Sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Madah (UGM) menggelar aksi di Balairung. Dalam aksi yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional itu, mereka menyuarakan keluhan terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dianggap tak sesuai dengan kondisi mereka.
Koordinator Forum Advokasi UGM 2024, Rio Putra Dewanto mengungkapkan sudah melakukan survei terhadap 722 mahasiswa di UGM angkatan 2023. Dari survei itu, sebanyak 511 orang atau 70,7 persen merasa keberatan dengan UKT yang ditetapkan kampus.
"Dari 722 mahasiswa tadi, sebanyak 52,1 persen itu mengajukan peninjauan kembali. Ini ada indikasi sebenarnya UKT di Universitas Gadjah Mada itu belum optimal dalam penetapannya, karena teman-teman ini merasa keberatan bahkan sampai 70,7 persen. Apa itu angka yang optimal bagi Universitas Kerakyatan," ujar Rio di Balairung UGM, Sleman, Kamis (2/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rio menuturkan, berdasarkan survei, ratusan mahasiswa yang merasa kesulitan membayar UKT 2023 berusaha mencari solusi supaya mereka tetap menempuh kuliah. Alternatif yang mereka lakukan mulai meminjam uang hingga gadai barang.
"Dari temuan kami sebanyak 93 mahasiswa itu mendaftarkan ke beasiswa. Lalu sebanyak 65 mahasiswa itu terpaksa harus berutang atau pinjam terhadap keluarganya," katanya.
"Lalu 34 mahasiswa menjual atau menggadaikan kekayaan atau barang berharga atau sejenisnya," imbuhnya.
Keterlibatan Mahasiswa dalam Penyusunan UKT Dianggap Kurang
Selain itu, Rio berujar pihaknya menyoroti partisipasi mahasiswa yang dianggap masih kurang dalam penyusunan UKT. Dari 18 fakultas dan 1 sekolah vokasi di UGM, ada 2 fakultas yang tak melibatkan mahasiswa dalam verifikasi penetapan UKT.
Golongan di UKT di UGM ada lima. Pertama, golongan pendidikan unggul membayar 100 persen dari UKT, lalu golongan 75 persen subsidi, golongan 50 persen subsidi, golongan 25 persen subsidi, sama 100 persen subsidi.
"UKT itu mengacu sistem indeks kemampuan ekonomi dalam berjalannya tidak tahu, langsung keluar nominal," ujarnya.
Tanggapan Kampus
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni, Arie Sujito diketahui menemui mahasiswa yang menyuarakan keluhan mereka. Arie menuturkan bahwa setiap kebijakan terbuka atas kritik. Dia juga menyampaikan jika ada yang salah, harus dikoreksi berdasarkan data yang tepat.
"Misalnya ada contoh mahasiswa KIP atau UKT ini besarannya kok tidak sesuai, kalau ditemukan mahasiswa kaya merasa miskin (mendapat KIP) itu harus segera diproses dan harus segera diganti, harus ada tindakan, termasuk KIP," kata Arie.
(apu/ahr)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan