Bawaslu DIY Soroti Pentas Jathilan Jadi Kampanye Terselubung Caleg

Bawaslu DIY Soroti Pentas Jathilan Jadi Kampanye Terselubung Caleg

Adji G Rinepta - detikJogja
Kamis, 01 Feb 2024 15:53 WIB
Logo Bawaslu, gedung Bawaslu, ilustrasi gedung Bawaslu
Foto: Ilustrasi Bawaslu DIY temukan pentas jathilan jadi kampanye terselubung caleg (Zunita Putri/detikcom)
Jogja -

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY menyebut, pentas jathilan kerap kali digunakan sebagai sarana kampanye terselubung calon legislatif untuk menarik simpati dari warga. Bawaslu DIY menduga banyak pelanggaran kampanye yang menggunakan pentas jathilan.

"Itu sangat masif, di banyak tempat terjadi. Di Jogja, Bantul ada, di mana-mana ada kalau itu. Tidak ada izin berkampanye," terang Ketua Bawaslu DIY, Mohammad Najib saat dihubungi wartawan, Kamis (1/2/2024).

Najib menjelaskan yang kerap ditemui dalam pentas Jathilan, para caleg tak mengantongi Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). STTP sendiri menjadi salah satu syarat sebelum pelaksanaan kampanye oleh peserta Pemilu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya aktivitas yang digunakan untuk kampanye terselubung. Ada kegiatan yang tidak ada STTP-nya, namun di situ ada caleg, aktivis parpol tim pemenangan, yang mencoba menggunakan kegiatan tersebut untuk kampanye," jelas Najib.

"Kemarin yang sempat merebak dalam bentuk jathilan. Itu modus untuk mencari simpati kan, dia (penyelenggara) tidak mengurus izin kampanye, tapi pasang banner dan ada calon legislatif yang dihadirkan di situ misalnya," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Sebenarnya, lanjut Najib, dalam undang-undang Pemilu memang disebutkan ada kampanye bentuk lain, termasuk melibatkan seni budaya. Namun peserta pemilu harus mengantongi STTP sebelumnya.

Selain itu, menurutnya, Bawaslu DIY juga kerap menjumpai indikasi bentuk pelanggaran lain selama masa kampanye terbuka, yakni berkaitan dengan pembagian doorprize dan tebus murah. Namun, ia mengakui jika regulasi tidak cukup mengatur hal tersebut.

"Indikasi (pelanggaran) yang banyak dilakukan kaitannya dengan pembagian doorprize atau tebus murah, ini memang regulasi tidak cukup mengatur itu namun kami melihat dari sisi kewajaran," jelas Najib.

"Kami menyarankan diskon atau potongan itu maksimal adalah 50 persen. Ini karena arahan dari Ketua Bawaslu RI, tidak ada sandaran hukumnya. Tapi diskresi yang disampaikan ketua Bawaslu RI adalah ya itu wajar kalau maksimal marginnya adalah 50 persen," lanjutnya.

Najib mengatakan jika pihaknya akan menginstruksikan untuk menghentikan jika di lapangan ditemui tebus murah yang potongan harganya lebih dari 50 persen.

"Alhamdulillah beberapa di antaranya berhasil kami cegah, termasuk untuk tidak membagikan sembako di agenda kampanye," terang Najib.

"Termasuk pembagian hadiah ya. Hadiah misalnya doorprize, maka regulasi lama merekomendasi maksimal Rp 1 juta. Sementara regulasi baru tidak mengatur itu tapi karena kita mencoba progresif maka kita upayakan untuk membatasi agar tidak jor-joran di lapangan terkait pembagian doorprize dengan nilai yang spektakuler," paparnya.

Lebih lanjut menurut Najib, sampai sejauh ini belum ada pelanggaran dari peserta Pemilu yang sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu DIY. Bawaslu DIY lebih menekankan ke pengawas Pemilu untuk melakukan pencegahan.

"Sejauh ini, tidak yang sampai diproses. Karena memang sudah dimitigasi sebelumnya," jelasnya.

"Apabila mereka bersedia, tidak melakukan, mengurungkan niatnya (melakukan indikasi pelanggaran) ya tidak kami tindak lanjuti. Kecuali kalau dicegah, tapi tetap jalan terus maka kita akan upayakan untuk penindakan," pungkasnya.




(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads