Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengusulkan koruptor yang merugikan negara divonis hingga 50 tahun. Dia menyebut pernyataan itu membingungkan.
Zaenur menyebut pidato terbaru Prabowo yang meminta koruptor dihukum berat ini justru kontradiktif dengan pernyataan sebelumnya.
"Terakhir kontradiktif saya lihat pidato-pidato presiden ya, kemarin mengatakan ingin mengampuni koruptor kalau mau mengembalikan, tapi di sisi lain ini minta vonis yang sangat berat," ujar Zaenur saat dihubungi, Selasa (31/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, Zaenur pun sampai saat ini masih belum mengetahui secara pasti arah pemberantasan korupsi di bawah rezim Prabowo.
"Serba tidak jelas. Saya harap di internal pemerintah solid. Tidak cepat menyampaikan pernyataan di publik yang belum dikaji secara serius sungguh-sungguh hingga kontradiktif dan membingungkan masyarakat," kata dia.
Zaenur menilai pernyataan Prabowo menunjukkan keprihatinan terhadap banyaknya kasus korupsi yang terjadi. Terutama dengan rendahnya vonis yang dijatuhkan. Akan tetapi, dia meminta agar Prabowo berhati-hati dalam memberikan pernyataan di publik.
"Ada baiknya seorang presiden sebagai eksekutif dapat menahan diri dari membuat pernyataan bersifat publik mengenai putusan pengadilan," ujarnya.
Zaenur bilang, setiap cabang kekuasaan negara memiliki tugas, dan wewenang masing-masing. Selain itu, seharusnya setiap insan menghargai putusan pengadilan yang merupakan produk yudikatif.
"Saya berharap presiden bukan mengomentari produk kekuasaan yudikatifnya tetapi presiden bisa memberikan arahan kepada para bawahannya. Misalnya kejaksaan, untuk dapat memperbaiki bagaimana pembuktian di dalam perkara ini," ujarnya.
Ketimbang mengomentari produk yudikatif, Zaenur menyebut Prabowo seharusnya memperbaiki regulasi yang ada.
"Presiden ruangnya di sana sebagai eksekutif, apa yang perlu diperbaiki tuntutan perkara ini mulai dari penyidikan bahkan," ucapnya.
"Termasuk melakukan review atau regulasi, mengapa ada disparitas yang cukup lebar antara tuntutan dan vonis," imbuh dia.
Terlebih lagi, hukuman penjara selama 50 tahun terhadap koruptor tidak mungkin terjadi. Sebab sesuai regulasi yang berlaku saat ini ada batasan hukuman untuk kejahatan itu.
"Vonisnya nggak bisa 50 tahun, vonis maksimal 20 tahun pidana penjara tidak bisa lebih dari itu," kata dia.
Dilansir detikNews, pernyataan Prabowo yang minta koruptor divonis 50 tahun itu diucapkan di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat. Prabowo tiba-tiba menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.
"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," kata Prabowo, Senin (30/12).
Prabowo lalu memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara. Prabowo mendorong agak Jaksa Agung naik banding. Kalau bisa, menurutnya, diberi vonis 50 tahun.
"Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," ujar Prabowo.
(ahr/ams)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Direktur Mie Gacoan Bali Ditetapkan Tersangka, Begini Penjelasan Polisi