Komplotan pemain solar bersubsidi di Mojokerto diadili. Para pelaku masing-masing dituntut 5-10 bulan penjara dan denda Rp 10 juta.
Komplotan pemain solar bersubsidi ini berjumlah 4 orang. Yaitu Nyoman Bagus Sutarjono (33), warga Desa Kedungturi, Taman, Sidoarjo dan Merta Anindyajeng (31), warga Dusun Kedawang, Desa Karangkedawang, Sooko, Mojokerto.
Kemudian Abd Basid (36), warga Desa Togubang, Geger, Bangkalan, Madura dan Imam Hanafi (30), warga Dusun Sembujo, Desa Budugsidorejo, Sumobito, Jombang.
Komplotan ini menjalani sidang tuntutan di Ruangan Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto. Jalannya sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ida Ayu Sri Adriyanthi. Sedangkan tuntutan terhadap keempat terdakwa dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riska Apriliana.
Kasipidum Kejaksaan Negeri Kota Mojokerto Anton Zulkarnain menjelaskan jaksa menilai Nyoman dan kawan-kawannya terbukti melakukan tindak pidana Pasal 55 UU 22/2001 tentang Migas.
Regulasi itu sebagaimana diubah ketentuannya dalam Paragraf 5 ESDM Pasal 40 angka 9 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Yaitu bersama-sama menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan pemerintah. Dalam perkara ini, Nyoman dituntut paling berat.
"Terdakwa Nyoman dituntut 8 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 4 bulan kurungan. Tiga terdakwa lainnya masing-masing dituntut 5 bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan," jelasnya kepada detikJatim, Selasa (18/11/2025).
Selain fakta-fakta persidangan, lanjut Anton, tuntutan tersebut juga menimbang keadaan yang meringankan dan memberatkan para terdakwa. Keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan mereka meresahkan dan merugikan masyarakat, serta dapat merusak iklim usaha yang sehat.
"Hal-hal yang meringankan, para terdakwa tulang punggung keluarga, mereka menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi, bersikap sopan dalam persidangan, serta belum pernah dihukum," tegasnya.
Melansir dari materi dakwaan, bisnis penyelewengan solar bersubsidi ini diotaki Nyoman dan Merta. Mereka sepakat membeli solar bersubsidi dari SPBU untuk dijual ke industri. Nyoman pun mentransfer modal Rp 17 juta kepada Merta pada awal Juli 2025.
Target mereka mengumpulkan 2.000 liter solar bersubsidi dari sejumlah SPBU di Mojokerto. Untuk mencapai target tersebut, Merta merekrut Basid dan Hanafi. Keduanya berperan mengangsu solar bersubsidi dari SPBU menggunakan truk boks Isuzu Traga nopol L 8034 UBC.
Truk yang disewa Merta ini sudah dimodifikasi. Sebab truk boks ini dilengkapi tandon, pompa air dan selang. Jadi, solar dari SPBU lebih dulu masuk ke tangki truk. Selanjutnya solar dipompa ke 2 tandon di dalam boks. Setelah tandon penuh, Basid dan Hanafi membawanya ke gudang milik Merta.
Di gudang inilah solar bersubsidi dikumpulkan. Selain itu, Merta juga menyiapkan sejumlah barcode My Pertamina untuk memudahkan Basid dan Hanafi membeli solar bersubsidi dari sejumlah SPBU. Merta membeli barcode melalui medsos.
Komplotan ini beraksi pada 23 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu, Hanafi dan Basid berhasil membeli 1.000 liter solar bersubsidi dari SPBU Jabon dan Jampirogo, Mojokerto dengan harga Rp 6.800/liter.
Basid dan Hanafi pun mendapatkan upah Rp 400.000 per 1.000 liter solar dari Merta. Tak sampai di situ, kedua pelaku melanjutkan aksinya di SPBU Jalan Bypass Mojokerto. Namun, mereka ditangkap polisi ketika akan membeli solar bersubsidi di pom bensin tersebut sekitar pukul 23.45 WIB.
Berikutnya, polisi juga meringkus Nyoman dan Merta. Rencananya, Merta akan menjual solar bersubsidi kepada Nyoman seharga Rp 8.500/liter. Sedangkan Nyoman akan menjualnya ke industri seharga Rp 9.600/liter.
Polisi juga menyita barang bukti truk boks Isuzu Traga nopol L 8034 UBC, 4 tandon berisi solar bersubsidi, 2 pompa air, 2 selang, 4 tandon kosong, 3 ponsel, serta 1 lembar rekening koran bank atas nama Nyoman.
Simak Video "Video: Pria di Bali Modif Mobil untuk Timbun BBM Bersubsidi, Punya 22 Barcode"
(dpe/abq)