Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti aturan penyadapan seperti yang ada di revisi Undang-Undang KUHAP. Zaenur bilang KPK tidak perlu mengikuti aturan penyadapan yang ada di RUU KUHAP.
Zaenur menjelaskan, pendapat Sahroni mengacu pada asas hukum lex posterior derogat legi priori yang mana hal itu adalah asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan hukum yang lebih baru akan mencabut peraturan hukum yang lebih lama yang mengatur hal yang sama. Dia bilang, pendapat yang diungkapkan Sahroni kurang tepat.
"Pendapat Sahroni ini didasarkan pada pemahaman yang kurang tepat mengenai asas Lex posterior derogat legi priori. Bahwa asas ini harusnya diberlakukan untuk menyelesaikan konflik norma dalam dua aturan undang-undang yang setara tetapi saling bertentangan. Nah bagaimana cara untuk menyelesaikan konflik? Ya maka peraturan yang baru menghapus atau mengalahkan peraturan yang lama," ujar Zaenur dalam keterangan yang diterima detikJogja, Kamis (27/3/2025).
Zaenur bilang, meski RUU KUHAP disahkan, tidak otomatis menghapus ketentuan di UU lain. Apalagi jika disandingkan dengan UU KPK. Sebab KUHP bersifat umum sementara penyadapan yang diatur dalam UU KPK bersifat khusus.
Sehingga seharusnya yang dipakai adalah asas lex specialis derogat legi generalis yang artinya aturan hukum yang lebih khusus dapat mengesampingkan aturan hukum yang lebih umum. Atas dasar itu, KPK tak perlu mengikuti aturan penyadapan dalam RUU KUHP.
"Meskipun KUHAP baru, sudah disahkan, yang berlaku tetap peraturan yang bersifat khusus yang berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali. Sehingga yang diberlakukan UU KPK. Jadi kalau nanti KUHAP sudah direvisi dan disahkan, aturan prosedur penyadapan KPK yang masih tetap berlaku adalah ketentuan penyadapan di dalam undang-undang KPK karena asas kekhususan tadi," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menilai jika pola pikir Sahroni diterima maka nantinya akan berdampak pada pemberantasan korupsi. Jika sistem penyadapan yang dilakukan oleh KPK harus izin ketua pengadilan negeri akan menghambat KPK dan berdampak pada upaya pemberantasan korupsi.
"Kalau harus izin kepada Ketua Pengadilan Negeri, tentu akan membuat birokrasi menjadi semakin panjang untuk melakukan penyadapan, prosedur menjadi semakin rumit dan kemungkinan bocornya juga semakin tinggi serta memungkinkan juga mafia peradilan akan menghambat upaya pemberantasan korupsi," pungkas dia.
Dilansir detikNews, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti aturan penyadapan seperti yang ada di revisi Undang-Undang KUHAP. Sahroni yakin aturan penyadapan di RUU KUHAP tak akan mengganggu kerja-kerja KPK.
"Sebaiknya Ikuti KUHAP jangan sampai pakai hal-hal lain, pedomani KUHAP, itu akan lebih baik," kata Sahroni saat dihubungi, Rabu (26/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sahroni yakin KPK tidak akan terganggu dengan aturan penyadapan yang ada di RUU KUHAP. Dia menyinggung sistem kerja KPK.
"Nggak akan terganggu, kan KPK punya sistem kerja yang bagus selama ini," ucapnya.
Sahroni menilai pernyataan KPK yang akan menerapkan lex specialis terkait penyadapan justru akan menjadi polemik. Menurutnya, jika ada 2 UU mengatur hal serupa, maka yang dipakai adalah UU yang terbaru.
"Itu pasti akan menjadi polemik baru kalau KUHAP sudah ada masih pakai yang lama, semua harus ikut KUHAP dasarnya, di mana UU selalu pakai yang terakhir bilamana ada perubahan," tuturnya.
Meski begitu, Bendum DPP NasDem ini memastikan semua pihak, termasuk KPK, tetap akan diajak diskusi terkait pembahasan RUU KUHAP yang sampai saat ini masih berproses.
"Semua pihak akan diajak diskusi kok agar tidak salah memahami dan semua sesuai dengan harapan bangsa dan negara," imbuhnya.
(apl/ahr)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
Ponsel Diplomat Kemlu yang Tewas Misterius Ternyata Hilang