Civitas akademika sejumlah kampus di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyampaikan kritik ke pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mulai dari civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Gadjah Mada (UGM), hingga Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA).
Petisi Bulaksumur
Civitas akademika UGM membuat Petisi Bulaksumur yang berisi kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, Rabu (31/1). Lewat petisi itu, mereka mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap telah keluar jalur.
Petisi itu dibacakan Prof Koentjoro di Balairung UGM dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM, Rabu (31/1). Acara itu dihadiri sejumlah guru besar UGM, dosen, dan mahasiswa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM)," kata Koentjoro saat membacakan petisi.
Petisi itu muncul setelah mencermati dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional selama beberapa waktu terakhir. Diketahui, pembacaan petisi di Balairung UGM itu tidak dihadiri Rektor UGM Ova Emilia.
Sekretaris UGM Andi Sandi mengatakan saat itu Rektor sedang ada agenda di Jakarta.
"Acara kemarin itu bukan Bu Rektor tidak ada, Bu Rektor itu ada agenda yang sudah jauh hari yang diminta untuk menghadiri Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) di Jakarta," kata Andi Sandi kepada wartawan, Jumat (2/2/2024).
Rektorat UGM menegaskan Petisi Bulaksumur tidak mewakili UGM sebagai institusi. UGM dalam posisi netral. "Karena prosesnya begitu cepat dan ini bermula dari elemen-elemen di UGM ya, kita mewadahi aspirasi dan kegundahan teman-teman," ucapnya.
"Secara formal itu belum ada dibahas di kelembagaan. Tetapi kalau dikatakan apakah ini UGM lepas tangan, tidak, wong ini elemen kami kok," tegasnya.
Pernyataan 'Indonesia Darurat Kenegarawanan'
Setelah UGM, giliran civitas akademika dari UII Jogja. Mereka menyuarakan kritik melalui pernyataan sikap 'Indonesia Darurat Kenegarawanan' pada Kamis (1/2).
Kritikan mereka berisi tentang kondisi pemerintahan Presiden Jokowi yang dianggap menyalahgunakan wewenang jelang Pemilu 2024.
Diikuti oleh pimpinan universitas, guru besar, dosen, yayasan, mahasiswa, dan alumni, pernyataan sikap itu dibacakan oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid di kampus terpadu UII, Jalan Kaliurang Km 14,5, Sleman.
Dalam pernyataan sikap itu disebutkan, dua pekan menjelang Pemilu 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.
"Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran," bunyi pernyataan sikap yang dibacakan Fathul.
Disebutkan, kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Jokowi. Menurut mereka, indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023.
"Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu," katanya.
Situasi tersebut, lanjut Fathul, menjadi bukti bahwa Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.
"Perlu dipahami, pernyataan sikap ini sama sekali tidak partisan. Ini betul-betul murni seruan moral anak bangsa yang tersadarkan bahwa bangsa Indonesia, negara Indonesia masih mempunyai daftar PR yang sangat-sangat banyak," kata Fathul, Kamis (1/2).
Pernyataan sikap Forum Rektor Muhammadiyah dan Aisyiyah di halaman selanjutnya.
Sikap Forum Rektor Muhammadiyah dan Aisyiyah
Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) juga mengeluarkan pernyataan sikap jelang Pemilu 2024.
Ketua Umum Forum Rektor PTMA, Prof Gunawan Budiyanto mengatakan menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, rakyat Indonesia disajikan berbagai perilaku elite politik yang tuna etika dan jauh dari nilai-nilai keadaban luhur.
"Kelompok kritis dan oposisi pun disingkirkan satu per satu dengan menggunakan produk hukum bernama UU ITE dan KUHP, praktik kebebasan sipil dikebiri atas dalih stabilitas, KPK pun diperlemah melalui revisi UU KPK," kata Gunawan kepada wartawan di Kampus UMY, Kasihan, Bantul, Jumat (2/2/2024).
"Proses pembuatan sejumlah kebijakan dilaksanakan tanpa melibatkan publik secara luas seperti yang terjadi pada UU Omnibuslaw Cipta Kerja, UU Omnibuslaw Kesehatan, dan UU Ibu Kota Negara (IKN)," sambung dia.
Gunawan berujar, 14 Februari 2024 harus menjadi momentum untuk melakukan kontrak politik baru antara rakyat dengan calon pemimpin atau elit politik baru. Caranya, dengan memilih calon pemimpin yang diyakini akan mampu membawa Indonesia menjadi negara yang bermartabat.
"Atas dasar itu Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah menyatakan sikap. Pertama, Forum Rektor PTMA dengan melibatkan civitas akademika seluruh kampus PTMA akan melakukan pengawalan sekaligus pengawasan terhadap jalannya proses masa kampanye pemilu hingga penghitungan dan penetapan suara di KPU. Sehingga memastikan pemilu terbebas dari berbagai tindakan pelanggaran maupun kecurangan," ujarnya.
Forum Rektor PTMA juga menyerukan kepada penyelenggara pemilu, baik KPU dan Bawaslu hingga jajarannya di tingkat TPS untuk menjaga integritas dan netralitas para petugasnya.
"Menyerukan kepada warga Muhammadiyah, terutama mahasiswa, dosen, dan karyawan di lingkungan PTMA untuk menjadi pengawas independen di masing-masing TPS dan melaporkan kepada pengawas TPS dan Bawaslu jika terjadi pelanggaran dan kecurangan," ucap Gunawan.
Poin keempat, Forum Rektor PTMA meminta semua aparat kepolisian, militer, dan ASN bersikap netral selama Pemilu 2024. Poin kelima, meminta pejabat negara hingga kepala daerah agar bersikap proporsional dan mengutamakan etika selama pemilu.
Forum Rektor PTMA juga mengajak masyarakat memilih pemimpin yang memiliki komitmen kuat dalam pembuatan kebijakan yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dan mengedepankan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat.
Forum Rektor PTMA juga mengajak memilih pemimpin yang peduli terhadap kemajuan pendidikan, berkomitmen memberantas korupsi, dan menjamin kebebasan berpendapat.
Respons Jokowi dan Gubernur DIY
Dilansir detikJateng, Jokowi menanggapi munculnya Petisi Bulaksumur yang dikeluarkan oleh sivitas akademika UGM. Jokowi menyebut hal itu merupakan hak demokrasi.
"Itu hak demokrasi," kata Jokowi kepada wartawan saat dimintai tanggapan soal Petisi Bulaksumur, di Pasar Kota Wonogiri, Kamis (1/2).
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB X) juga mengatakan bahwa kritik merupakan hak warga negara untuk memberikan aspirasi, termasuk civitas akademika.
"Ya ndak apa-apa wong itu urusan akademisi, jangan tanya saya, itu kan otonom. Otonom ya terserah aja, aspirasi kok, demokratisasi kok," jelas Sultan saat ditemui wartawan di kantornya, kompleks Kepatihan, Kota Jogja, Jumat (2/2/2024).
"Nggak apa-apa, sekarang hanya bagaimana pemerintah menanggapi aja, seperti itu saja. Nggak usah takut," ujar Sultan.
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan