Inovasi ini diklaim mampu memudahkan pemantauan ekosistem lingkungan hutan mangrove atau bakau di pesisir pantai. Inovasi ini berhasil menyabet medali emas di ajang Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI) yang diikuti pelajar SMA/SMK se-Indonesia.
Salah satu anggota tim M. Fikri Alfaraby mengatakan, pembuatan aplikasi pemeliharaan lingkungan pesisir ini terinspirasi dari mulai rusaknya ekosistem pesisir pantai di beberapa daerah di Indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh, Indonesia memiliki luasan hutan mangrove terbesar di Asia, dengan jumlah 3,5 juta hektare lahan, tetapi dari jumlah itu, 30 persen di antaranya rusak.
"Karena masyarakatnya masih belum memaksimalkan potensi dari tanaman mangrove ini. Jadi mereka lebih memilih untuk merusak tanaman mangrove, dibanding memanfaatkannya. Jadi mengalihkan menjadi pertambakan, perindustrian dan sebagainya," ucap Fikri ditemui detikJatim, Senin (9/10/2023).
Berangkat dari sana, pelajar kelas 12 dan kedua temannya ini melakukan penelitian dan pembuatan peralatan serta aplikasi berbasis IoT, untuk pengaturan ekosistem mangrove selama dua bulan.
Penelitian dilakukan sejak Juni dan dikembangkan pada Juli ini mengikuti lomba Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI). Ajang yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini juga diikuti 300 lebih pelajar di seluruh Indonesia.
"Aplikasi Manggrow ini dapat memfasilitasi masyarakat melestarikan lingkungan berbasis teknologi. Di mana aplikasi ini menjadi penghubung antara masyarakat, pegiat lingkungan, serta petani untuk merehabilitasi tanaman mangrove," paparnya.
Masyarakat juga hanya perlu mengawasi pepohonan mangrove yang sudah ditanam dari jarak jauh. Hal ini memungkinkan dilakukan, karena aplikasi dan sistem kerjanya berbasis teknologi Internet of Things (IoT), sehingga bisa dikontrol jarak jauh tanpa mendatangi lokasinya.
Apalagi, aplikasi ini mampu membaca segala hal mengenai kondisi tanaman mangrove dan sekitarnya, dengan basis sensor yang diletakkan di sekitar tanaman mangrove, mulai dari kelembapan tanah, kelembapan udara, cahaya, progres penanamannya dari pembibitan, perawatan, penanaman, hingga lokasi mangrove ditanam.
"Alat IoT akan memunculkan sebuah data-data seperti suhu, temperatur, PH air, kelembapan dan lain sebagainya. Untuk nantinya masyarakat atau pengguna kita bisa melihat data-data tersebut dan memonitoring pertumbuhan mangrove mereka," tuturnya.
Fikri menyebut, pada aplikasi ini, masyarakat bisa berdonasi untuk program pelestarian lingkungan mangrove, yang dikembangkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun pegiat lingkungan pesisir lainnya.
Kemudian, nantinya pengguna aplikasi akan mendapat sertifikat resmi sebagai bukti bahwa mereka telah menanam mangrove.
"Kemudian di aplikasi kita juga akan disertakan dokumen penanaman, dan sebagainya. Kemudian nanti ada rangking, reward poin. Nanti pengguna dapat berkompetisi dengan pengguna lainnya untuk menanam atau melestarikan mangrove," terangnya.
Saat ini, aplikasi ini tengah dikembangkan dari prototipe menjadi lebih nyata untuk sistem konservasi mangrove. Pihaknya berupaya bekerja sama dengan Clungup Mangrove Conversation (CMC) yang ada di kawasan konservasi Cagar Pulau Sempu.
"Kita masih masih bekerja sama dengan CLC Mangrove Conservation di wilayah Malang untuk menerapkan aplikasi kita. Masih dalam proses penerapan memang, tugas kita untuk memastikan bahwa alat yang kita buat berjalan. Jadi memang dalam proses pengembangan," paparnya.
Fikri juga masih menyiasati supaya biaya pemeliharaan dan pembuatan aplikasi dan implementasi ini lebih terjangkau di masyarakat. Sebab, secara perhitungan, setidaknya biaya penelitian pengembangan hingga produksi ini memakan Rp 131 juta, untuk empat kuarter dan satu tahun.
"Yang paling mahal untuk R&D, Reseacrh and Development atau pengembangan. Kita juga akan building developer aplikasinya, kemudian akan memperluas sensor kita, sehingga bisa menjangkau luas wilayah di area penanamannya," ungkapnya.
Berkat aplikasi inovasi pemeliharaan ekosistem pesisir pantai ini, para pelajar SMK Telkom berhasil menjadi juara 1 Festival Inovasi dan Kewirausahaan Siswa Indonesia (FIKSI).
Fikri dan dua rekannya di bawah bimbingan pengajar Muhammad Arifin mampu mengalahkan lebih dari 300 tim peserta dalam tiga tahapan, hingga akhirnya melaju di babak final yang diikuti oleh enam tim peserta.
"Dari sekitar 340 peserta itu kita lolos ke final, jadi tiga tahapan sebelum ke final. Di final karena kategori kita teknologi digital, lawannya ada enam tim peserta. Alhamdulillah dapat juara satu," katanya.
Saat ini, ia berharap, aplikasi ini bisa dilirik oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) untuk diproduksi secara massal dan didistribusikan di beberapa wilayah yang ekosistem mangrove-nya rawan alami kerusakan.
"Kita ingin bekerja sama dengan pemerintah lingkungan hidup dan kehutanan untuk mendistribusikan aplikasi kita kedepannya ke seluruh indonesia. Kita juga sudah siap penguat jaringan untuk area-area pesisir yang susah sinyal, karena memang alat ini perlu pengembangan dan penguatan sensor tadi," tukasnya.
(hil/fat)