Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia DIY (PD FSP RTMM-SPSI DIY) meminta pemerintah untuk mengkaji Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Pasalnya, RPP tersebut mempengaruhi iklim industri rokok.
Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto mengatakan, bahwa pada momentum hari buruh internasional atau Mayday tahun ini tetap konsisten dalam advokasi industri hasil tembakau (IHT) sebagai sawah ladang mata pencaharian buruh pabrik rokok. Menurutnya, para pekerja sepakat advokasi IHT sangat penting untuk menjadi agenda prioritas.
"Karena demi menjaga keberlangsungan mata pencaharian utama para pekerja anggota PD FSP RTMM-SPSI DIY yang mayoritas bekerja di sektor pabrik rokok," katanya kepada wartawan, Rabu (1/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apalagi, saat ini PD FSP RTMM-SPSI DIY memiliki anggota sebanyak 5.250 orang pekerja di sektor industri hasil tembakau dan industri makanan-minuman yang berada di enam Pimpinan Unit Kerja (PUK) dan tersebar di Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Waljid mengungkapkan, bekerja pada IHT merupakan kebanggaan bagi anggotanya. Bukan tanpa alasan, semua itu karena merupakan sumber penghasilan yang halal dan legal.
"Dan mayoritas anggota kami yang bekerja di sektor SKT (Sigaret Kretek Tangan) adalah perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga," ujarnya.
Karena, fakta saat ini tidak dan/atau belum ada lapangan kerja yang mampu menyerap ribuan tenaga kerja dengan pendidikan terbatas selain IHT. Di sisi lain, mereka harus mendapat penghidupan yang layak.
"Tentunya para pekerja/buruh pabrik rokok perlu memperjuangkan hak-haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, yang selama ini terpenuhi dari bekerja di industri hasil tembakau yang menyerap ribuan tenaga kerja di DIY," ucapnya.
Oleh sebab itu, Waljid menilai peran pemerintah sangat penting demi keberlangsungan para pekerja rokok di DIY.
"Pemerintah untuk mengkaji ulang RPP kesehatan tentang penagamanan bahan yang mengandung zat adiktif pada tembakau, yang tidak mengakomodasi isu kesejahteraan dan hanya lebih melihat dari perspektif kesehatan tanpa mengindahkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat," ucapnya.
Padahal, industri tembakau memiliki kepentingan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya bagi ribuan pekerja/buruh pabrik rokok di DIY.
"Pemerintah juga diminta untuk mempertimbangkan kembali terkait kenaikan tahunan cukai hasil tembakau. Semua itu demi kelangsungan sawah ladang pekerja di industri hasil tembakau, yang banyak menyerap ribuan tenaga kerja," katanya.
Perlu diketahui, saat ini pemerintah tengah menggarap RPP Kesehatan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Saat ini proses pembentukan RPP ini sudah sampai tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam RPP Kesehatan ini, sejumlah pasal mengatur tentang produk-produk IHT seperti jumlah kemasan, gambar peringatan kesehatan, pembatasan kandungan tar dan nikotin, pelarangan bahan tambahan, pelarangan iklan dan pemajangan produk.
(apu/cln)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu