Tradisi Mepe Kasur, Ritual Menyambut Idul Adha di Banyuwangi

Tradisi Mepe Kasur, Ritual Menyambut Idul Adha di Banyuwangi

Katherine Yovita - detikJatim
Kamis, 05 Jun 2025 17:00 WIB
Tradisi mepe kasur digelar setiap pekan pertama awal Dzulhijjah
Tradisi mepe kasur jelang Idul Adha di Banyuwangi. Foto: Eka Rimawati
Banyuwangi -

Setiap menjelang Idul Adha, masyarakat Banyuwangi, khususnya warga Suku Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, melaksanakan tradisi mepe kasur. Kata mepe kasur sendiri dalam bahasa Osing berarti menjemur kasur.

Tradisi ini merupakan bagian dari rangkaian upacara Tumpeng Sewu atau ritual bersih desa, yang dilakukan dengan menjemur kasur merah hitam secara serentak di halaman rumah dari pagi hingga sore hari.

Uniknya, prosesi ini juga diiringi penepukan kasur untuk membersihkannya dari debu dan kotoran. Namun, tradisi ini tak hanya dilakukan di Desa Kemiren saja, tapi juga tersebar di berbagai wilayah Banyuwangi dengan ciri khas masing-masing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga percaya bahwa menjemur kasur, terutama di bulan Zulhijah, membawa khasiat kesehatan dan bisa mengusir energi negatif dari dalam rumah. Kasur yang dijemur akan kembali empuk, dan dipercaya membuat pasangan yang tidur di atasnya tampak seperti pengantin baru.

Namun, ada aturan tak tertulis, yaitu semua kasur harus sudah digulung sebelum matahari terbenam. Konon, jika melewati waktu tersebut, khasiatnya akan hilang.

ADVERTISEMENT

Setelah kasur dimasukkan ke rumah, warga melanjutkan ritual dengan prosesi arak-arakan Barong, yang dimulai dari ujung desa hingga batas wilayah. Kemudian, warga melakukan ziarah ke makam Buyut Cili, sosok leluhur yang diyakini sebagai penjaga desa. Puncaknya adalah perayaan Tumpeng Sewu, sebagai bentuk syukur dan doa keselamatan bersama.

Tak sekadar ritual fisik, Mepe Kasur juga sarat makna filosofis. Dalam jurnal "Makna Tradisi Mepe Kasur Merah Hitam pada Suku Bangsa Osing", dijelaskan lima elemen penting dari kasur tradisional tersebut.

  • Warna Merah: Melambangkan keberanian pasangan suami istri dalam memulai kehidupan baru.
  • Warna Hitam: Melambangkan harapan akan hubungan yang langgeng hingga tua.
  • Jumlah Gembil (lipatan sisi kasur): Selalu ganjil (3, 5, 7), menandakan status sosial serta harga kasur.
  • Jahitan Uang Koin Sen: Simbol kegigihan pasangan baru dalam mencari nafkah.
  • Lokasi Khas (Desa Kemiren): Tempat utama penyelenggaraan tradisi yang memperkuat identitas budaya Osing.

Tradisi mepe kasur bukan sekadar warisan budaya, melainkan bentuk nyata pelestarian kearifan lokal yang tetap relevan di era modern. Bagi warga Banyuwangi, khususnya masyarakat Osing, tradisi ini menjadi momen spiritual sekaligus sosial yang mempererat tali persaudaraan.




(hil/irb)


Hide Ads