Masjid Rahmat Kembang Kuning menjadi salah satu Masjid tertua di Surabaya. Diresmikan Menteri Agama pada tahun 1967, masjid ini merupakan peninggalan Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
"Raden Rahmat bertemu Mbah Wiro Sarojo, akhirnya dibangun oleh Raden Rahmat secara diam-diam. Sebelum Masjid Ampel dibuat sudah ada langgar tiban, diresmikan tahun 1967-an dan jadi masjid yang besar ini," ujar Mansur, Wakil Pengurus Yayasan Masjid Rahmat kepada detikJatim, Kamis, (5/12/2024).
"Sebelum membuat Masjid di Ampel, Raden Rahmat membuat masjid dulu di sini, terus dilestarikan Mbah Wiro Sarojo yang terkenal dengan nama anaknya Mbah Karimah. Namanya nyantol (dikenal) sampai hari ini," tambah Mansur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring berjalannya waktu hingga berganti generasi, perkembangan Masjid Rahmat terus berlanjut hingga saat ini. Pada awalnya, sejak tahun 1960-an, Menteri Agama waktu itu, Prof. Dr. Syaifudin Zuhri, mengadakan pertemuan dengan para tokoh dan kiai di Sunan Ampel.
![]() |
Setelah pertemuan tersebut, ada permohonan agar Masjid Rahmat yang berdiri di tanah peninggalan Sunan Ampel direnovasi. Permohonan tersebut akhirnya diterima dan Masjid Rahmat pun dibangun kembali.
"Tapi waktu itu Pak Menteri ngomong, karena anggarannya sudah tutup. Jadi silahkan dicarikan uang dulu (untuk membangun Masjid) nanti diganti dengan uang APBN," sebut Mansur.
"Alhamdulillah sejak tahun 1967-an diresmikan jadi masjid dan dibiayai menteri, dibiayai negoro, masjid ini ada ciri khasnya semanggi, tanda orang Surabaya. Itu sejarahnya seperti itu, sampai sekarang sudah punya banyak aset untuk dipakai dakwah, punya TK-SD-SMP, punya radio dan sebagainya," sambungnya.
Saat itu, radio di Masjid Rahmat menjadi acuan utama untuk penentuan waktu salat di masjid-masjid sekitar Surabaya dan sekitarnya.
"Bahkan, selawat Gus Dur yang biasa dilantunkan sebelum salat itu dimulai dari sini. Banyak juga stasiun televisi yang mengikuti jejak ini, RCTI, SCTV, terutama pada bulan Ramadan, karena di sini waktu salatnya sangat tepat," terangnya.
Masjid Rahmat sendiri tampak cukup sederhana, tanpa menara dan hanya memiliki kubah. Masjid ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Penetapan itu dilakukan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada tahun 2015.
Saat menyatakan Masjid Rahmat sebagai cagar budaya, ada pula penyertaan prasasti sebagai penanda.
"Awal diresmikan, sedikit demi sedikit diperluas, tapi sederhana sekali, karena memang dulu tidak punya duit. Lambat laun setiap tahun semakin luas, semakin luas, karena perubahan dakwah semakin hari semakin tinggi, apalagi tahun 1960 dulu sudah punya radio itu hebat," tandas Mansur.
Artikel ini ditulis oleh Firtian Ramadhani, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(irb/iwd)