Manajemen Arema FC membuka opsi untuk membubarkan klub karena berbagai pertimbangan. Salah satunya karena gelombang persoalan yang datang bertubi-tubi.
Terakhir kali, aksi demo Aremania di Kandang Singa, kantor Arema FC berujung kericuhan. Manajemen Arema FC pun menjadikan faktor keberadaan sebagai pertimbangan. Bila keberadaan Arema FC justru membuat situasi Malang tidak kondusif, manajemen tak segan untuk membubarkan klub.
Komisaris PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (PT AABBI) Tatang Dwi Arfianto mengatakan, direksi dan manajemen langsung berkumpul pasca-kericuhan kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tatang mengatakan manajemen memikirkan banyak masyarakat Malang yang hidup dari sepakbola. Seperti UMKM, pedagang kaki lima, hingga usaha kecil lainnya.
Hal itu, kata dia, akan dipertimbangkan lagi bila memang keberadaan Arema FC justru mengganggu kondusifitas yang ada di Malang.
Dengan demikian faktor utama yang menjadi pertimbangan manajemen untuk membubarkan klub adalah kondusifitas di Malang terkait eksistensi atau keberadaan Arema FC.
"Tapi jika dirasa Arema FC ini dianggap mengganggu kondusifitas, tentu ada pertimbangan tersendiri terkait eksistensinya atau seperti apa tapi kami tetap menyerahkan kepada banyak pihak," ujar Tatang, Senin (30/1/2023).
Menurutnya, berbagai cara sudah ditempuh dengan segala upaya pasca-Tragedi Kanjuruhan. Salah satunya membuka crisis center untuk membantu penanganan korban.
Tidak hanya itu, Arema FC masih harus menghadapi proses dan gugatan hukum serta menjaga eksistensi klub agar bisa tetap menjalani kompetisi Liga 1.
Selain itu Arema FC juga tak bisa lolos dari jerat sanksi dan denda yang diberikan oleh federasi sepakbola Tanah Air.
"Kami sangat memahami duka yang berkepanjangan. Kami akan terus berusaha dan berupaya agar situasi ini kembali normal," ujarnya.
Sadar dampak kericuhan tak sebanding dengan Tragedi Kanjuruhan. Baca di halaman selanjutnya.