Aktivis Jogja Gelar Aksi 'Pengadilan Rezim', Kritik 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Aktivis Jogja Gelar Aksi 'Pengadilan Rezim', Kritik 10 Tahun Kepemimpinan Jokowi

Dwi Agus - detikJogja
Minggu, 20 Okt 2024 19:22 WIB
Aksi Parade Pengadilan Rezim : Dendam Kelas di Selasar Istana Kepresidenan Jogja, Minggu sore (20/10/2024).
Aksi Parade Pengadilan Rezim : Dendam Kelas di Selasar Istana Kepresidenan Jogja, Minggu sore (20/10/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja.
Jogja -

Sejumlah aktivis dari berbagai elemen masyarakat di Jogja menggelar aksi unjuk rasa mengkritik 10 tahun kepemimpinan Jokowi di Titik Nol Kilometer Jogja. Aksi yang bertajuk Parade Pengadilan Rezim: Dendam Kelas digelar di Selasar Istana Kepresidenan Jogja.

Koordinator lapangan aksi Parade Pengadilan Rezim : Dendam Kelas, Sirilus Maximilian, menegaskan Presiden Jokowi meninggalkan legitimasi negatif. Berupa mundurnya demokrasi di Indonesia atas sejumlah kebijakan dan langkah politiknya.

"Aksi kali ini disuarakan pertama legitimasi atau penguatan ya bahwa Presiden Joko Widodo sebaik-baiknya beliau juga ada sisi yang tidak baik yang ini meninggalkan legitimasi, meninggalkan legacy bahwa demokrasi semakin mundur, banyak indeks yang mengatakan hal tersebut," jelasnya saat ditemui di selasar Istana Kepresidenan Jogja, Minggu (20/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aksi Parade Pengadilan Rezim : Dendam Kelas di Selasar Istana Kepresidenan Jogja, Minggu sore (20/10/2024).Aksi Parade Pengadilan Rezim : Dendam Kelas di Selasar Istana Kepresidenan Jogja, Minggu sore (20/10/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Dalam sepuluh tahun kepemimpinan Jokowi, lanjutnya, dipandang melakukan penghianatan terhadap demokrasi di Indonesia. Masih ditambah dengan nepotisme yang terwujud dalam aksi politik kroni dan keluarganya.

"Duka nepotisme yang coba dibuka lagi oleh Presiden Jokowi bahwa banyak keluarga-keluarga Jokowi yang masuk ke dalam pemerintahan dan harapannya ini tidak dilanjutkan kembali tentunya oleh Presiden terpilih Presiden Prabowo yang baru dilantik hari ini," katanya.

ADVERTISEMENT

Beragam kebijakan publik dan program pemerintahan juga dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Seperti mengutamakan proyek strategis nasional meski bertentangan dengan hak rakyat kecil. Termasuk yang berdampak pada hajat hidup orang banyak.

"Banyak sekali tempat-tempat banyak sekali lokasi-lokasi yang coba digusur hanya untuk kepentingan negara tanpa mempertimbangkan diskusi dan mempertimbangkan pendapat-pendapat dari masyarakat kecil," ujarnya.

Berdasarkan catatan ini, aliansi peserta aksi menyatakan bahwa rakyat Jogja sepakat untuk beroposisi. Terutama atas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang dianggap masih turunan dari Presiden Joko Widodo. Terlebih atas Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Wakil Presiden.

"Kita mencoba memberikan argumentasi kalau rakyat Jogja bersepakat untuk menjadi oposisi mengawal pemerintahan Prabowo yang belum tentu juga akan berjalan baik ke depannya," tegasnya.

Aksi ini tak sepenuhnya dilakukan dengan orasi. Adapula sejumlah aksi seni dan teatrikal yang melibatkan beberapa elemen seni di Jogja. Fokus ya tetap menyuarakan kegelisahan atas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan terlantiknya Presiden Prabowo Subianto.

Maxim berharap Jogja dapat menjadi tolok ukur demokrasi di Indonesia. Berupa bebasnya menggelar panggung unjuk rasa di ruang publik. Terutama untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang sejalan dengan kesejahteraan rakyat.

"Gerakan ini mencoba untuk memberikan tawaran atau solusi kepada mereka yang ingin memperpanjang nafas ini. Solusi yang lebih tepat sasaran sehingga aksi-aksi seperti ini masih bisa berlangsung 5 hingga 10 tahun," ujarnya.

Aksi ditutup dengan hukum pancung yang menyimbolkan pengadilan rakyat. Teatrikal ini merupakan simbol memotong seluruh dampak negatif Presiden Jokowi selama 10 tahun menjabat. Termasuk menolak sosok ini ditetapkan sebagai guru bangsa.

"Memperjelas bahwa 10 tahun pemerintahan Jokowi itu meninggalkan banyak hal-hal negatif dan tidak sedikit pula positif. Kami juga menolak gagasan bahwa Jokowi sebagai guru bangsa," katanya.




(apl/apl)

Hide Ads