Mahasiswi APMD Jogja, Natasya (NH), menjadi korban penyiraman air keras oleh mantan kekasihnya, Billy. Billy membayar eksekutor untuk menganiaya NH.
Peristiwa penyiraman air keras itu terjadi di kamar kos korban di kawasan Brontokusuman, Jogja, Selasa (24/12). Motif Billy adalah sakit hati.
"Pelaku merasa tidak terima pacarnya memutuskan hubungan, kemudian singkat cerita, pelaku berusaha sejak Agustus 2024 dia berusaha datang ke kosnya korban supaya balikan lagi," kata Kasat Reskrim Polresta Jogja Kompol Probo Satrio kepada wartawan di Mapolresta Jogja, Gondomanan, Kota Jogja, Kamis (25/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terungkap Billy dan korban pernah menjalin kasih sejak 2021 dan putus pada Agustus 2024. Billy tak terima putus dari korban dan berniat untuk mengajak balikan. Namun, korban menolaknya.
"Namun korban tidak mau. Akhirnya ada ancaman dari pelaku intinya kalau mereka tidak bisa bersatu, kalau sakit ya sakit semua, sama-sama merasakan, kalau hancur ya hancur semua," sambungnya.
Billy kemudian memposting mencari orang yang bisa bekerja apa saja pada 12 Desember 2024. Postingan Billy itu kemudian ditanggapi Satim.
Satim pun meminta bayaran Rp 7 juta dan disanggupi Billy akan dibayar penuh jika rencana itu sudah dieksekusi. Satim pun meminta uang operasional, yang dibayar Billy dengan dibungkus plastik dan diletakkan di tempat yang disepakati agar identitasnya tidak terbongkar.
"Teknis penyerahan operasional, si B berusaha menutupi jati dirinya, dia tidak mau ketemu langsung, uang juga tidak mau diberikan langsung. Dia COD di suatu tempat, uang itu dibungkus plastik ditaruh di suatu tempat, kemudian diambil oleh eksekutor (S), sebanyak 6 kali kurang lebih jumlahnya Rp 1,6 juta, termasuk untuk pembelian air keras, pembelian jaket ojek online untuk eksekutor," jelas Probo.
Polisi mengungkap Billy sempat membuat skenario menjadi korban pelakor. Billy mengaku sebagai wanita yang bernama Senlung saat menyewa jasa Satim.
"Kemudian dijelaskan, si B ini dia membuat cerita bahwa seolah-olah dia perempuan bernama Senlung yang dikhianati suaminya, oleh seorang pelakor," ujarnya
Billy dan Satim disebut hanya berkomunikasi via WhatsApp. Dari skenario Billy itu, Satim akhirnya sepakat melukai korban yang disebut sebagai pelakor oleh Billy.
Polresta Jogja akhirnya meringkus Billy dan Satim. Billy diketahui berasal dari Kalimantan Barat, sama dengan korban. Selain itu, Billy merupakan salah satu mahasiswa S2 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja.
"Pelaku merupakan mahasiswa S2 di salah satu perguruan tinggi di Jogja," ujar Probo.
Adapun Satim berasal dari Kuningan, Jawa Barat. Billy dan Satim disebut baru bertemu tatap muka saat ditangkap polisi.
Saat ditangkap pada Rabu (25/12), Billy sempat tak mengakui perbuatannya. Ia juga sempat membuang salah satu HP miliknya.
Namun, dari bukti dan keterangan teman korban, Billy dipastikan dalang di balik insiden ini. Termasuk kepolisian yang bisa menemukan HP Billy yang dibuang. Dalam HP itu ada bukti komunikasi antara Billy dengan Satim.
Atas perbuatannya para pelaku dijerat dengan Pasal 355 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan, subsider Pasal 354 tentang penganiayaan berat, subsider Pasal 353 penganiayaan yang direncanakan yang menjadikan luka berat.
"Ancaman hukumannya penjara maksimal 12 tahun," paparnya.
Akibat perbuatan Billy dan Satim, korban mengalami luka serius di seluruh tubuh dan mendapat perawatan intensif di RS dr Sardjito.
Terancam DO dari Kampus
Billy merupakan mahasiswa S2 hukum di Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY). Begini kata Rektor UAJY, G. Sri Nurhartanto.
"Kalau dari database yang ada, yang bersangkutan terdaftar sebagai mahasiswa S2 Magister Hukum Atma Jaya," kata Sri saat dihubungi wartawan, Jumat (27/12).
Sri menegaskan, terkait kasus ini, pihak UAJY akan mengambil langkah-langkah tegas. Billy terancam dijatuhi hukuman drop out (DO) dari kampus.
"Pasti dong, yang namanya kampus kami punya kode etik mahasiswa, peraturan akademik. Kalau sampai mahasiswa terlibat dalam kasus-kasus kriminal tentu akan ada tingkatan pemberian sanksinya, bahkan kalau perlu sampai dikeluarkan dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta," ujarnya.
Meski demikian, lanjutnya, proses pemberian sanksi tetap akan menunggu proses persidangan selesai. Putusan pengadilan itu menjadi dasar bagi kampus dalam menjatuhkan sanksi.
"Kita harus tetap memposisikan sampai munculnya putusan pengadilan yang berkekuatan tetap karena dari situ kan menjadi dasar bagi kita untuk mengambil langkah yang semestinya begitu," ujarnya.
Untuk saat ini, dia meminta kepada wakil rektor, dekan, maupun kaprodi S2 untuk terus memantau perkembangan kasus ini.
"Karena ini sangat memalukan kalau betul-betul si otak dari tindak kekerasan penyiraman air keras ini mahasiswa kami, tentu kami sangat kaget juga dengan hal ini. Tapi tentu kami akan ambil langkah-langkah yang semestinya untuk menegakkan aturan yang di tempat kami," pungkasnya.
(rih/ahr)
Komentar Terbanyak
PDIP Jogja Bikin Aksi Saweran Koin Bela Hasto Kristiyanto
Cerita Warga Jogja Korban TPPO di Kamboja, Dipaksa Tipu WNI Rp 300 Juta/Bulan
Jokowi Diadukan Rismon ke Polda DIY Terkait Dugaan Penyebaran Berita Bohong