Gugurnya dr Soebandi Saat Dikepung Pasukan Belanda di Jember

Urban Legend

Gugurnya dr Soebandi Saat Dikepung Pasukan Belanda di Jember

Yakub Mulyono - detikJatim
Kamis, 05 Sep 2024 15:58 WIB
dr soebandi
Makam dr Soebandi di TMP Patrang Jember (Foto: Yakub Mulyono)
Jember -

Selain sebagai dokter, Raden Mas Soebandi juga adalah tentara. Dr Soebandi gugur saat disergap pasukan Belanda di Jember.

Selepas lulus dari sekolah tinggi kedokteran Ika Daigaku Jakarta, Soebandi kembali ke Jawa Timur dan terjun di dunia militer dengan mengikuti pendidikan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada tahun 1944. Dirinya lulus sebagai perwira kesehatan.

Tak lama kemudian, Soebandi langsung menjabat sebagai Kepala Kesehatan di Batalyon PETA wilayah Karesidenan Malang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dosen Sejarah Universitas Jember Suharto menceritakan kiprah Soebandi sebagai sosok dokter dan pejuang di Jember dimulai saat dia ditunjuk sebagai Kepala Rumah Sakit Djawatan Kesehatan Tentara (DKT) yang saat ini bernama RS Baladhika Husada.

dr soebandiNisan makam dr Soebandi (Foto: Yakub Mulyono)

"Pada masa itu seorang tentara yang sekaligus dokter sangat amat langka. Sehingga tenaga dr. Soebandi sangat dibutuhkan. Bahkan, tenaganya itu juga dibutuhkan hingga ke daerah lain termasuk Jawa Tengah dan Jawa Barat," ujar Suharto kepada detikJatim, Kamis (5/9/2024).

ADVERTISEMENT

Setelah sekian lama berkiprah di dunia medis militer, lanjut Suharto, pada tahun 1948, Soebandi ditugaskan menjadi wakil komandan Brigade III Damarwulan Jember mendampingi Letkol Mochamad Sroedji yang bertugas sebagai komandan.

"Saat bertugas sebagai wakil komandan itulah, karir dari dr. Soebandi mulai menanjak bersama dengan Letkol Moch Sroedji. Dia juga ditugaskan merangkap sebagai dokter militer di Batalyon tersebut," lugasnya.

Tak berlangsung lama, pada tahun 1949, setahun setelah Soebandi dilantik menjadi wakil Danbrig III Damarwulan, pihak Belanda yang mengingkari Perjanjian Renville melancarkan aksi serangan yang disebut Agresi Militer Belanda II.

"Saat agresi itu, dr. Soebandi dan komandannya (Moch Sroedji) serta pasukan Damarwulan sedang berada di Desa Karang Kedawung, Mumbulsari. Kemudian pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak dan mengepung pejuang Indonesia hingga melukai Moch Sroedji," kata Suharto.

"Soebandi yang selamat kemudian melihat komandannya sudah jatuh tersungkur akibat terkena tembakan dari serangan mendadak itu. Alhasil, saat itu dr. Soebandi ikut tertembak, dan keduanya gugur secara berdampingan," sambungnya.

Keduanya gugur berbarengan tepat pada tanggal 8 Februari 1949. Saat itu Soebandi baru berusia sekitar 31 tahun dan meninggalkan 3 orang anak dan satu istri. Sedangkan Moch Sroedji yang gugur di usia 34 tahun meninggalkan 4 orang anak dan 1 orang istri.

Nama dr Soebandi kemudian diabadikan menjadi nama jalan dan rumah sakit di Jember yakni RSUD dr Soebandi.

Di tahun 2013 nama dr Soebandi diabadikan menjadi nama sekolah kesehatan di Jember yakni STIKES dr. Soebandi yang kemudian pada tahun 2020 berubah menjadi Universitas dr. Soebandi.

Pada tahun 2023 sebagai penghargaan atas jasanya, didirikanlah Museum Letkol dr. R.M. Soebandi yang ada di Universitas dr. Soebandi.




(irb/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads