Pesan Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir di Momen Idul Fitri

Pesan Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir di Momen Idul Fitri

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Senin, 31 Mar 2025 10:31 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir saat memberikan keterangan di Trimulyo, Jetis, Bantul, Senin (31/3/2025).
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir saat memberikan keterangan di Trimulyo, Jetis, Bantul, Senin (31/3/2025). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja)
Bantul -

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyebut Idul Fitri dapat menjadi momen membentuk pribadi yang takwa. Menurut Haedar, pribadi takwa kepada Tuhan dapat menghindar penyelewengan jabatan hingga korupsi.

Haedar mengatakan, bahwa Idul Fitri bukan sekadar ritual ibadah atau datang untuk melaksanakan salat id di tanah lapang. Namun lebih kepada harus mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara bahkan dalam ranah global.

"Kenapa? Karena ibadah itu selalu punya tujuan dan makna, dan Idul Fitri kan terkait dengan puasa yang tujuannya membentuk pribadi-pribadi yang takwa," katanya kepada wartawan di Trimulyo, Jetis, Bantul, Senin (31/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pribadi takwa itu, kata Haedar, bukan sekadar istilah, jargon atau sumpah. Akan tetapi, Haedar bersyukur pribadi takwa di Indonesia sudah dilekatkan dengan sumpah jabatan, beriman dan bertakwa kepada Allah.

"Tapi harus pertama membentuk setiap insan Indonesia yang selalu dekat dengan Tuhan yang maha esa, dan kalau dekat dengan Tuhan itu insyaallah dirinya akan selalu waspada," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Hal itu membuat manusia tidak akan berbuat menyimpang, korupsi, sewenang-wenang, kemudian menyalahgunakan jabatan. Bahkan, bertindak hal-hal yang bertentangan dengan amoral serta etika.

"Kenapa? Karena di atasnya ada Tuhan dan hidupnya selalu merasa diawasi Tuhan. Saya yakin ini kekuatan besar jika dihayati, tapi kalau tidak dihayati ya ibadah, ibadah, ritualnya makin tinggi tapi tidak berbanding lurus dengan jiwa, alam pikiran, sikap dan perilaku sehari-hari," ujarnya.

Haedar juga mengungkapkan, bahwa takwa dan puasa hingga Idul Fitri melahirkan relasi sosial, yang peduli dan mau berbagi. Selain itu ada tanggungjawab sosial, serta bahkan lebih jauh lagi menebar rahmat bagi semesta alam.

"Nah, hal yang luruh di negeri ini itu sebenarnya soal tanggungjawab sosial yang lebih substantif. Di mana ketika misalkan masih ada banyak orang yang miskin, memerlukan bantuan, kemudian ada musibah, oke," katanya.

"Tetapi untuk jangka panjang, kemiskinan, pada saat yang sama ada kehidupan yang mewah itu kan tidak berbanding lurus. Di satu pihak ada mereka yang berlebih-lebihan dalam materi, posisi, akses tapi yang lain ada yang berkekurangan," lanjut Haedar.

Oleh sebab itu, Haedar meminta momen Idul Fitri tahun ini menjadi ajang merekatkan tanggungjawab sosial antar sesama.

"Nah, mari kita jadikan Idul Fitri ini sebagai perekat tanggungjawab sosial yang lebih besar, yang lebih luas dan berskala meluas," ujarnya.

Haedar soal Program Efisiensi Prabowo

Haedar menilai efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto sebagai wujud semangat dalam memberantas korupsi. Selain itu, Haedar menyebut perlu adanya gerakan nasional untuk menghentikan korupsi dan segala bentuk penyalahgunaan jabatan.

"Saya pikir pemerintahan Pak Prabowo dengan efisiensi pemborosan, biarpun ada kontroversi soal cara tapi semangatnya adalah semangat menghentikan korupsi dari hulu ke hilir," kata Haedar kepada wartawan di Trimulyo, Jetis, Bantul, Senin (31/3/2025).

Namun, lanjutnya, semua itu harus melewati perjalanan yang panjang. Di mana semua itu harus dimulai dengan pembentukan karakter yang anti korupsi.

"Nah, ini perjalanan panjang memang, tapi kalau disertai dengan karakter, bangsa Indonesia, lebih-lebih elite bangsa untuk menunjukkan keteladanan ada hasilnya," ujarnya.

Menyangkut karakter, Haedar mengatakan bahwa bangsa Indonesia berisi orang-orang baik, ramah, peduli dan lain sebagainya. Bahkan bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berbudaya adiluhung.

"Nah, kita harus waspada dan sekaligus mentransmisikan kebaikan ini menjadi karakter bangsa Indonesia yang betul-betul kuat pendirian dan tidak gampang tergoda oleh hal-hal yang bersifat materi, kekuasaan dan sebagainya," ucapnya.

Pasalnya, berbagai penyimpangan jabatan, korupsi yang menjadi akar masalah besar di Indonesia bermula dari ketergodaan yang berlebihan terhadap materi, posisi dan akses. Sehingga memerlukan gerakan nasional yang betul-betul fokus dalam pemberantasan korupsi.

"Saya yakin kalau ada gerakan nasional untuk menghentikan korupsi dan segala bentuk penyalahgunaan itu dimulai dari pembentukan karakter," katanya.

Akan tetapi, Haedar menyebut bahwa gerakan itu harus juga diikuti oleh para elite di negeri ini. "Pada generasi muda, anak-anak bangsa, mari, pendidikan adalah jalur utama. Tapi di para elite bangsa ada gerakan keteladanan untuk mari kita tutup lembaran buruk sejak hari ini ke belakang. Kita mulai kedepan, seluruh elite bangsa berkomitmen untuk membangun karakter yang kuat, yang adiluhung," ujarnya.




(aku/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads