Menyambut hari raya Idul Adha, sejumlah daerah di Jawa Timur mempunyai cara khas untuk merayakannya. Tak hanya soal ibadah kurban, tradisi-tradisi lokal yang unik dan sarat makna turut mewarnai perayaan hari besar umat Islam ini.
Idul Adha tidak hanya menjadi momen mempersembahkan hewan kurban, tetapi menjadi sarana untuk melestarikan tradisi lokal yang telah diwariskan turun temurun, serta ajang untuk menjalin silaturahmi dan kehangatan bersama kerabat ataupun orang-orang terdekat.
Tradisi Idul Adha di Jatim
Idul Adha tak sekadar tentang menyembelih hewan kurban. Berbagai daerah di Jawa Timur, momen sakral ini juga dirayakan dengan beragam tradisi unik yang kaya makna. Mulai dari ritual khas hingga sajian kuliner turun-temurun, inilah lima tradisi Idul Adha yang masih lestari di Jatim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Tradisi Mepe Kasur Banyuwangi
Salah satu warisan tradisi yang kerap dilakukan masyarakat di Jawa Timur menjelang Idul Adha adalah tradisi Mepe Kasur. Tradisi ini umumnya dilakukan masyarakat Suku Osing di Desa Kamiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Mepe Kasur termasuk dalam rangkaian tradisi bersih desa.
Dalam tradisi ini, masyarakat secara serempak akan menjemur kasur dengan warna yang seragam, yakni merah dan hitam. Di mana, warna merah menyimbolkan keberanian, sedangkan warna hitam memiliki arti kelanggengan atau keabadian.
Kasur dijemur sejak matahari terbit, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa, serta memercikkan air bunga di halaman. Setelah memasuki tengah hari, semua kasur harus langsung diangkat dan dimasukkan. Tradisi Mepe Kasur dipercaya sebagai ritual untuk menjauhkan bala.
2. Tradisi Toron Madura
Apabila mudik ke kampung halaman kerap dilakukan menjelang Idul Fitri atau Lebaran, di Madura terdapat sebuah warisan tradisi, di mana mudik dilaksanakan untuk menyambut hari taya Idul Adha. Ialah tradiri Toron Madura.
Secara istilah Toron sendiri berasal dari bahasa Madura, yakni toronan atau turunan, artinya keturunan. Diketahui, terdapat dua tradisi Toron yang dilakukan masyarakat Madura. Pertama, Toron yang berarti turun atau pulang ke kampung halaman, serta Toron Tana atau turun ke tanah untuk menandai momen bayi menyentuh tanah pertama kali.
Sementara itu, dalam rangka menyambut Idul Adha, tradisi Toron dimaknai sebagai salah satu momen untuk menjalin tali silaturahmi dengan keluarga yang berada di kampung halaman. Tradisi ini biasanya juga diikuti dengan kegiatan nyekar atau doa bersama ke makam kerabat yang sudah meninggal.
3. Tradisi Manten Sapi Pasuruan
Tradisi menyambut Idul Adha di Jatim, selanjutnya adalah Manten Sapi. Tradisi ini kerap dilakukan masyarakat sekitar kawasan Pasuruan, dan dimaknai sebagai bentuk penghormatan terhadap hewan yang hendak dikurbankan.
Sesuai namanya "Manten Sapi", maka hewan-hewan yang akan dikurbankan akan dirias sedemikian rupa, diberi kalung kembang, dan diselimuti kain putih layaknya "pengantin". Tradisi ini juga dimeriahkan dengan para warga yang membawa berbagai macam sembako.
Berdasarkan jurnal Manten Sapi: Ritual Kurban Menjelang Idul Adha Desa Watuprapat Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan (Nuriah, 2024) setelah dirias, hewan kurban akan diarak menuju tempat persembelihan.
Setelah itu, daging kurban dan bahan-bahan sembako akan dibagikan kepada warga yang kurang mampu. Manten Sapi menggarisbawahi pentingnya menghormati hewan yang akan dikurbankan dengan cara menghias dan memperlakukan hewan kurban dengan baik.
4. Tradisi Terater Nasi Madura
Selain tradisi Toron, Terater Nasi merupakan tradisi menyambut Idul Adha yang berasal dari Madura. Dalam tradisi ini, masyarakat akan membagikan nasi kepada tetangga atau orang-orang terdekat mereka.
Teater Nasi biasanya diawali dengan para wanita yang memasak atau menyiapkan makanan berupa ayam atau daging kambing dengan balutan santan, nasi putih, didampingi dengan jajanan pasar. Setelah itu, makanan tersebut akan dibagikan kepada warga sekitar.
Tradisi ini dimaknai sebagai momen untuk menjalin tali silaturahmi dengan keluarga dan tetangga, serta sebagai wujud ungkapan rasa syukur atas berkah yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
5. Tradisi Ambengan Tulungagung
Salah satu warisan budaya yang kerap dilakukan masyarakat Tulungagung untuk menyambut hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah tradisi Ambengan. Tradisi ini sudah diwariskan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang. Dalam tradisi ini, setiap warga akan membawa ambeng atau lodho ayam dan nasi.
Berdasarkan Jurnal "Makna Filosofis Tradisi Ambengan di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha Bagi Masyarakat Tulungagung", Ambengan merupakan nasi putih yang ditempatkan dalam wadah dari ember plastik. Tradisi Ambengan dimaknai sebagai wujud ucapan syukur yang dimanifestasi dalam bentuk pengabdian dan persembahan kepada Tuhan.
(hil/irb)