Sejarah Masjid Jamik Peneleh Surabaya yang Dibangun Sunan Ampel di Abad 15

Urban Legend

Sejarah Masjid Jamik Peneleh Surabaya yang Dibangun Sunan Ampel di Abad 15

Firtian Ramadhani - detikJatim
Kamis, 12 Des 2024 15:48 WIB
Masjid Jamik Peneleh
Masjid Jamik Peneleh Surabaya (Foto: Firtian Ramadhani)
Surabaya -

Di Kampung Peneleh, Surabaya, berdiri sebuah masjid tua yang penuh sejarah. Masjid itu adalah Masjid Jamik Peneleh.

Ada yang menyebut Masjid Jamik Peneleh dibangun pada tahun 1421, tapi ada pula yang menyebut dibangun tahun 1430. Yang pasti, masjid ini dibangun pada abad ke 15. Yang berarti masjid ini sudah berusia sekitar 600 tahun. Masyarakat percaya Masjid Peneleh dibangun oleh Sunan Ampel saat singgah di Kampung Peneleh.

Keberadaan masjid ini bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai saksi bisu perjalanan panjang perkembangan Islam di Jawa. Kala itu, sebelum Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) mendiami wilayah Ampel Denta, ia sempat menemui Raja Majapahit saat itu, Raja Brawijaya, untuk meminta izin menyiarkan Islam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi sebelum Sayyid Ali Rahmatullah mendiami Ampel Denta, yang sekarang disebut wilayah Ampel, beliau nggak langsung syiar atau dakwah. Karena dia orang asing dia mendatangi penguasa setempat untuk meminta izin tinggal," kata Pemerhati Sejarah dan Budaya Surabaya, Nur Setiawan kepada detikJatim, Kamis, (12/12/2024).

Masjid Jamik PenelehTandon air di Masjid Jamik Peneleh (Foto: Firtian Ramadhani)

Sunan Ampel pun menuju kota Raja, Trowulan, untuk menemui raja dan meminta izin tinggal. Selain izin tinggal, pria yang juga dipanggil Raden Rahmat itu juga menyampaikan keinginannya untuk berdakwah.

ADVERTISEMENT

Permintaan Raden Rahmat dituruti oleh Raja Brawijaya yang mengizinkan Raden Rahmat berdakwah di wilayah yang sekarang bernama Ampel. Setelah mendapat izin, Raden Rahmat pun mulai berdakwah dengan bantuan seorang juru bicara karena Raden Rahmat sendiri berasal dari Samarkand.

"Dulu juru bicara termasuk kalau sekarang orang yang turut mendampingi begitu. Jadi ada orang yang disebut 'cucuk lampah' yang bisa menerjemahkan bahasa ke orang setempat, mengantarkan Sunan Ampel dari pesisir sampai masuk ke pedalaman," urai Nur Setiawan.

"Setelah mendapatkan izin untuk tinggal, diberikan izin dan penguasa saat itu bilang 'ini tempat-tempat ini' yang bisa digunakan untuk syiar, karena beliau ini kalau di era klasik setara dengan Brahmana, orang yang berkaitan dengan religius," sambungnya.

Setelah mengantongi izin, Sunan Ampel langsung diberi tempat untuk menetap. Perjalanan pun dilanjutkan ke Bang Kuning, menemui Ki Wiro Soerjo, penguasa setempat yang sudah dikenalnya, untuk meminta izin membangun Masjid Rahmat Kembang Kuning.

Setelah mendapat izin dan restu untuk menyiarkan agama Islam, Sunan Ampel melanjutkan perjalanan menuju desa Bkul untuk menemui Mbah Bungkul. Setelah urusan di desa Bkul selesai, Sunan Ampel pun melanjutkan perjalanan menuju Peneleh.

"Di Peneleh ini beliau mendirikan Masjid Jamik Peneleh, konon ini masjid pertama sebelum Masjid Ampel berdiri sekitar 1500-an akhir mungkin beliau. Karena beliau mengira di sana ada orang yang bisa dimualafkan dan tepat untuk digunakan sebagai pengenalan Islam," sebut Wawan, sapaan akrabnya.

Karena diperlukan sarana ibadah, Masjid Jamik Peneleh akhirnya dibangun. Dulu bentuk bangunan masjid masih seperti pendopo sebelum pada akhirnya direnovasi. Sunan Ampel juga menyampaikan dakwah yang disesuaikan dengan budaya lokal masyarakat Peneleh.

"Kan harus ada sarana ibadah, jadi dibangun masjid ini, nggak seperti sekarang, dulu hanya seperti pendopo, dengan dakwah yang menyesuaikan kelokalan. Kan asalnya beliau dari Samarkand, wilayah tetangga Rusia, kalau dengan gaya bahasa daerahnya, pasti tidak diterima," ungkapnya.

"Apalagi, saat itu sebelum Sunan Ampel masuk, komunitas-komunitas muslim di Jawa itu sudah banyak. Pada akhirnya, masjid didirikan memang untuk ibadah orang-orang yang sudah memasuki agama Islam. Kenapa di Peneleh? karena dulu Peneleh kampung kuno, kampung sentral," sambung Nur Setiawan.

Pada zaman Sunan Ampel, Surabaya sudah ada meskipun masih berupa desa. Selain dikenal sebagai kampung sentral, kawasan Peneleh juga dipilih sebagai tempat untuk berdakwah karena dianggap sebagai desa yang berkembang, serta lokasinya yang strategis dekat dengan Kalimas.

"Apalagi kan Peneleh dekat dengan Kalimas, transportasi air utama pada zaman itu. Dari pada lewat darat, banyak lembah, becek, dari pesisir ke Peneleh, masyarakat pada zaman dulu sering mengggunakan transportasi air," tandasnya.




(irb/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads