Kemdikti Bentuk Tim Kaji Pencabutan Status Guru Besar-PNS Edy Meiyanto

Kemdikti Bentuk Tim Kaji Pencabutan Status Guru Besar-PNS Edy Meiyanto

Novia Aisyah - detikJogja
Kamis, 10 Apr 2025 17:21 WIB
A woman who is terribly tired and depressed.
Depressed, exhausted.
Sadness, resignation, weakness, loneliness, anxiety.
Ilustrasi korban kekerasan seksual eks Guru Besar UGM Edy Meiyanto. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Kayoko Hayashi)
Jogja -

Universitas Gadjah Mada (UGM) memberhentikan Guru Besar Farmasi Edy Meiyanto usai terjerat kasus kekerasan seksual. Status guru besar dan PNS-nya kini juga terancam dicabut.

Dilansir detikEdu, Kamis (10/4/2025), Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) sedang mengkaji status guru besar dan PNS Edy Meiyanto. Saat ini, Kemdiktisaintek sedang membentuk tim pemeriksa terkait sanksi disiplin.

"Ini masih proses. Baru akan dibentuk tim pemeriksa untuk penjatuhan sanksi disiplin," kata Irjen Kemdiktisaintek Dr Catharina M Girsang kepada detikEdu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemendiktisaintek menargetkan proses pengkajian itu bakal rampung akhir April. "Hasil dari pemeriksaan ini akan dilaporkan kepada Menteri," terangnya.

Sementara itu, pihak UGM telah mengonfirmasi pencopotan gelar guru besar maupun status PNS Edy Meiyanto merupakan kewenangan Kemdiktisaintek.

ADVERTISEMENT

"Kalau itu kewenangan dari Kementerian," terang Humas UGM Gusti Grehenson, Rabu (9/4).

Sebelumnya diberitakan, Universitas Gadjah Mada (UGM) menjatuhkan sanksi kepada guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto yang terjerat kasus kekerasan seksual. Pihak kampus kemudian memecat Edy sebagai dosen.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengatakan penjatuhan sanksi itu berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.

"Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," kata Andi Sandi salam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Minggu (6/4).

Dia menjelaskan sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan. Satgas PPKS UGM melalui Komite Pemeriksa kemudian memutuskan bahwa Edy atau terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual. Selain itu, Edy juga terbukti telah melanggar kode etik dosen.

"Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023," ujarnya.

Edy sebelumnya juga telah dibebaskan dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi UGM. Pencopotan itu mengacu Keputusan Dekan Farmasi UGM tertanggal 12 Juli 2024. Keputusan itu ditetapkan jauh sebelum pemeriksaan usai dan penjatuhan sanksi dalam rangka berpihak pada korban dan memberikan ruang aman untuk seluruh sivitas akademika di fakultas.




(ams/apu)

Hide Ads