10+ Hewan yang Terancam Punah dan Dilindungi di Indonesia

10+ Hewan yang Terancam Punah dan Dilindungi di Indonesia

Nindasari, Anindya Milagsita - detikJogja
Senin, 09 Sep 2024 17:09 WIB
Ilustrasi orang utan
Ilustrasi orang utan, hewan yang terancam punah dan dilindungi di Indonesia. (Foto: Pixabay/ShekuSheriff)
Jogja -

Indonesia memiliki luas daratan 1,9 juta km2 dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brasil. Meskipun demikian, ternyata banyak hewan yang dilindungi di Indonesia karena terancam punah.

Dikutip dari buku 'Mengenal Lebih Dekat Satwa Langka Indonesia dan Memahami Pelestariannya', kekayaan satwa di Indonesia terdiri dari 720 spesies mamalia, 1.600 spesies burung, 385 spesies amfibi, serta 723 spesies reptil. Namun, saat ini terdapat beragam satwa liar di Indonesia harus menghadapi berbagai ancaman.

Sebut saja adanya perburuan liar, perdagangan ilegal, kebakaran hutan, hingga hilangnya habitat tempat mereka tinggal. Inilah yang membuat tidak sedikit hewan yang masuk dalam kategori terancam punah dan harus dilindungi.

Lantas apa sajakah daftar hewan yang mengalami ancaman kepunahan dan dilindungi di Indonesia? Yuk, simak penjelasan di bawah ini!

Daftar Hewan Terancam Punah dan Dilindungi di Indonesia

Dikutip dari buku 'Mengenal Lebih Dekat Satwa Langka Indonesia dan Memahami Pelestariannya' oleh Tri Atmoko dan Hendra Gunawan, 'Statistik Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Tahun 2018' dan 'Panduan Identifikasi Jenis Satwa Liar Dilindungi Mamalia' yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, hingga jurnal 'Struktur Histologi dan Persebaran Residu Karbohidrat pada Testis Landak Jawa (Hystrix Javanica) Dewasa dan Belum Dewasa' karya Beninda Ulima Yulianti, berikut rangkuman berbagai satwa Indonesia yang terancam punah dan dilindungi.

1. Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus Melas)

Hewan terancam punah yang pertama yang perlu diketahui oleh masyarakat yaitu macan tutul jawa (Panthera pardus melas). Macan tutul jawa merupakan satu-satunya kucing besar yang tersisa di Pulau Jawa. Sejak tahun 1933 hingga sekarang sering kali terjadi konflik antara manusia dengan hewan yang satu ini.

Misalnya saja yang terjadi baru-baru ini, terdapat penangkapan macan tutul di wilayah Gunung Sawal yang berada di wilayah Cikupa, Lumbung, Ciamis pada tanggal 25 Juni 2020 silam. Oleh sebab itu, berbagai konflik yang terjadi tentu saja dapat mengancam habitat hingga kepunahan macan tutul Jawa. Bahkan saat ini tercatat populasi dari macan tutul jawa atau Panthera pardus melas hanya berkisar sekitar 65 jiwa.

Perlu diketahui bahwa Gunung Sawal merupakan salah satu habitat penting dari macan tutul Jawa. Tidak hanya itu saja, kawasan hutan dari Gunung Sawal terbentang seluas 10.515,56 ha. Kawasan tersebut terdiri atas suaka margasatwa 5.583,38 ha (53%), hutan produksi terbatas 3.308,93 ha, hutan produksi 714,34 ha, dan hutan pangonan 908,91 ha.

2. Orang Utan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis)

Selanjutnya ada orang utan tapanuli atau Pongo tapanuliensis. Hewan ini termasuk satwa terancam punah dan dilindungi selanjutnya yang diketahui tinggal habitat yang terbatas, yaitu di Hutan Batangtoru, Tapanuli. Salah satu jenis kera besar ini menyukai buah durian dan petai, sehingga sering terjadi konflik karena hewan tersebut mengambil hasil panen masyarakat sekitar.

Tercatat hingga saat ini, habitat orang utan tapanuli telah terfragmentasi oleh berbagai aktivitas manusia. Pertumbuhan dan jangka melahirkannya pun juga menjadi semakin lambat karena terganggu.

Hal tersebut disebabkan oleh habitatnya yang digunakan oleh manusia hingga perusahaan. Inilah yang menjadi hambatan hingga berdampak pada ancaman tingkat kepunahan dari orang utan tapanuli atau Pongo tapanuliensis.

3. Siamang (Symphalangus Syndactylus)

Siamang atau Symphalangus syndactylus merupakan kera hitam yang hidup di atas pepohonan. Selain itu, kera hitam berbulu panjang ini mempunyai ciri lengan panjang dan juga tidak mempunyai ekor.

Siamang juga menjadi salah satu hewan endemik Pulau Sumatra, yaitu wilayah Aceh hingga Lampung. Menariknya, di wilayah Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara penyebutan siamang ini adalah dengan julukan 'imboh'.

Sebelumnya pemerintah Indonesia telah melakukan tindakan perlindungan satwa ini dari kepunahan dengan menerbitkan PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang lampirannya diperbarui melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018. Namun demikian, ternyata Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Mengacu dari aturan tersebut dinyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, hingga memperniagakan satwa yang dilindungi. Siamang atau Symphalangus syndactylus ini menjadi salah satu yang telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi.

4. Bekantan (Nasalis Larvatus)

Kemudian ada bekantan (Nasalis larvatus) yang menjadi satwa terancam punah dengan mayoritas berhabitat di wilayah Kalimantan. Bekantan tinggal di hutan mangrove, hutan riparian, hingga hutan rawa. Misalnya saja dapat ditemukan di wilayah Delta Berau.

Sayangnya, Delta Berau telah mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh ulah manusia. Berbagai macam limbah sawit, air asam tambang batu bara, tumpahan minyak kapal batu bara, hingga kapal motor para nelayan yang bermuara di sungai Berau menjadi deretan penyebabnya.

Bekantan (Nasalis larvatus) hidup dan berkembang biak di pulau-pulau kecil sekitar Delta Berau yang dikelilingi oleh perairan. Inilah yang membuat pelestarian habitat hidup bekantan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepunahan jangka panjang.

Oleh sebab itu, kerusakan habitat bekantan perlu diperbaiki dengan melakukan upaya restorasi. Berdasarkan Permenhut No P.48/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemulihan Ekosistem pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, restorasi ekosistem tidak hanya terbatas pada tindakan penanaman dan pembinaan habitat saja, tetapi juga pembinaan populasi, perlindungan, serta pengamanan.

5. Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus)

Saat ini gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) merupakan gajah Asia yang termasuk dalam daftar satwa dilindungi. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018.

Sementara itu, menurut Peraturan Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No 134 dan 266, gajah sumatra juga termasuk dalam daftar satwa langka dan dilindungi sejak masa pemerintahan Belanda.

Habitat gajah sumatra dapat dijumpai di wilayah Provinsi Lampung sampai Aceh. Diperkirakan populasinya saat ini hanya tersisa 642 jiwa yang tersebar di 16 kantong habitat yang kondisinya semakin mengkhawatirkan.

6. Banteng Jawa (Bos Javanicus)

Hewan yang mengalami ancaman kepunahan dan dilindungi selanjutnya adalah banteng jawa (Bos javanicus). Banteng Jawa merupakan mamalia terbesar kedua setelah badak jawa (Rhinocheros sondaicus) yang dapat dijumpai di sekitar wilayah Pulau Jawa.

Hingga saat ini jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 356 jiwa dan tersebar pada empat taman nasional di Pulau Jawa. Penyebab dari populasi banteng jawa yang terancam punah adalah kegiatan perburuan dan degradasi habitat yang dialami oleh hewan tersebut.

7. Anoa (Bubalus Depressicornis dan Bubalus Quarlesi)

Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus quarlesi) juga termasuk dalam satwa endemik yang dilindungi di Indonesia. Satwa jenis ini hanya dapat ditemukan di hutan-hutan daratan Pulau Sulawesi dan Buton. Populasi anoa semakin langka diakibatkan oleh berbagai aktivitas perburuan dan perusakan habitat mereka yang dilakukan oleh manusia.

Pemerintah Indonesia ternyata telah melakukan upaya penanganan melalui program konservasi ex-situ anoa sejak tahun 2011 yang diberi nama anoa Breeding Center (ABC). Program tersebut diinisiasi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara bersama dengan Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado. Bahkan peresmiannya dilakukan pada tanggal 5 Februari 2-15 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang saat itu masih menjabat.

Berdasarkan data tahun 2018, populasi Bubalus depressicornis hanya tersisa 21 ekor dan Bubalus guarlesi sejumlah 354 ekor. Selanjutnya, melalui program ABC tadi mampu menghasilkan setidaknya sembilan ekor anoa dan tiga ekor di antaranya merupakan hasil perkawinan alami.

8. Babirusa Maluku (Babyrousa Babyrussa)

Tidak hanya anoa, ada juga babirusa maluku atau Babyrousa babyrussa yang tergolong satwa terancam punah, sehingga masuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Babirusa maluku merupakan mamalia mirip babi hutan dan tergolong spesies endemik dengan penyebaran hanya dapat dijumpai di Pulau Buru dan Sula, Kepulauan Maluku.

Tercatat populasi dari babirusa maluku terus mengalami penurunan, sehingga IUCN (International Union for Conservation of Nature) mencantumkan spesies ini dalam daftar merah dengan kategori rentan. Hal tersebut membuat pemerintah Indonesia telah memasukkan spesies babirusa dalam spesies dilindungi semenjak Dierenbescherming Ordonantie pada tahun 1931. Bahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menjadikan spesies ini sebagai prioritas penting kedua setelah badak jawa (Rhinoceros sondaicus).

9. Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi)

Sebagai hewan yang menjadi inspirasi bagi lambang negara Republik Indonesia, ternyata elang jawa juga termasuk satwa yang terancam punah dan dilindungi. Hewan dengan nama Latin Nisaetus bartelsi ini merupakan spesies endemik Pulau Jawa dan telah ditetapkan sebagai satwa langka Indonesia sejak tahun 1993.

Selain itu, hewan ini juga dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2018. Tidak sampai di situ saja, International Union for Conservation of Nature (IUCN) juga memasukkannya dalam kategori genting atau endangered dalam Red List of Threatened Species.

Elang Jawa mengalami kelangkaan disebabkan terjadinya banyak kerusakan habitat alami, rendahnya tingkat reproduksi, hingga perburuan liar yang dilakukan oleh manusia secara terus-menerus. Menurut data Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati tahun 2018, populasi satwa elang jawa yang tersisa hanya ada sebanyak 113 ekor saja.

10. Elang Flores (Nisaetus Floris)

Tidak hanya elang jawa, ada juga elang flores yang masuk dalam daftar satwa terancam punah sekaligus dilindungi. Hewan dengan nama Latin Nisaetus floris ini menjadi satu-satunya elang yang mempunyai status kritis di Indonesia. Bahkan elang Flores juga termasuk dalam sepuluh jenis elang yang populasinya paling terancam di dunia.

Elang flores atau yang kerap dijuluki juga sebagai flores hawk-eagle merupakan salah satu jenis burung pemangsa atau raptor yang berasal di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sayangnya, saat ini jumlah populasinya cenderung terbatas, yaitu sekitar 11 ekor saja.

Populasi elang flores terancam dikarenakan hilangnya habitat akibat degradasi dan fragmentasi. Tak hanya itu, ternyata perburuan liar terhadap satwa ini juga marak dilakukan oleh manusia. Sebut saja menangkapnya dengan cara ditembak atau dijaring, kemudian diperjualbelikan hingga dijadikan sebagai hewan peliharaan.

11. Maleo (Macrocephalon Maleo)

Sementara itu, ada burung maleo atau Macrocephalon maleo yang ikut masuk di dalam daftar ini. Burung tersebut memiliki julukan berbeda untuk setiap daerah. Sebut saja ada yang menyebut senkawor di wilayah Minahasa, panua di Gorontalo, hingga molo di Sulawesi Tenggara.

Burung maleo dipilih menjadi inspirasi bagi identitas daerah dan kebanggaan masyarakat Sulawesi. Hal inilah yang membuatnya dijadikan sebagai inspirasi bagi logo lembaga maupun kabupaten setempat.

Namun demikian, ternyata burung maleo telah dilindungi sejak Pemerintahan Belanda. Hal ini seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018. Ditetapkan bahwa burung merupakan satwa yang harus dilindungi.

Kemudian, berdasarkan asesmen tahun 2016 oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), burung maleo juga ditetapkan dalam daftar merah dengan kategori endangered. Tidak sampai di situ saja, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) juga memasukkan burung maleo dalam Apendiks 1.

Burung maleo juga menjadi salah satu satwa yang terdampak oleh fragmentasi dari perubahan fungsi dan penggunaan kawasan hutan di Indonesia. Berbagai dampak tersebut mengakibatkan populasi burung ini terus mengalami penurunan.

12. Landak Jawa (Hystrix javanica)

Hewan terancam punah selanjutnya yang perlu untuk dikenali secara lebih dekat oleh masyarakat adalah landak jawa. Hewan yang satu ini termasuk dalam satwa liar endemik Indonesia yang keberadaannya semakin berkurang. Bahkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan landak Jawa dalam status least concern karena populasinya yang sangat jarang dijumpai.

Landak jawa yang memiliki nama ilmiah hystrix javanica ini tidak hanya dapat dijumpai di Pulau Jawa saja, tetapi juga tersebar di wilayah Bali hingga Nusa Tenggara. Biasanya hewan ini memiliki ukuran tubuh antara 6-13 cm dengan ciri unik pada rambutnya yang memiliki dua tipe berbeda. Kedua tipe rambut yang dimaksud adalah rambut halus dan rambut yang mengeras atau berduri.

Kemudian landak jawa juga memiliki ciri khas yang ditandai dengan cincin berwarna hitam dan putih yang dapat dilihat pada bagian durinya. Bahkan setiap ekor landak jawa memiliki setidaknya lebih dari 30.000 duri di seluruh bagian tubuhnya.

Nah, demikianlah rangkuman mengenai daftar satwa yang terancam punah dan dilindungi di Indonesia. Mari bersama ikut berupaya melestarikan kekayaan flora maupun fauna di Indonesia, Dab.




(sto/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads