Masa penjajahan Belanda memunculkan tokoh Sakera di Pasuruan. Namanya melegenda dan dikenang hingga saat ini. Ia dianggap sebagai pahlawan masyarakat setempat.
Makamnya di Dusun Bekacak, Kelurahan Kolursari, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, terus dirawat dan sering dikunjungi peziarah. Di kelurahan ini juga dibangun patung dan gerbang Sakera.
Bahkan namanya dijadikan julukan tim sepakbola Persekabpas, yakni Laskar Sakera. Suporter tim ini menyebut dirinya Sakeramania.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penamaan Sakera untuk tokoh yang dikenal sakti dan pemberani dinilai salah kaprah. Soal itu disampaikan Budayawan Pasuruan, Ki Bagong Sabdo Sinukarta. Menurut Bagong, panggilan yang benar adalah Pak Sakera.
"Nama sebenarnya adalah Sagiman. Sagiman saat itu dalam kondisi susah sebagai buruh tebang tebu di Pabrik Gula Kancil Mas, Bangil. Dalam kondisi susah, istrinya, Leginten, hamil. Saat mau lahiran, Sagiman bernazar jika anak yang lahir laki-laki diberi nama Sakera, kalau perempuan diberi nama Sarah," kata Bagong kepada detikJatim, Kamis (22/9/2022).
Istri Sagiman akhirnya melahirkan putra laki-laki dan diberi nama Sakera. "Dalam kebiasaan budaya Jawa, lazimnya anak pertama dijadikan panggilan untuk ayah. Sagiman Pakne Sakera, atau Pak Sakera," jelas Bagong.
Bagong, yang juga Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Pasuruan periode 2015-2020 menjelaskan, masa hidup Sagiman atau Pak Sakera diyakini pada 1800-an. Menurut beberapa sumber yang diungkap Bagong, Sagiman lahir di salah satu desa di wilayah yang saat ini bernama Kecamatan Rembang. Kecamatan Rembang, terletak di sebelah timur Kecamatan Bangil.
Menurut Bagong, Sagiman lahir di keluarga berada. Saat kecil, orang tuanya mengirim Sagiman mondok atau nyantri di Batu Ampar, Madura. Ayah Sagiman, juga lulusan Batu Ampar.
"Pada masa itu, kalau bukan orang berada tidak bisa nyantri di tempat yang jauh. Sagiman kecil mondok di Batu Ampar bersama beberapa temannya," ungkap Bagong.
Bagong, yang merupakan Ketua Forum Pamong Kebudayaan (FPK) Jawa Timur menyebut, kondisi ekonomi keluarga Sagiman menurun saat ia beranjak dewasa. Sagiman pulang dari Batu Ampar dan bekerja sebagai buruh tebang tebu.
Dalam kondisi ekonomi yang susah, Sagiman menikahi perempuan bernama Leginten. Dari pernikahan dengan Leginten, Sagiman punya anak laki-laki yang diberi mana Sakera. Karena itu Sagiman dipanggil Pak Sakera. "Alias Pakne Sakera," pungkas Bagong.
(sun/sun)