Cerita Heroik Perlawanan Letkol Sroedji Saat Disergap Belanda di Jember

Urban Legend

Cerita Heroik Perlawanan Letkol Sroedji Saat Disergap Belanda di Jember

Imam Wahyudiyanta - detikJatim
Kamis, 15 Agu 2024 15:26 WIB
letkol sroedji
Letkol Sroedji (Foto: Istimewa)
Jember -

Jember mempunyai pahlawan yang selalu dikenang masyarakatnya. Pahlawan itu adalah Letkol Mochammad Sroedji. Sang pahlawan gugur saat melawan Belanda di Jember.

Sroedji lahir pada 1 Februari 1915 di Bangkalan. Ia putra nomor 2 dari 7 bersaudara dari pasangan H. Hasan dan Hj. Amni. Sroedji. Untuk pendidikannya, Sroedji masuk ke Hollands Indische School (HIS). Ia kemudian menimba ilmu di Ambacts Leergang atau sekolah pertukangan di zaman Belanda selama 3 tahun.

Selepas sekolah, Sroedji bekerja sebagai pegawai Jawatan Kesehatan sebagai mantri malaria di RS Kreongan Jember yang kini RS tersebut menjadi RS Paru. Ia bekerja mulai tahun 1938 hingga tahun 1943.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rupanya Sroedji muda ingin menjadi tentara. Ia pun masuk PETA di akhir tahun 1943. Pangkat pertamanya adalah shudanco di PETA Besuki. Setelah mengikuti pendidikan perwira tentara PETA angkatan I di Bogor, pangkat Sroedji naik menjadi komandan Kompi.

Makam Letkol Sroedji Tampak LengangMakam Letkol Sroedji (Foto: Yakub Mulyono)

Sebagai komandan Kompi, Sroedji ditugaskan untuk Karesidenan Besuki - Batalyon 1 Kencong - Jember di bawah Daidancho Soewito Soediro. Saat Indonesia merdeka, Sroedji berperan aktif mempelopori terbentuknya BKR dan TKR untuk wilayah Karesidenan Besuki.

ADVERTISEMENT

Sroedji kemudian dilantik sebagai Komandan Batalyon 1 Resimen IV Divisi VII TKR yang berdomisili di wilayah Kencong, Jember. Ia menduduki jabatan itu pada September 1945 hingga Desember 1946,

Pada Mei 1948 hingga Oktober 1948, Sroedji menjadi Komandan Resimen 40 Damarwoelan pada Divisi VIII. Pada tanggal 25 Oktober 1948, sesuai hasil keputusan Menteri Pertahanan RI. No. A/532/42, Resimen 40 Damarwoelan dilebur dan diubah namanya menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I TNI Jawa Timur.

Pada 8 Februari 1949, Sroedji dan pasukannya menghadapi pertempuran melawan Belanda dengan sengit di Desa Karang Kedawung, Kecamatan Mumbulsari, Jember. Itu adalah pertempuran terakhir Sroedji.

Belanda menyergap Letkol Sroedji yang kala itu melakukan rapat koordinasi dengan perwira dan sejumlah perangkat desa setempat.

Perjuangan para pahlawan saat merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menarik untuk dibahas. Salah satunya adalah kisah Letkol Sroedji.Patung Letkol Sroedji (Foto: Istimewa)

"Pagi hari, sekitar pukul 08.00 WIB. Ada sekitar 27 orang yang sedang melakukan rapat koordinasi waktu itu. Sementara posisi pasukan Letkol Sroedji agak jauh," ujar peneliti sejarah Letkol Mochammad Sroedji, Irma Devita kepada detikJatim.

Serangan Belanda itu tak diduga sebelumnya. Namun itu tidak membuat Letkol Sroedji panik. Saat itu juga dia memerintahkan anak buahnya melakukan perlawanan. Letkol Sroedji juga tidak mau menyerah. Padahal posisinya sudah terkepung. Bahkan dia langsung memimpin dan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan perlawanan.

Padahal saat itu kondisi fisik Letkol Sroedji belum pulih benar dari sakit. Demikian juga kondisi pasukan yang lelah karena baru tiba dari Blitar.

"Sebelumnya Letkol Sroedji bersama pasukannya melakukan perjalanan sekitar 500 km selama 51 hari dari Blitar ke Jember dalam rangka Wingate Action, melakukan penyusupan di belakang garis musuh. Rute yang dilalui merupakan medan yang sulit, yakni hutan dan gunung," kata Irma.

Kendati demikian, menghadapi serangan Belanda, Letkol Sroedji bersama pasukannya terus melakukan perlawanan sengit. Letkol Sroedji bahkan berada di barisan depan dalam menghadang gempuran musuh.

"Dalam pertempuran itu, seorang anak buahnya mengingatkan Letkol Sroedji untuk mundur karena musuh terlalu kuat. Namun baru saja hendak beringsut, pundak kirinya tertembak hingga tembus dada. Letkol Sroedji terhuyung dan sempat terjatuh," kata Irma.

Letkol Sroedji kemudian dipapah oleh sahabat sekaligus seorang dokter pasukan bernama Soebandi. Sayangnya, Soebandi yang tak terlindungi terkena tembakan tepat di kepala. Soebandi gugur seketika.

Melihat sahabatnya gugur terkena peluru Belanda, Letkol Sroedji pun geram. Akhirnya, dengan pistol di tangan dan kondisi terluka, Letkol Sroedji menerjang pasukan Belanda.

Dengan pistol di tangan, dengan gagah berani Letko Sroedji menembak pasukan Belanda yang ada di depannya. Beberapa tembakan dari pistol Letkol Sroedji sempat mengenai beberapa tentara Belanda.

Mereka pun meregang nyawa. Bahkan ketika peluru di pistol habis, Letkol Sroedji terus merangsek dan sempat menghajar pasukan belanda dengan popor pistol.

"Tapi akhirnya Letkol Sroedji gugur karena tubuhnya juga terkena berondongan peluru," kata Irma.

Dari 27 orang yang disergap saat itu, 19 di antaranya meninggal. "Salah satu anak buah terdekatnya, Abdul Syukur, berhasil selamat setelah pingsan akibat terluka karena tembakan Belanda," kata Irma yang juga merupakan cucu dari Letkol Sroedji.

Letkol Sroedji gugur pada usia yang masih muda, 34 tahun. Sroedji meninggalkan istri, Mas Roro Sukmini dan 4 anak yakni Sucahjo, Supomo, Sudi Astuti, dan Pudji Redjeki Irawati. Jenazah Letkol Sroedji dimakamkan di Pemakaman Umum Kreongan.

Sebuah monumen dibangun di bekas lokasi pertempuran terakhir Letkol Sroedji di Mumbulsari, Jember untuk mengingatkan perjuangan gagah berani Letkol Sroedji.

Pada 5 oktober 1949, Letkol Sroedji mendapatkan Tanda Jasa Pahlawan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno. Letkol Sroedji juga mendapat tanda Jasa kehormatan Bintang Sakti dari Presiden Soeharto pada 8 Maret 1975.

Letkol Sroedji juga mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera yang sudah ditetapkan dengan Keppres RI Nomor 91/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2017 dari Jokowi.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Puluhan Bangunan-Lapak Liar di Sekitar Stasiun Pasuruan Dibongkar"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/iwd)


Hide Ads