Tragedi Kanjuruhan: KontraS Sorot Bohong soal Miras hingga Intimidasi Polisi

Tragedi Kanjuruhan: KontraS Sorot Bohong soal Miras hingga Intimidasi Polisi

Tim detikJatim - detikJatim
Kamis, 13 Okt 2022 19:22 WIB
Gas Air Mata Tragedi Kanjuruhan: Aturan FIFA dan Penjelasan Polisi
Gas air mata di Tragedi Kanjuruhan (Foto: AP/Yudha Prabowo)
Malang -

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) blak-blakan menyoroti peran polisi di Tragedi Kanjuruhan. KontraS menerima laporan soal intimidasi yang dilakukan polisi hingga kebohongan temuan miras.

Pertama, KontraS menyoroti klaim polisi soal temuan puluhan botol minuman keras (miras) di Stadion Kanjuruhan. Belakangan terungkap, botol-botol itu ternyata bukan berisi miras, melainkan cairan untuk mengobati hewan ternak yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).

KontraS pun mempertanyakan pernyataan polisi yang menyebut botol-botol itu adalah miras. KontraS pun tak segan mencap polisi telah melakukan pembohongan publik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Klaim polisi bahwa sejumlah penonton mabuk dan ditemukan alkohol itu adalah kebohongan publik!" tegas Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan saat diwawancarai awak media di Malang, Kamis (13/10/2022).

Ia menambahkan, sudah ada aturan yang tegas terkait larangan membawa miras ke dalam Stadion Kanjuruhan. Bahkan, tidak hanya miras. Semua botol berbahan kaca tidak boleh masuk ke stadion. Saat laga Arema FC vs Persebaya, beberapa penonton mengaku tetap diperiksa secara ketat di pintu stadion guna memastikan tak ada yang membawa botol beling.

ADVERTISEMENT

"Yang bisa masuk hanya botol plastik, kalaupun di dalamnya diganti dengan alkohol, protapnya itu sudah benar, semua minuman yang dibawa itu harus dicium dulu," kata Andy.

"Selain itu, di setiap pintu ada 3 personel dari steward, polisi, dan TNI. Artinya, kontrol pengamanan penuh bisa dikendalikan oleh personel polisi yang bertanggung jawab di situ," sambungnya.

KontraS Juga Soroti Penggunaan Gas Air Mata

Sorotan kedua yang dilontarkan KontraS yakni soal gas air mata. Andy menyebut pihaknya juga ikut mencari tahu soal gas air mata ini. Menurutnya, gas air mata punya peran besar di Kanjuruhan. Gas air mata yang ditembakkan aparat menjadi pemicu banyaknya korban meninggal dunia.

"Gas air mata yang digunakan oleh Brimob, dari temuan ini, kami menyimpulkan adalah penyebab utama dari kericuhan penonton yang menimbulkan kematian," ujar Andy.

Andy mendesak polisi agar tidak terburu-buru membuat kesimpulan. "Saya kira polisi tidak bisa terburu-buru menyimpulkan bahwa penyebab kematian itu karena himpitan dan berdesak-desakan," sambungnya.

KontraS juga sedang mencari tahu kandungan gas air mata yang ditembakkan polisi saat Tragedi Kanjuruhan. KontraS menggandeng sejumlah ahli untuk menguji kandungan gas air mata itu ke laboratorium.

"Iya, menuju ke sana (melakukan uji lab), kita bekerja sama dengan beberapa teman yang mempunyai keahlian itu (melakukan pemeriksaan kandungan gas air mata)," tegasnya.

KontraS ungkap upaya intimidasi yang dilakukan polisi pada keluarga korban. Baca halaman selanjutnya!

Ia mengatakan bahwa sejumlah selongsong peluru yang ditemukan menunjukkan bahwa gas air mata itu telah kedaluwarsa. Dikatakan Andy, berdasarkan informasi yang didapat dari sejumlah ahli, gas air mata yang digunakan saat itu berbahaya.

"Itu kedaluwarsa, ada expired 2017. Beberapa ahli memberikan informasi kepada kami bahwa itu mematikan, sesuai dengan tanda yang melekat pada tanda itu, tapi kajian soal ini masih belum selesai, kita masih teliti dulu," terangnya.

Sejauh ini pihaknya telah menemukan sejumlah peluru gas air mata dengan ciri-ciri yang berbeda seperti keterangan dan warna. Satu selongsong peluru gas air mata yang ditemukan KontraS juga sudah diberikan kepada Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

"Sejumlah selongsong peluru kita temukan, sebagian ada data dan sebagian tidak (keterangan pada selongsong). Yang kita temukan itu ada warna hijau dan kuning. Beberapa waktu lalu juga sudah kita serahkan ke TGIPF satu, sisanya sekitar 5 atau 6 belum," kata dia.

KontraS Terima Laporan Adanya Upaya Intimidasi Polisi

Sementara itu, sorotan terakhir soal laporan intimidasi yang dilakukan polisi pada keluarga korban meninggal. Laporan itu diterima dari salah satu keluarga korban meninggal.

"Ada satu keluarga korban meninggal (Tragedi Kanjuruhan) yang melapor ke kita," ujarnya saat diwawancarai awak media di Malang, Kamis (13/10/2022).

Andy mengatakan, ada satu keluarga korban yang didatangi dan ditelepon polisi. Mereka disarankan untuk tidak mengambil jalur hukum terkait permasalahan Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022.

"Jadi ada satu keluarga yang didatangi sama satu petugas kepolisian berseragam. Saat itu pihak polisi yang datang pada intinya mengatakan agar keluarga korban tidak mengambil jalur hukum. Ada juga perwira polisi yang menelepon," ungkapnya.

"Kami mendapatkan informasi bahwa aparat kepolisian, terutama Polres Malang itu mengunjungi sejumlah keluarga korban untuk mendorong keluarga korban tidak melakukan upaya hukum terkait peristiwa ini. Buat kami itu adalah bentuk intimidasi," kata Andy.

Menurut Andy, meski dalam penyampaiannya tidak ada kata-kata intimidatif, apa yang dilakukan polisi itu dianggap sebagai salah satu upaya intimidasi terhadap korban Tragedi Kanjuruhan.

"Ya, walaupun tidak ada kata-kata yang intimidatif, tapi ketika personel polisi datang ke rumah dan kemudian menyampaikan agar keluarga korban tidak mengambil upaya hukum itu sudah termasuk upaya intimidasi. Itu termasuk upaya menakut-nakuti," terangnya.

Dalam kesempatan ini, KontraS meminta polisi tidak melakukan intimidasi terhadap keluarga maupun korban Tragedi Kanjuruhan.

"Kami minta agar polisi berhenti melakukan itu, sebelum menimbulkan kesalahpahaman terhadap keluarga korban (Tragedi Kanjuruhan)," ujar Andy.

Halaman 2 dari 2
(hil/dte)


Hide Ads