Kasus pesta seks sesama jenis di sebuah hotel kawasan Ngagel, Surabaya, terus bergulir dan berbuntut panjang. Dari hasil pemeriksaan, tak hanya 34 pria ditetapkan sebagai tersangka, namun juga mengungkap fakta mengejutkan, yakni mayoritas peserta pesta seks tersebut positif HIV.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Nanik Sukristina menyebut, dari 34 orang yang diperiksa, sebanyak 29 dinyatakan positif HIV.
"Ya, benar (29 dari 34 pria dalam pesta gay di Surabaya positif HIV)," kata Nanik saat dihubungi detikJatim, Kamis (23/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 34 orang yang diperiksa, ada 29 orang yang positif," tambahnya.
Nanik menjelaskan, sebagian besar dari 29 pria positif HIV tersebut bukan warga Surabaya.
"Sebagian besar luar kota (Surabaya)," ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya kini berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya terkait penanganan lanjutan, karena seluruh peserta pesta gay tersebut masih berada di bawah proses penyidikan kepolisian.
"Sementara berkoordinasi dengan Polrestabes untuk pemantauan pengobatan mengingat 34 orang tersebut masih dalam proses penyidikan," jelasnya.
Untuk mencegah penularan lebih luas, Dinkes Surabaya melakukan skrining masif bersama lintas sektor terhadap kelompok berisiko.
"Memastikan seluruh sasaran yang terkonfirmasi positif melakukan pengobatan secara rutin dan teratur yang dipantau dan dikawal oleh Manager Kasus (MK) dan Petugas Penjangkau berbasis wilayah," pungkasnya.
Polisi Selidiki Kondisi Kesehatan dan Libatkan Psikiater
Polisi hingga kini masih melakukan pemeriksaan dan pengembangan terhadap 34 pria yang terlibat dalam pesta seks tersebut, termasuk kondisi kesehatan mereka.
"Kita belum tahu karena belum ada laporan ke saya (terkait peserta positif HIV)," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Edy Herwiyanto saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis (23/10/2025).
Namun, Edy memastikan proses pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh tersangka tetap berjalan.
"Kaitannya dengan kesehatan, ini sedang dalam proses pemeriksaan. Kalau nanti mereka punya penyakit yang menular yang seperti disampaikan oleh rekan-rekan, tentunya ini juga tanggung jawab kita semua, tanggung jawab pemerintah untuk membantu mereka supaya sembuh," ujarnya.
Lebih lanjut, Edy mengungkapkan bahwa polisi juga akan melibatkan psikiater dalam penanganan kasus ini. Tujuannya, untuk membantu pemulihan mental para tersangka.
"Kami juga bekerja sama dengan dokter psikiater. Nanti rencana akan kita lakukan pemeriksaan terhadap para tersangka. Bukan hanya tugas kita untuk melakukan penindakan, kita juga ingin membantu para tersangka itu untuk kembali ke kehidupan sebagaimana mestinya," ujar Edy.
Menurut Edy, pengungkapan kasus ini bukan akhir dari penindakan, tapi awal untuk memahami akar permasalahan sosial di baliknya.
"Kemarin selain kami melakukan pemeriksaan, juga kita berdiskusi kenapa sih motifnya dan lain sebagainya. Nah, dari itulah kita bisa mengambil langkah-langkah, salah satunya adalah kita akan minta bantuan ke psikiater," tuturnya.
Edy menegaskan, langkah ini juga bagian dari tanggung jawab pemerintah.
"Ini juga ini bagian daripada tugas pemerintah untuk membantu mereka kembali kepada kehidupan yang normal," pungkasnya.
Game Vulgar dan Peran Pendana di Balik Pesta Seks
Sebelumnya, polisi membeberkan kronologi serta rangkaian aktivitas pesta seks yang digelar pada Sabtu (18/10) malam di hotel kawasan Ngagel. Pesta tersebut disebut "Siwalan Party" dan diikuti oleh 34 pria dari berbagai kota.
Acara diawali registrasi peserta sejak pukul 18.00 WIB hingga 21.00 WIB. Setelah itu, dua permainan vulgar digelar sebelum memasuki sesi puncak pesta seks.
"Setelah peserta datang dijemput oleh admin pembantu tadi di lobby kemudian diantarkan naik lift dan masuk ke kamar. Kemudian pada pukul 21.30 WIB mulai dilaksanakan game sebelum dilaksanakan party," tutur AKBP Edy Herwiyanto, Rabu (22/10/2025).
Permainan pertama berupa bottle circle. Para peserta diminta membuat lingkaran dan bermain botol. Ketika musik berhenti, peserta yang ditunjuk harus melepas baju dan berciuman dengan pria lain.
"Peserta bergiliran membuka dan menutup botol setelah itu digeser ke peserta lain. Ketika musik berhenti, peserta diberi hukuman berupa melepas baju, berciuman antara peserta satu dengan lainnya," terangnya.
Game kedua dinamai kissing. Peserta bermain suit, dan yang kalah harus membuka pakaian serta berciuman.
Setelah sesi permainan, peserta melakukan sesi puncak pada pukul 22.00 WIB. Mereka berpindah dari satu kamar ke kamar lain yang terhubung connecting door, dan melepas seluruh pakaian.
"Pada pukul 23.00 WIB saat mereka melakukan pesta seks itulah petugas datang kemudian mengetuk pintu kamar dan melakukan penggerebekan," kata Edy.
Dari hasil pemeriksaan, polisi menetapkan 34 pria sebagai tersangka.
"Satu terdiri dari pendana, satu admin utama, 7 admin pembantu, dan 25 sebagai peserta sehingga total 34 yang diamankan," pungkas Edy.
Pendana pesta seks itu diketahui berinisial MR alias A, teman dari admin utama RK alias A alias DS. Mereka menggelar acara secara gratis tanpa pungutan biaya.
"Saudara MR alias A menyetujui. Kemudian memberikan dana sebesar kurang lebih Rp 1.780.000," beber Edy.
Dana tersebut digunakan untuk menyewa dua kamar hotel dengan connecting door dan membeli obat perangsang sebagai hadiah permainan.
"RK alias A, alias DS juga menunjuk tujuh orang admin pembantu. Mereka sebenarnya saling mengenal karena sudah beberapa kali dilaksanakan event yang sama. Bukan hanya satu kali ini," lanjut Edy.
Pengamat: Media Sosial Jadi Ruang Terbuka Komunitas Tersembunyi
Menanggapi fenomena ini, Pengamat Sosial Universitas Airlangga (Unair) Prof. Bagong Suyanto menilai media sosial berperan besar dalam membentuk jaringan komunitas seperti ini.
"Media sosial menyediakan ruang dan memungkinkan komunitas gay saling menyapa," kata dosen sosiologi FISIP Unair itu kepada detikJatim, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, sebelum era media sosial, banyak orang menyembunyikan orientasi karena terbatasnya ruang sosial yang aman.
"Sebelumnya tersembunyi. Tapi media sosial memungkinkan orang berani bersuara dan membuka identitasnya," tambahnya.
Bagong menjelaskan, teknologi menghapus batas ruang dan waktu, memungkinkan individu berinteraksi tanpa bertemu langsung.
"Media sosial seperti hutan belantara, tidak mungkin bisa diatur," pungkasnya.
Simak Video "Video 34 Pria Jadi Tersangka, Ini Fakta-fakta Temuan Pesta Gay Surabaya"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/hil)











































