Respons MUI, PBNU dan PP Muhammadiyah soal Polemik Jemaah Aolia

Respons MUI, PBNU dan PP Muhammadiyah soal Polemik Jemaah Aolia

Kanavino Ahmad Rizqo, Tiara Aliya Azzahra, Tim detikJogja - detikJogja
Minggu, 07 Apr 2024 01:30 WIB
Suasana salat Id jemaah Aolia di Kabupaten Gunungkidul, Minggu (1/5/2022).
Ilustrasi. Suasana salat Id jemaah Aolia di Kabupaten Gunungkidul, Minggu (1/5/2022). Foto: dok. Istimewa
Jogja -

Jemaah Aolia di Gunungkidul menuai polemik. Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, hingga PP Muhammadiyah turut angkat bicara.

Untuk diketahui, jemaah Aolia di sudah melaksanakan Salat Idul Fitri 2024 pada Jumat (5/42024) kemarin. Sebelumnya, mereka mengawali puasa Ramadan pada Kamis 7 Maret 2024.

Selanjutnya, viral imam jemaah Aolia di Gunungkidul, KH Ibnu Hajar Pranolo atau yang kerap disapa Mbah Benu, bilang 'telepon Allah' terkait pelaksanaan Salat Idul Fitri. Mbah Benu sudah menyampaikan klarifikasi bahwa pernyataannya itu hanya istilah perjalanan spiritualnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski demikian, hal itu menuai polemik terutama di media sosial. MUI, PBNU, dan PP Muhammadiyah turut merespons.

MUI

Dilansir detikNews, Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menyoroti pernyataan salah satu jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, yang menetapkan 1 Syawal 1445 H pada Jumat (5/4) setelah menelepon Allah SWT. MUI menilai kasus yang terjadi di Gunungkidul itu sebuah kesalahan sehingga perlu diingatkan.

ADVERTISEMENT

"Kasus di sebuah komunitas di Gunungkidul itu jelas kesalahan, perlu diingatkan. Bisa jadi dia melakukannya karena ketidaktahuan, maka tugas kita memberi tahu, kalau dia lalai, diingatkan," kata Ketua MUI Asrorun Ni'am kepada wartawan, Sabtu (6/4/2024).

Ni'am bahkan memandang praktik agama tersebut bisa dikatakan menyimpang jika dilakukan dalam kondisi kesadaran penuh. Sehingga, kata dia, mengikuti praktik tersebut hukumnya haram.

"Kalau praktik keagamaan itu dilakukan dengan kesadaran dan menjadi keyakinan keagamaannya, maka itu termasuk pemahaman dan praktik keagamaan yang menyimpang, mengikutinya haram," ujarnya.

Ni'am menyampaikan puasa Ramadan termasuk dalam ibadah mahdlah. Penentuan awal dan akhir ibadah telah ditetapkan oleh syariah. Pelaksanaannya pun, jelas Ni'am, mesti berlandaskan ilmu agama serta keahlian.

"Tidak boleh hanya didasarkan pada kejahilan. ⁠Bagi yang tidak memiliki ilmu dan keahlian, wajib mengikuti yang punya ilmu dan keahlian. Tidak boleh menjalankan ibadah dengan mengikuti orang yang tak punya ilmu di bidangnya," tegasnya.

PBNU

Dilansir detikNews, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur buka suara terkait pernyataan salah satu jemaah Masjid Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, yang viral karena mengaku menelepon Allah SWT dalam menetapkan 1 Syawal 1445 Hijriah pada Jumat (5/4) kemarin. Gus Fahrur meminta jemaah tersebut tidak mempermainkan Islam.

"Fenomena kelompok masyarakat Aolia di Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta, yang berhari raya hari Jumat kemarin dengan dalih tokoh panutan mereka berbicara langsung dengan Allah SWT, ini sungguh memprihatinkan, harus dicegah dan tidak boleh terulang kembali," ujar Gus Fahrur dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).

Gus Fahrur mengajak setiap tokoh agama beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar. Dia meminta agar tidak ada yang mempermainkan ajaran Islam dan berdalih telah bicara dengan Allah SWT.

"Kita berharap semua umat Islam khususnya tokoh agama harus beribadah sesuai ajaran agama Islam yang benar, menggunakan ilmu dan akal sehatnya, tidak boleh mempermainkan ajaran agama Islam dan berdalih telah berbicara langsung dengan Gusti Allah SWT," katanya.

Gus Fahrur mengatakan agama adalah tuntunan dan ajaran yang berlaku untuk masyarakat umum. Karena itu, setiap orang tidak boleh mengaku asal-asalan.

"Maka tidak bisa seseorang secara asal-asalan ngaku sudah komunikasi langsung dengan Gusti Allah. Pengakuan semacam itu tidak sah dan tidak boleh dijadikan dasar tuntunan agama," ucapnya.

Dia menuturkan dasar ibadah dalam Islam harus sesuai tuntunan syariat yang dipahami dengan ilmu-ilmu standar ajaran agama Islam yang sudah jelas dalil-dalilnya dan garis-garisnya. Menurutnya, semua harus ilmiah, rasional dan dapat diuji keabsahannya oleh masyarakat umum. Dia pun mengimbau agar umat Muslim di Gunungkidul mengikuti anjuran ulama yang benar.

"Kepada saudara kita, masyarakat Muslim Panggang, Gunung Kidul, dihimbau untuk mengambil tuntunan agama Islam dari para ulama yang benar dan dapat menjelaskan dan dapat mempertanggungjawabkan ajarannya sesuai metode nalar syariat Islam yang sah, dan telah diterima oleh masyarakat dunia Islam secara luas," ucapnya.

"Tidak semestinya masyarakat gampang percaya pada siapa pun yang mengaku punya hubungan khusus dengan Gusti Allah tapi bertindak tanpa ilmu yang berkesesuaian dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam, karena Islam adalah agama yang dijalankan berdasarkan ilmu syariat," imbuhnya.

Gus Fahrur meminta masyarakat waspada dan jangan terkecoh dengan keanehan atau kesaktian. Sebab, orang yang mengaku bisa berkomunikasi dengan Allah SWT itu bukan berarti dia memiliki keistimewaan di hadapan Allah SWT.

"Orang yang dapat menghadirkan hal-hal ajaib sekalipun itu tidak berarti dia memiliki keistimewaan dihadapan Gusti Allah SWT. Karena tukang sulap dan tukang sihir juga bisa melakukannya. Hendaknya diwaspadai bahwa bangsa jin dan setan juga bisa datang kepada siapa pun, dan mengaku-ngaku sebagai gusti Allah atau malaikat untuk mengajak manusia kepada kesesatan," ucapnya.

Menurutnya, dengan adanya fenomena ini menjadi salah satu alasan pentingnya pemerintah penetapan awal Ramadan dan 1 Syawal. Hal ini bertujuan agar tidak terus menerus terjadi polemik di berbagai daerah ketika awal dan akhir Ramadan

"Ini mungkin bisa menjadi salah satu alasan untuk dibuat peraturan pemerintah tentang penetapan awal dan akhir Ramadan harus mengikuti keputusan pemerintah, sebagaimana dilakukan di semua negara muslim seluruh dunia," katanya.

Kembali ke pernyataan salah satu pimpinan jemaah Aolia, Gus Fahrur menilai pernyataan tersebut membingungkan. Pernyataan tersebut juga tidak bisa dikategorikan sebagai kebebasan berpendapat.

"Statement pimpinan jamaah seperti ini membingungkan masyarakat, suatu narasi yang tidak masuk dalam kategori kebebasan berpendapat. Karena sudah ada aturan-aturan baku dalam praktis beragama seperti hitungan jumlah hari puasa Ramadhan, dan tata cara penetapannya dalam Islam," tegasnya.

PP Muhammadiyah

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir angkat bicara soal polemik jemaah Aolia di Gunungkidul. Haedar mengimbau masyarakat mengedepankan toleransi.

"Di Gunungkidul dan di tempat lain juga ada yang berbeda, ya kita toleran saja terhadap perbedaan itu," kata Haedar saat diwawancarai wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Kota Jogja, Sabtu (6/4/2024).

Meski demikian, lanjutnya, jika ada perbedaan yang terlalu jauh dari dasar ketentuan maka perlu diajak dialog. Dialog bisa melibatkan tokoh setempat, pihak terkait, hingga ormas keagamaan.

"Dan kalau terlalu jauh dari dasar-dasar ketentuan ya nanti perlu diajak dialog, perlu diajak dialog," ujarnya.

"Kalau ada masalah entah itu menyangkut keagamaan, sosial, coba kedepankan dialog," lanjutnya.

Jemaah Aolia di Gunungkidul Sudah Salat Idul Fitri 2024

Untuk diketahui, jemaah Aolia di Gunungkidul sudah melaksanakan Salat Idul Fitri 2024, Jumat (5/4) kemarin. Lokasinya di aula rumah Imam jemaah masjid Aolia, KH Ibnu Hajar Pranolo di Padukuhan Panggang III, Kalurahan Giriharjo, Kapanewon Panggang.

Imam jemaah Aolia, KH Ibnu Hajar Pranolo atau akrab disapa Mbah Benu menerangkan jemaahnya di seluruh dunia melaksanakan Salat Id Jumat 5 April 2024. Adapun jumlah jemaahnya, Mbah Benu tidak bisa memperkirakan.

"Saya tidak bisa memperkirakan (jumlah jemaahnya di seluruh dunia). Di Kalimantan ada, di Papua ada, di Inggris ada, di Malaysia ada, di India ada," sebut Mbah Benu kepada wartawan saat ditemui di lokasi usai salat Id, Jumat (5/4).

"Tidak hanya di sini (jemaah masjid Aolia melaksanakan salat Idul Fitri), di mana-mana," sambungnya saat ditanya terkait adakah pelaksanaan Salat Id di luar Gunungkidul.

Terkait lebih awalnya pelaksanaan Salat Idul Fitri itu, Mbah Benu menerangkan sesuai dengan keyakinannya. Tidak ada metode penghitungan hari dan sebagainya.

"Sesuai keyakinan," jelasnya.

Pantauan detikJogja di lokasi, terdapat ratusan jemaah masjid Aolia yang melaksanakan Salat Id. Salat Idul Fitri jemaah Aolia di Padukuhan Panggang III dilaksanakan di masjid dan aula rumah Mbah Benu.

Klarifikasi Imam Jemaah Aolia soal Viral Bilang 'Telepon Allah'

Imam jemaah Aolia di Gunungkidul, KH Ibnu Hajar Pranolo atau yang kerap disapa Mbah Benu, viral bilang 'telepon Allah' terkait pelaksanaan Salat Idul Fitri. Mbah Benu menyampaikan klarifikasi bahwa pernyataannya itu hanya istilah perjalanan spiritualnya.

Video pernyataan Mbah Benu soal 'telepon Allah' viral di media sosial. Menjadi perbincangan di media sosial, Mbah Benu kemudian memberikan klarifikasinya.

"Terkait pernyataan saya tadi pagi (Jumat 5/4/2024) tentang istilah menelepon Gusti Allah Subhanahu Wa Ta'ala itu sebenarnya hanya istilah," kata Mbah Benu dalam video, dilihat detikJogja, Sabtu (6/4/2024). Video itu dibagikan pihak terkait kepada para wartawan.

Mbah Benu lalu melanjutkan, bahwa istilah tersebut adalah perjalanan spiritualnya selama ini dalam memeluk agama Islam.

"Dan yang sebenarnya adalah perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala," ujarnya.

Dalam video tersebut, Mbah Benu juga menyampaikan permintaan maaf jika kata-katanya sempat membuat suasana menjadi gaduh.

"Apabila pernyataan saya yang menyinggung atau tidak berkenan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak. Terima kasih," ucapnya.




(rih/rih)

Hide Ads