Polisi menetapkan 34 pria sebagai tersangka dalam kasus pesta gay di salah satu hotel kawasan Ngagel, Surabaya. Fenomena ini, menurut Pengamat Sosial Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto, tak lepas dari peran media sosial yang memberi ruang bebas bagi komunitas tersebut untuk saling terhubung.
"Media sosial menyediakan ruang dan memungkinkan komunitas gay saling menyapa," kata dosen sosiologi FISIP Unair itu kepada detikJatim, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, sebelum era media sosial, banyak orang yang memilih menyembunyikan orientasi atau identitasnya karena keterbatasan ruang sosial yang aman.
"Sebelumnya tersembunyi. Tapi media sosial memungkinkan orang berani bersuara dan membuka identitasnya," tambahnya.
Teknologi, lanjut Bagong, telah menghapus batas ruang dan waktu. Individu dengan minat atau identitas serupa kini bisa berinteraksi tanpa perlu bertemu langsung.
Dampaknya, komunitas yang dulu tertutup kini terlihat lebih luas karena aktivitas mereka di dunia digital mudah ditemukan, baik oleh sesama anggota maupun pihak luar.
Upaya represif semata seperti hanya mengandalkan razia fisik atau pemblokiran akun, tidak akan mengurai akar sosial yang membuat komunitas-komunitas tersebut muncul.
"Media sosial seperti hutan belantara, tidak mungkin bisa diatur," pungkasnya.
(auh/hil)