Fenomena Serbuan Ulat Jati di Gunungkidul: Bikin Geli tapi Bisa Jadi Cuan

Fenomena Serbuan Ulat Jati di Gunungkidul: Bikin Geli tapi Bisa Jadi Cuan

Tim detikJogja - detikJogja
Selasa, 19 Nov 2024 18:41 WIB
Seorang pemotor yang mengenakan jas hujan meski tidak turun hujan untuk menghindari ulat menempel pada pakaiannya di jalanan Gunungkidul. Foto diunggah Selasa (19/11/2024).
Seorang pemotor yang mengenakan jas hujan meski tidak turun hujan untuk menghindari ulat menempel pada pakaiannya di jalanan Gunungkidul. (Foto: Tangkapan layar)
Jogja -

Video yang memperlihatkan pemotor mengenakan jas hujan hingga membawa kayu untuk menghindari ulat jati saat melintas di ruas jalan di Gunungkidul viral di media sosial. Kemunculan ulat jati ini bikin geli tapi bisa juga jadi berkah.

Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata (Dispar) Gunungkidul, Supriyanta, mengatakan fenomena ulat jati terjadi setiap tahun.

"Jadi kalau dari kami meminta masyarakat tetap tenang. Karena munculnya ulat-ulat adalah fenomena musiman dan biasanya tidak berbahaya," kata Supriyanta kepada wartawan, Selasa (19/11).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebut kontak dengan ulat jati bisa membuat beberapa orang mendapatkan reaksi alergi atau iritasi kulit. Dia pun menyarankan pemotor mengenakan pakaian yang serba tertutup untuk antisipasi.

Tak lupa dia juga menyarankan warga atau pengendara untuk menghindari kontak langsung dengan ulat. Misalnya saja menyentuh ulat atau daun yang diduga ada ulatnya.

ADVERTISEMENT

"Jika menemukan ulat, biarkan mereka tetap di habitatnya. Jadi disarankan juga agar membawa salep antialergi atau antihistamin sebagai langkah berjaga-jaga," ujar Supriyanta.

Salah satu warga Mokol, Selang, Wonosari, Gunungkidul saat mencari ulat jati dan ulat trambesi, Senin (18/11/2024).Salah satu warga Mokol, Selang, Wonosari, Gunungkidul saat mencari ulat jati dan ulat trambesi, Senin (18/11/2024). Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja

Ulat Jati Jadi Cuan

Di sisi lain, kemunculan ulat jati dan pohon trembesi menjadi berkah bagi warga. Sebab, selain bisa dikonsumsi, ulat itu juga laku dijual.

Hal ini disampaikan salah satu warga Mokol, Selang, Kapanewon Wonosari, Suroso. Dia mengaku sudah beberapa hari terakhir mencari ulat pohon jati dan kepompong ulat pohon trembesi di pekarangan rumahnya.

"Ini cari ulat jati dan ulat trembesi untuk dikonsumsi sendiri karena kan keluarnya hanya setahun sekali. Tapi kalau dapat banyak ya dijual," kata Suroso kepada wartawan, Senin (18/11).

Bedanya adalah ulat pohon trembesi berwarna hijau dan menempel di atas pohon, sedangkan ulat pohon jati menempel di daun. Rasanya pun disebut lebih gurih kepompong ulat jati.

Hal senada disampaikan warga lainnya, Ratih. Dia menyebut jika membeli harga ulat jati terbilang mahal.

"Coba-coba cari ulat jati dan ulat trembesi karena kalau beli katanya harganya sampai Rp 100 ribu (per kilogram)," ucapnya.




(ams/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads