Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani Nur Achmad Affandi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Rp 18,7 miliar oleh Kejaksaan Tinggi DIY. Achmad diketahui menggunakan uang perusahaan untuk investasi emas.
Hal itu disampaikan Wakajati DIY Amiek Wulandari saat rilis kasus Kejati DIY pada Selasa, 28 Mei 2024, lalu. Dalam rilis itu, Achmad turut dihadirkan.
Dia terlihat mengenakan kemeja putih lengan panjang, celana hitam, dan wajahnya memakai masker. Pria berkacamata itu juga terlihat mengenakan rompi tahanan kejaksaan warna merah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama dihadirkan dalam rilis, Achmad berdiri membelakangi jaksa. Dia berdiri menghadap dinding yang berlogo Kejati DIY.
![]() |
Terbongkarnya Korupsi Rp 18,7 M di Taru Martani
Kasus korupsi dengan kerugian senilai Rp 18,7 miliar yang menjerat Dirut PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi, itu terbongkar dari hasil penyelidikan Kejati DIY. Setelah melalui serangkaian penyelidikan diketahui perbuatan itu dilakukan Nur Achmad sejak 2022-2023 menggunakan dana idle cash PT Taru Martani, yakni dana kas perusahaan yang belum dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembiayaan program.
"Tim penyidik Kejati DIY menaikkan status penyidikan dan melakukan penahan terhadap tersangka NAA (Nur Achmad Affandi). Tersangka melanggar tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi senilai Rp 18,7 miliar dan akan dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan mulai dari hari ini," jelas Wakil Kajati DIY Amiek Wulandari saat rilis kasus di Kantor Kejati DIY, Selasa (28/5).
Diketahui, pemakaian dana tersebut dilakukan secara berkala. Diawali pada 7 Oktober 2022 sebesar Rp 10 miliar, kemudian 20 Oktober 2022 Rp 5 miliar, 1 Desember 2022 Rp 2 miliar. Lalu 14 Desember 2022 sebesar Rp 500 juta dan 24 Maret 2023 Rp 1,8 miliar.
"Digunakan untuk perdagangan emas berjangka. Investasi pakai uang perusahaan tapi pakai rekening pribadi tapi keuntungan masuk rekening pribadi. Padahal pengelolaan perusahaan tidak boleh pakai rekening pribadi," jelas Amiek.
Aspidsus Kejati DIY Muhamad Ansar Wahyudin mengatakan tersangka bertindak seorang diri tanpa sepengetahuan Dewan Direksi dan tanpa melalui rapat RUPS. Kasus ini pun terbongkar saat Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIY melakukan pengawasan.
![]() |
Dari situ diketahui Nur Achmad menggunakan dana perusahaan sekitar Rp 18 miliar untuk investasi emas. Dia berdalih investasi ilegal ini dilakukan untuk memenuhi target pendapatan PT Taru Martani.
"Dewan Komisaris tidak mengetahui sama sekali. Penyidikan masih berjalan, sementara ini kita baru menemukan tersangka NAA untuk dijadikan dasar. Namun demikian setelah pengembangan dari penyidikan tersangka NAA jika ditemukan pihak lain pasti akan jadikan tersangka," ujar Ansar.
Ansar menuturkan, sejak awal niat Nur Achmad mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi. Dari total dana yang digunakan ada keuntungan Rp 7 miliar. Sebanyak Rp 1 miliar dimasukkan keuntungan pribadi dan sisanya diinvestasikan lagi.
Seiring waktu berjalan, investasi emas yang dilakoni tersangka mengalami kerugian. Terbukti dengan hasil penyidikan Kejati DIY terhadap akun investasi tersangka. Anggaran yang awalnya Rp 18 miliar hanya tersisa Rp 8 juta.
"Rp 17 miliar itu belum balik, hilang itu. Summary record tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun tersangka mengalami kerugian uang sudah tidak ada uang. Tersisa Rp 8 juta dan sudah kita tarik dan jadi barang bukti," jelasnya.
Atas perbuatannya, Nur Achmad dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18.
(ams/apl)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan