'Bos' Pungli Rutan KPK Disanksi Minta Maaf, Pukat UGM: Konsekuensi Logis UU KPK

'Bos' Pungli Rutan KPK Disanksi Minta Maaf, Pukat UGM: Konsekuensi Logis UU KPK

Jauh Hari Wawan S - detikJogja
Rabu, 27 Mar 2024 14:36 WIB
Kantor Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, 15 April 2020.
Kantor Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM. Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom
Jogja -

Plt Karutan KPK, Ristanta, dijatuhi sanksi berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK dengan hukuman meminta maaf secara terbuka. Merespons hal itu, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM mendorong agar proses disiplin segera dijalankan.

Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan sanksi permintaan maaf ini sudah sebagai sanksi paling berat yang bisa dijatuhkan oleh Dewas KPK.

"Sehingga problemnya memang bukan soal sanksinya ringan, yang dikritik adalah Perdewas-nya atau Peraturan Dewas-nya. Memang sistem di KPK itu ketika terjadi pungli atau gratifikasi di rutan itu tiga proses, etik, disiplin, dan pidana," kata Zaenur kepada wartawan, Rabu (27/3/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zaenur bilang, sanksi etik yang diterima Ristanta bisa dianggap ringan oleh masyarakat. Maka itu dia mendorong agar proses disiplin dijalankan, sehingga para pihak yang terlibat dalam pungli itu bisa diberhentikan.

"Masyarakat juga tahu itu (sanksi dirasa ringan). Dari sisi etik ini sangat problematik karena publik melihat ini sangat ringan. Sehingga yang harus dilakukan adalah untuk saat ini segera proses disiplin, berhentikan mereka semua yang terlibat," kata Zaenur.

ADVERTISEMENT

Menurut Zaenur, Dewas juga perlu meninjau peraturan Dewas tentang kode etik. "Dewas juga seharusnya dapat menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran kode etik berupa sanksi berat pemberhentian," ujarnya.

"Jadi tidak bisa hanya berupa permintaan maaf, tetapi memang itu akan complicated, karena pegawai KPK sekarang berstatus sebagai ASN. Kalau Dewas mengatur sanksi etik berupa pemberhentian, maka itu bisa tidak compatible dengan peraturan dispilin ASN-PNS. Sehingga ya itu konsekuensi logis Undang-Undang KPK yang menjadikan pegawai KPK sebagai ASN," sambung dia.

Oleh karena itu, Zaenur berharap agar UU KPK dikembalikan seperti sedia kala.

"Solusinya kembalikan Undang-Undang KPK seperti dulu. Kalau Dewas mau dipertahankan, dapat diberikan kewenangan untuk memberhentikan pimpinan atau pegawai yang terbukti melanggar etik," kata Zaenur.

Sanksi Berat ke 1 'Bos' Pungli Rutan KPK: Minta Maaf Terbuka

Dilansir detikNews, Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah menjatuhkan vonis etik kepada Plt Karutan KPK, Ristanta, dalam kasus pungli di Rutan KPK. Ristanta divonis sanksi berat.

"Menjatuhkan sanksi berat kepada Terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung," kata Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, dilansir detikNews, Rabu (27/3).

Tumpak mengatakan Ristanta telah terbukti secara meyakinkan melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021. Ristanta dinilai menyalahgunakan wewenang dan jabatan sebagai Plt Karutan KPK.

"Mengadili pertama menyatakan Terperiksa Ristanta telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan penyalahgunaan jabatan atau kewenangan yang dimiliki, termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan Komisi, baik dalam pelaksana tugas maupun kepentingan pribadi dan atau golongan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021," ujar Tumpak.

Dewas KPK juga merekomendasikan Ristanta untuk diproses secara disiplin kepegawaian.

"Merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada Terperiksa," katanya.




(dil/apl)

Hide Ads