Viral soal Resistensi Antibiotik, Apa Sih Pemicunya?

Viral soal Resistensi Antibiotik, Apa Sih Pemicunya?

Serly Putri Jumbadi - detikJogja
Jumat, 27 Sep 2024 15:45 WIB
ilustrasi obat
Ilustrasi obat antibiotik (Foto: shutterstock)
Jogja -

Tangkapan layar hasil diagnosis seseorang yang diduga mengalami resistensi antibiotik viral di media sosial. Lalu, faktor apa sebetulnya yang jadi pemicu resistensi antibiotik?

Postingan tangkapan layar hasil diagnosis resistensi antibiotik itu dibagikan akun X @BaseAnakFK. Postingan itu memperlihatkan hasil diagnosis seseorang yang mengalami resistensi berbagai jenis antibiotik.

"Dok kok saya gak dapat antibiotik? Ini saya demamnya ga turun-turun. Buat bapak-ibu pasien semuanya, mohon maaf kalau saya bawel dan 'pelit' soal antibiotik kalau nggak ada indikasinya. Kalau udah begini mau dikasih apa coba?," tulis akun X tersebut dilihat detikJogja, Jumat (27/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam narasi diagnosis itu tertera sederet resistensi terhadap obat antibiotik seperti amoxicillin & clavulanic acid (AMC), ampicillin & sulbactam (SAM), aztreonam (ATM), cefotaxime (CTX), hingga tetracycline (TE).

Lantas, apa pemicu resistensi obat antibiotik? Dosen Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jogja, Lolita, S.Far., M.Sc., Apt mengungkapkan ada beberapa faktor pemicu terjadinya resistensi antibiotik.

ADVERTISEMENT

"Antibiotik itu kan kerjanya dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri dalam hal ini sel hidup yang punya metabolisme," ujar Lolita saat dihubungi detikJogja.

"Beberapa penyebab resistensi antibiotik ini yang pertama bisa karena penggunaan antibiotik yang berlebihan. Misal seseorang yang terkena penyakit virus seperti COVID, terkadang diresepkan antibiotik. Ini bisa menyebabkan resisten atau kebal kalau misal disalahgunakan atau tidak sesuai dengan indikasinya," jelas dia.

Selain itu, antibiotik sendiri memiliki durasi kerja yang harus dengan resep dokter. Oleh sebab itu, antibiotik tidak bisa dijual dan disebarluaskan secara umum.

"Lalu pemicunya juga penggunaan antibiotik yang tidak sampai selesai. Antibiotik itu punya durasi kerja, seperti ada yang digunakan 7-14 hari pada penyakit tertentu. Terkadang di masyarakat atau pasien hanya menggunakan tiga hari karena merasa sudah sembuh malah disetop. Ini bisa menyebabkan resistensi," ungkap Lolita.

"Oleh karena itu, antibiotik ini harus diberikan dengan resep dan tidak bisa diberi secara bebas. Makanya penggunaan antibiotik harus rasional," jelas dia.

Pencegahan Resistensi Obat Antibiotik

Lebih lanjut, Lolita juga menjelaskan upaya mitigasi agar tidak terjadi resistensi antibiotik. Yaitu dengan menjaga higienitas lingkungan dan memberikan edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.

"Pemahaman dan kesadaran pasien atau masyarakat terkait penggunaan antibiotik ini masih kurang. Jadi perlu promosi atau edukasi terkait dengan resistensi. Artinya publik juga harus menyadari bahaya dari resistensi ini bukan hanya bagi dirinya saja tapi bisa berdampak bagi kehidupan," kata Lolita.

Selain itu, upaya pencegahan lainnya adalah dengan menjaga higienitas lingkungan. Sebab, sanitasi yang buruk bisa menyebabkan virus lebih cepat berkembang biak yang mengakibatkan sebaran virus yang bisa makin kebal atau resisten dengan antibiotik.

"Beberapa penyebab infeksi virus itu juga karena poor hygiene dan poor sanitasi. Pencegahan dengan meningkatkan sanitasi dan memperbaiki higienitas dan bisa melakukan vaksinasi," pungkas dia.




(ams/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads