Abdul Wahed telah membacok selingkuhan istrinya hingga tewas. Kasus ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Pengacara terdakwa pembunuhan, Dwi Nopianto membacakan nota pembelaan atau pledoi.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim, Mochammad Taufik Tatas, Dwi menyatakan keberatan dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hasan Efendi. Menurutnya, apa yang dilakukan terdakwa murni emosi dan membela harga diri keluarganya.
"Sebagai suami, terdakwa memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi dan membela harga diri istri, anak, dan keluarganya. Terdakwa kooperatif dan mengakui perbuatannya setelah tahu istrinya dihamili oleh korban," kata Dwi saat membacakan pledoi di Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (4/7/2022).
Dwi lantas menampik tuntutan dari JPU perihal pembunuhan berencana. Menurutnya, hal tersebut juga belum bisa dibuktikan oleh JPU.
"Dari para saksi tak ada keterangan yang menyebut terkait pembunuhan berencana, terdakwa memutuskan kehendak tersebut dalam suasana emosi tinggi dan dipenuhi api cemburu," ujarnya.
Menurut Dwi, JPU menuntut terdakwa dengan pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana tidaklah tepat. Dwi menilai unsur pidana atau pasal yang tepat untuk terdakwa yakni pasal 351 ayat 3 KUHP terkait penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dengan ancaman pidana penjara hingga 7 tahun.
"Pasal yang dijerat tidak tepat, karena JPU juga tidak memenuhi syarat dalam fakta persidangan, tidak ada rekaman CCTV yang bisa menjelaskan terkait pembunuhan berencana, meskipun ada saksi bernama Djohan Jaya yang menyebut ada rekaman CCTV," tuturnya.
Dwi menilai ada sejumlah faktor yang menurutnya terdakwa layak memperoleh hukuman ringan. Di antaranya bersikap sopan selama sidang, mengakui dan menyesali perbuatannya, hingga dianggap tidak terbukti dalam pembunuhan berencana.
Pengacara sebut terdakwa bantu biayai persalinan istrinya, di halaman selanjutnya:
(hil/iwd)