Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyebut terdapat kasus COVID-19 di Kabupaten Bantul. Namun menurutnya, yang menginfeksi warga bukan COVID varian baru Eris EG.5.
"Sepertinya memang di Bantul ada, tapi kan di Bantul itu kepanjangan dari COVID-19 yang lalu (varian lama) ya, bukan yang terbaru yang sekarang (Eris EG.5)," ungkap Sultan saat ditemui wartawan di kantornya, Jumat (15/12/2023).
Seperti diketahui, kasus COVID-19 di Indonesia kembali meningkat dan varian Eris EG.5 disinyalir menjadi biang kerok naiknya gelombang COVID-19 kali ini. Guna menanggulangi masuknya varian baru ini ke DIY, Sultan pun membeberkan kuncinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana kita (Pemda DIY) membangun komunikasi sama pemerintah pusat terhadap kemungkinan virus baru itu. Kita juga memberikan report dalam perkembangan tapi juga bagaimana komunikasi ini bisa dibangun karena Jakarta (Pemerintah pusat) bicaranya seluruh Indonesia," papar Sultan.
Terlebih, sebentar lagi akan memasuki periode libur Natal dan tahun baru (Nataru) yang mana DIY akan kedatangan banyak wisatawan dari luar DIY. Sultan meminta warga Jogja untuk melengkapi vaksinnya. Sultan berharap tak ada kasus varian Eris EG.5 di DIY.
"Kita memang nggak bisa menghalangi ya, ya yang penting bagi mereka yang baru (vaksin) satu, dua kali mbok jadi (vaksin) tiga kali. Ya karena rata-rata ya mereka baru dua kali yang seperti Jakarta itu untuk memenuhi yang ketiga kalinya," jelanya.
"Tapi beberapa negara ini (kasus COVID-19) juga naik, Jogja belum ya semoga nggak lah, belum ada yang positif untuk itu (varian Eris EG.5) semoga nggak ada," tutur Sultan.
Sebelumnya, dikutip dari detikHealth, Varian Eris EG.5 disebut-sebut menjadi biang kerok gelombang COVID-19 kali ini. Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus spesialis paru RS Persahabatan dr Erlina Burhan, SpP(K) menyebut, varian ini sebenarnya terpantau tak memicu gejala lebih berat dibandingkan subvarian Omicron yang merebak sebelumnya.
"Gejalanya tidak berat. Kalaupun dirawat, karena komorbid (pasien) ada komorbidnya. Kalau asma menjadi mengi, tensi naik, sehingga dirawat karena komorbid," ungkap dr Erlina dalam konferensi pers, Rabu (8/12) dikutip dari detikHealth.
"EG.5 sudah ditemukan di Indonesia sejak Juli, bahkan angkanya hampir menyentuh 20 persen saat variannya adalah EG.5. Tapi kan gejalanya ringan-ringan saja, tidak ada lonjakan kasus, lonjakan perawatan di rumah sakit," imbuhnya.
Seraya ia menambahkan, kenaikan COVID-19 di RI kali ini mungkin dipicu oleh penerapan prokes yang melonggar, mobilitas masyarakat yang meningkat, serta imunitas yang menurun lantaran proteksi vaksin COVID-19 menurun dengan sendirinya dalam waktu 6-12 bulan pasca suntikanterakhir.
(apu/ams)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa