Kisah Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam yang Ditakuti Belanda

Urban Legend

Kisah Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam yang Ditakuti Belanda

Tim detikJatim - detikJatim
Kamis, 13 Okt 2022 14:02 WIB
kamas setiyoadi
Kamas Setiyoadi/(Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Mojokerto mempunyai pahlawan yang mungkin khalayak tidak banyak tahu. Pahlawan itu adalah Kamas Setiyoadi. Kamas dengan kompi yang dipimpinnya, Kompi Kucing Hitam (The Black Cat) berhasil membuat takut Belanda dan pribumi pengkhianat dengan terornya saat agresi militer Belanda II pada 19 Desember 1948 sampai 27 Desember 1949.

Kamas lahir di Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto 28 September 1927 dari pasangan Prawiroharjo dan Sriyatun. Ayahnya merupakan keluarga Keraton Solo yang memilih hijrah ke Bumi Majapahit.

Kompi Kamas dibentuk 25 Desember 1948. Kekuatan kompi tersebut kurang dari 75 orang yang dibagi menjadi seksi staf, seksi penggempur, seksi pengadangan dan seksi suplai. Kompi ini hanya berbekal senjata ringan dengan perbandingan 1:8. Artinya, hanya 1 dari 8 anggotanya yang memegang senjata.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam melalukan pengacauan situasi, Kapten Kamas selalu meninggalkan pesan pada secarik kertas dengan identitas TBC, The Black Cat. Maka nama Black Cat seolah menjadi hantu yang menakutkan bagi para pejabat pribumi pengikut Belanda.

Untuk menangkap Kamas, Belanda sempat menawarkan hadiah uang yang cukup banyak bagi siapa saja yang bisa menunjukkan keberadaannya. Namun Kamas licin dan tidak pernah bisa ditangkap musuhnya. Mungkin karena sering lolos dari jebakan hingga banyak orang meyakini Kamas sebagai orang sakti.

ADVERTISEMENT

Belanda akhirnya mengembalikan kedaulatan NKRI pada 27 Desember 1949. Kapten Kamas masih bertahan di karir militernya. Ia menempuh pendidikan sebagai pelatih infanteri selama 1 tahun. Setelahnya, ia menjadi Komandan Batalyon Pendidikan VI di Jember dengan pangkat Kapten. Sebelum memilih pensiun dini, ia menempati posisi perwira Resimen 19 di Jember.

Usai pensiun dari ketentaraan, Kamas mendirikan perguruan silat yang diberinya nama
Dalikumbang. Perguruan silat ini didirikan Kamas di tahun 1965 atau saat PKI sedang memberontak. Perguruan bela diri ini mencetak ribuan pendekar dan tetap eksis hingga kini.

Kamas merupakan pejuang sederhana yang tak gila penghargaan. Bahkan, di akhir hayatnya di usia 53 tahun ia menolak jenazahnya dikubur di taman makam pahlawan (TMP) seperti pejuang lainnya.

Kamas meninggalkan 5 anak dari pernikahannya dengan Amanah. Putra sulungnya, Prastyo dan anak keempatnya Dian Ambarwati meninggal di usia 50an tahun. Sri merupakan anak kedua. Sedangkan anak ketiga dan kelima Kamas yaitu Isnaeni (60) dan
Poedjio Pramono (56).

Untuk menghormati dan menghargai jasa Kamas Setiyoadi, namanya yang harum diabadikan menjadi nama jalan di Mojokerto. Jalan Kamas Setiyoadi membentang dari simpang 3 Pasar Kedungmaling lama sampai Dusun/Desa Sambiroto, Sooko, Kabupaten Mojokerto. Ujung selatannya berbatasan langsung dengan Jalan Nasional Madiun-Surabaya.

"Untuk menghargai jasanya, nama Kamas Setiyoadi dipakai sebagai nama jalan. Ada juga jembatan di desa Bicak (Kecamatan Trowulan, Mojokerto) yang menggunakan namanya juga," kata Ayuhanafiq.

Berikut rangkuman berita Kamas Setiyoadi:

1. Mengenal Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam yang Ditakuti Belanda

2. Kisah Kesaktian Kamas Setiyoadi, Komandan Kompi Kucing Hitam Peneror Belanda

3. Perjuangan Kamas Setiyoadi Usai Merdeka, Dirikan Perguruan Silat Dalikumbang

4. Kesederhanaan Kamas Setiyoadi Hingga Wafat, Tolak Dikubur di Makam Pahlawan

5. Warisan-Wasiat Kamas Setiyoadi untuk Keluarga dan Warga Mojokerto

Saksikan juga Sosok minggu ini: Kiswanti, Pendekar Pustaka dari Parung

[Gambas:Video 20detik]



(iwd/sun)


Hide Ads