Perang Uhud Terjadi pada Tahun Berapa Hijriah? Ini Ringkasan Sejarahnya

Perang Uhud Terjadi pada Tahun Berapa Hijriah? Ini Ringkasan Sejarahnya

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Kamis, 06 Mar 2025 15:59 WIB
Ilustrasi Perang Uhud
Ilustrasi Perang Uhud. (Foto: freepik/Freepik)
Jogja -

Perang Uhud merupakan pertempuran kedua antara kaum Muslimin melawan pasukan Quraisy. Sebelumnya, kedua pasukan ini telah beradu di Perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Lantas, Perang Uhud terjadi tahun berapa Hijriah?

Saat Perang Badar, pasukan muslim hanya terdiri dari 313 orang dan harus melawan lebih dari 1.000 tentara Quraisy. Penyebab utamanya adalah ketidakadilan Quraisy terhadap kaum muslim, yang memaksa mereka hijrah ke Madinah, serta perselisihan berkelanjutan antara kedua pihak.

Perang ini pecah saat pasukan muslim berusaha menghadang kafilah dagang Quraisy yang membawa harta melimpah. Dalam pertempuran sengit, kaum Quraisy kehilangan pemimpin mereka, sementara Rasulullah SAW terus berdoa hingga Allah mengirimkan bantuan malaikat. Dengan pertolongan Allah, kaum muslim meraih kemenangan meski jumlah mereka lebih sedikit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, Perang Uhud terjadi pada tahun berapa Hijriah dan bagaimana ringkasan sejarahnya? Mari kita simak penjelasan lengkap berikut ini!

Perang Uhud Terjadi pada Tahun Berapa Hijriah?

Berdasarkan informasi yang dikutip dari buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 yang ditulis Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi, peristiwa Perang Uhud terjadi pada tahun kedua Hijriah. Lebih tepatnya pada hari Sabtu, tanggal 7 Syawal. Artinya, Perang Uhud hanya berselisih sekitar dua pekan dari Perang Badar.

ADVERTISEMENT

Perang Uhud dipicu oleh beberapa faktor utama, yaitu agama, sosial, ekonomi, dan politik. Dari segi agama, kaum Quraisy berupaya menghalangi penyebaran Islam dengan menginfakkan harta mereka untuk memerangi Rasulullah dan dakwah Islam. Mereka tidak ingin Islam berkembang dan mengancam kepercayaan serta kekuasaan mereka.

Secara sosial, kekalahan di Perang Badar membuat kaum Quraisy merasa terhina dan kehilangan harga diri. Mereka berusaha membalas dendam atas kematian para pemimpin mereka dengan menggalang dukungan dan dana untuk melawan kaum muslimin.

Faktor ekonomi juga berperan besar, karena gerakan Islam di Madinah menghambat jalur perdagangan Quraisy, terutama ke Syam dan Yaman, yang menjadi sumber utama perekonomian mereka. Jika jalur ini terputus, kehidupan mereka terancam.

Dari sisi politik, kekalahan di Badar meruntuhkan dominasi Quraisy sebagai pemimpin kabilah-kabilah Arab, sehingga mereka berupaya mengembalikan kekuatan mereka dengan cara apa pun, termasuk Perang. Semua faktor ini mendorong Quraisy untuk menyerang kaum muslimin dalam Perang Uhud.

Ringkasan Sejarah Perang Uhud

Dirangkum dari buku Kemelut Perang di Zaman Rasulullah tulisan AR Shohibul Ulum, berikut ini adalah sejarah Perang Uhud dalam versi ringkas. Mari kita simak!

1. Mobilisasi Pasukan Quraisy

Setahun setelah kekalahan di Perang Badar, kaum Quraisy mempersiapkan pasukan besar berjumlah 3.000 orang, termasuk 200 pasukan berkuda dan 700 berbaju besi. Pasukan ini dipimpin oleh Abu Sufyan, dengan Khalid bin Walid sebagai komandan kavaleri.

Mereka bergerak menuju Madinah dengan dendam membara, didampingi oleh beberapa wanita Quraisy yang berperan menyemangati pasukan. Pasukan Quraisy akhirnya tiba di dekat Madinah dan bersiap untuk menyerang.

2. Persiapan Kaum Muslimin

Kaum muslimin baru mengetahui ancaman ini setelah Rasulullah menerima surat dari pamannya, Abbas. Beliau segera mengirim mata-mata dan mengadakan musyawarah dengan para sahabat.

Awalnya, Rasulullah ingin bertahan di Madinah, tetapi dorongan dari para pemuda yang bersemangat berPerang membuat beliau setuju untuk bertempur di luar kota. Setelah sholat Jumat, Nabi memimpin 1.000 pasukan menuju Bukit Uhud untuk menghadapi pasukan Quraisy yang jauh lebih besar dan bersenjata lengkap.

3. Pengkhianatan Abdullah bin Ubay dan Seleksi Pasukan

Dalam perjalanan menuju Uhud, pasukan muslim yang awalnya 1.000 orang berkurang drastis setelah Abdullah bin Ubay dan 500 pengikutnya membelot dan kembali ke Madinah. Dengan hanya tersisa 700 orang, Rasulullah tetap melanjutkan perjalanan.

Di daerah Syaikhan, beberapa pemuda yang terlalu muda dipulangkan, kecuali Rafi' bin Khudaij dan Samurah bin Jundub yang dianggap cukup kuat untuk bertempur. Nabi dan pasukan muslim bermalam di sana dengan penjagaan ketat sebelum melanjutkan perjalanan ke Uhud keesokan harinya.

4. Strategi dan Formasi Perang

Pagi harinya, Nabi membentuk formasi pasukan di kaki Bukit Uhud. Sebanyak 50 pemanah dipimpin oleh Abdullah bin Jubair ditempatkan di atas bukit untuk melindungi pasukan dari serangan belakang, dengan perintah tegas agar tidak meninggalkan posisi mereka. Sayap kanan pasukan dipimpin oleh al-Mundzir bin Amr, sedangkan sayap kiri oleh Zubair bin Awwam dengan dukungan pasukan berkuda al-Miqdad bin al-Aswad.

Sementara itu, pasukan Quraisy yang lebih besar dan lebih siap tempur menempatkan Abu Sufyan sebagai pemimpin tertinggi, dengan Khalid bin Walid di sayap kanan dan Ikrimah bin Abi Jahal di sayap kiri. Para wanita Quraisy yang dipimpin oleh Hindun binti Utbah, terus membakar semangat para prajurit dengan tabuhan rebana dan nyanyian Perang.

5. Putaran Pertama: Kemenangan Awal Pasukan Muslim

Pada hari Sabtu, 7 Syawal 3 Hijriah, kedua pasukan telah siap bertempur. Kaum Quraisy masih diliputi dendam atas kekalahan di Perang Badar, sedangkan kaum muslimin berpegang teguh pada keyakinan akan pertolongan Allah.

Sebelum pertempuran dimulai, Nabi Muhammad memberikan semangat kepada pasukannya dan menawarkan pedang kepada siapa yang bersedia menggunakannya dengan benar. Abu Dujanah maju menerima tantangan itu, bersumpah akan mengayunkannya hingga musuh roboh.

PePerangan pun pecah dengan sengit. Pasukan muslim bertempur gagah berani, dengan Hamzah bin Abdul Muthalib memimpin serangan dan meneriakkan seruan "Musnahkan!" yang mengguncang musuh.

Pasukan Quraisy mencoba menyerang dari berbagai sisi, tetapi hujan panah dari pasukan pemanah muslim menghambat mereka. Ali bin Abi Thalib berduel dengan Abu Thalhah, pemegang panji Quraisy, dan berhasil membunuhnya. Keberhasilan ini pun mengobarkan semangat juang kaum muslimin.

Abu Dujanah pun beraksi dengan pedang Rasulullah, menerobos barisan musuh dan membunuh banyak lawan. Semangat juang kaum muslimin yang tinggi membuat pasukan Quraisy mulai kocar-kacir meskipun jumlah mereka lebih banyak.

Para pembawa panji Quraisy terbunuh satu per satu hingga sembilan orang yang menyebabkan moral pasukan musuh runtuh. Bahkan para wanita Quraisy menangis ketakutan, sementara berhala yang mereka bawa jatuh dari tempatnya. Pada putaran pertama ini, kaum muslimin meraih kemenangan besar, memaksa Quraisy mundur dan hampir meninggalkan medan Perang.

6. Terbunuhnya Hamzah dan Gugurnya Mush'ab bin Umair

Di tengah pertempuran, Hamzah bin Abdul Muthalib bertempur layaknya singa dan membunuh banyak musuh. Namun, Hindun binti Utbah yang ingin membalas dendam atas kematian ayah dan saudaranya di Badar, menawarkan hadiah besar kepada budaknya, Wahsyi al-Habsyi, yang dikenal sebagai ahli tombak.

Wahsyi menyusup diam-diam dan menunggu momen yang tepat. Saat Hamzah berada dalam jangkauan, ia melemparkan tombaknya dengan tepat, menembus tubuh Hamzah hingga gugur sebagai syuhada. Setelah membunuhnya, Wahsyi segera mundur dan kembali ke perkemahan Quraisy.

Sementara itu, pertempuran terus berlangsung dengan sengit. Mush'ab bin Umair, yang membawa bendera pasukan muslim, bertempur hingga titik darah penghabisan sebelum akhirnya gugur. Ali bin Abi Thalib kemudian mengambil alih bendera tersebut.

Meskipun kehilangan tokoh-tokoh penting, kaum muslimin tetap berjuang dengan gigih. Pada babak pertama ini, kemenangan masih berada di tangan kaum muslimin, sebagaimana Allah firmankan dalam Surah Ali Imran ayat 152, bahwa janji-Nya telah ditepati ketika mereka berhasil mengalahkan musuh dengan izin-Nya. Namun, pertempuran belum berakhir, dan situasi segera berubah akibat kesalahan fatal pasukan pemanah.

7. Putaran Kedua

Kemenangan yang sudah di depan mata berubah menjadi bencana akibat kelalaian pasukan muslim. Para pemanah yang ditempatkan di Bukit Uhud tergoda oleh harta rampasan Perang (ghanimah) dan turun dari posisi mereka. Padahal, pemimpin mereka, Abdullah bin Jubair, telah mengingatkan agar tetap bertahan sesuai perintah Nabi.

Kesalahan ini dimanfaatkan oleh Khalid bin Walid, yang saat itu masih berada di pihak Quraisy. Dengan pasukan kavaleri, ia mengitari bukit dan menyerang pasukan muslim dari belakang. Tiba-tiba, pasukan Islam terjebak dalam posisi sulit, terdesak dari dua arah sekaligus. Kekacauan pun terjadi, membuat kaum muslimin tercerai-berai dan sulit membedakan kawan atau lawan. Banyak yang gugur sebagai syuhada, dengan jumlah mencapai sekitar 70 orang.

Dalam kekacauan itu, tersiar kabar bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Berita ini melumpuhkan semangat juang kaum muslimin. Banyak yang kehilangan harapan, bahkan ada yang melarikan diri dari medan Perang. Allah menurunkan firman-Nya dalam Surah Ali Imran ayat 153 untuk menegur mereka yang lari meninggalkan Rasulullah, meskipun beliau masih berjuang di tengah medan pertempuran.

8. Kegigihan Pejuang Muslim di Tengah Kekalahan

Di tengah situasi genting, beberapa sahabat tetap bertahan dan berjuang mati-matian. Salah satunya adalah Anas bin Nadhar, yang merasa menyesal tidak ikut serta dalam Perang Badar. Dengan penuh keyakinan, ia berkata, "Demi Rabbnya Nadhar! Sungguh aku mencium bau surga di balik Uhud!" Ia maju berPerang hingga gugur dengan tubuh penuh luka akibat sabetan pedang dan tusukan tombak. Allah memuji pengorbanan orang-orang seperti Anas dalam Surah Al-Ahzab ayat 23.

Pada akhirnya, kaum muslimin mengalami kekalahan besar akibat kelalaian pasukan pemanah yang meninggalkan pos mereka. Khalid bin Walid berhasil memanfaatkan celah ini untuk menyerang balik dengan taktik jitu.

Allah menurunkan Surah Ali Imran ayat 140-141 sebagai pengingat bahwa kejayaan dan kekalahan adalah bagian dari ujian Allah untuk membedakan siapa yang benar-benar beriman dan untuk menjadikan sebagian mereka sebagai syuhada. Perang Uhud menjadi pelajaran besar bagi kaum muslimin tentang pentingnya disiplin, kepatuhan, dan keikhlasan dalam berjuang di jalan Allah.

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai Perang Uhud yang terjadi pada tahun kedua Hijriah. Semoga dapat menambah wawasan dan meningkatkan keimanan kita.




(sto/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads