: Biografi Singkat 1879-1904 tulisan Imron Rosyadi, Bupati Rembang, Raden Adipati Djojodiningrat dikenal sebagai sosok bangsawan Jawa yang disegani. Dalam perjalanan hidupnya, ia telah memiliki tiga istri, tetapi istri pertamanya yang bergelar Raden Ayu seorang perempuan dari kalangan ningrat telah meninggal dunia. Dua istri lainnya berasal dari kalangan non-bangsawan.
Di tengah kesibukan menjalankan tugas-tugas pemerintahan di Rembang, sang Adipati menjalin hubungan baik dengan rekan sejawatnya, Bupati Jepara, ayah dari Raden Ajeng Kartini. Hubungan yang dekat antara kedua bupati ini menjadi jalan awal dari kisah pertunangannya dengan Kartini.
Saat itu, Kartini tengah menapaki peluang penting dalam hidupnya. Ia baru saja menerima beasiswa dari pemerintah kolonial untuk melanjutkan pendidikan ke Batavia. Namun, sebelum rencana itu terwujud, utusan dari Rembang datang membawa maksud lamaran dari Raden Adipati Djojodiningrat.
Sang Adipati yang telah mengetahui kepribadian dan reputasi Kartini melalui jejaring sosial kalangan bangsawan Jawa, serta melalui kedekatannya dengan keluarga Kartini, memandang Kartini sebagai sosok yang istimewa, berpendidikan, cerdas, dan memiliki wawasan luas. Ia pun memutuskan untuk melamar Kartini secara resmi.
Meski Kartini merasa keberatan dan kemerdekaannya terenggut, lamaran tersebut diterima oleh ayah Kartini, dan keduanya pun resmi bertunangan. Hal ini disampaikan langsung oleh Kartini dalam surat-suratnya kepada Rosa Abendanon yang bertanggal 10 dan 14 Juli 1903. Mereka awalnya direncanakan menikah pada 12 November 1903, tetapi kemudian maju menjadi 8 November 1903.
Mendukung Perjuangan Kartini Membangun Sekolah Wanita
Menurut Adora Kinara dalam bukunya R.A. Kartini: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia, Raden Adipati Djojodiningrat memainkan peran penting dalam mendukung perjuangan RA Kartini untuk mendirikan sekolah bagi kaum perempuan. Ketika lamaran pernikahan diajukan kepada Kartini, salah satu syarat utama dari pihak Kartini adalah mendapat izin untuk mendirikan sekolah perempuan di Rembang, sebagaimana yang pernah ia inisiasi di Jepara. Permintaan itu disetujui oleh sang Adipati tanpa ragu, menunjukkan penghargaannya terhadap visi dan idealisme Kartini.
Sebagai pejabat tinggi di wilayah Rembang, Djojodiningrat tidak hanya memberi izin formal, tetapi juga memberikan perlindungan dan dukungan penuh terhadap aktivitas pendidikan yang dirintis Kartini. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan jantung dari perjuangan istrinya, dan ia memfasilitasi pendirian Sekolah Gadis di lingkungan pendopo kabupaten, agar lebih mudah dijangkau dan memiliki legitimasi.
Bahkan dalam kondisi Kartini yang tengah mengandung, Djojodiningrat tidak pernah membatasi gerak langkah istrinya dalam mengajar. Ia memberikan keleluasaan bagi Kartini untuk mengelola dan memimpin sekolah, sekalipun itu menantang konvensi sosial pada masa itu. Dukungan ini menunjukkan bahwa Djojodiningrat bukan hanya sekadar pasangan, tetapi juga mitra perjuangan yang secara aktif membuka jalan bagi kemajuan pendidikan perempuan di daerah yang ia pimpin.
Melalui dukungan moral, administratif, dan sosial itulah, peran Raden Adipati Djojodiningrat menjadi salah satu faktor penting yang memungkinkan Kartini merealisasikan cita-citanya di bidang pendidikan. Perannya menegaskan bahwa perubahan sosial besar tidak hanya lahir dari satu pihak, tetapi dari kerja sama dan keberanian dua orang yang saling mempercayai visi yang sama.
Itulah penjelasan lengkap mengenai profil Raden Adipati Djojodiningrat, sosok suami RA Kartini. Semoga bermanfaat!
(par/apu)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030