Di Desa Kajeksan, Tulangan, Sidoarjo terdapat makam yang tak pernah sepi pengunjung atau peziarah. Makam itu adalah makam Mbah Jaelani. Makam Mbah Jaelani selalu dikunjungi peziarah terlebih saat Ramadan.
Mbah Jaelani sendiri merupakan sesepuh dan tokoh yang babat alas Desa Kajeksan. Meski lahir di Jombang, namun Mbah Jaelani sejak kecil tumbuh dan besar di Desa Kajeksan.
Mbah Jaelani juga merupakan salah satu tokoh syiar Islam di Sidoarjo. Soal kesaktian dan kehebatan Mbah Jaelani, sebagian besar hanya cerita dari mulut ke mulut. Semacam mitos kekaromahan semasa hidupnya dulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru kunci makam Mbah Jaelani, M Zainul Arifin mengatakan semasa hidupnya Mbah Jaelani mondok di Pondok Pesantren Siwalan Panji Buduran, Sidoarjo. Belum selesai menempuh pendidikan agama, Mbah Jaelani disuruh pulang. Konon, terlihat cahaya karomah memancar di diri Mbah Jaelani.
Konon berdasarkan cerita, Mbah Jaelani saat ngaji selalu tidur namun dia bisa menguasai kitab kuning dan bisa membenarkan bila ada temannya yang salah mengaji.
"Selain itu di masa hidupnya saat malam Jumat Legi dipastikan beliau ini rutin ziarah ke makam Sunan Ampel. Tapi beliau jalan kaki dari Tulangan ke Surabaya tapi waktunya tidak ada satu jam," ujar Zainul kepada detikJatim.
Makam Mbah Jaelani yang bernama asli Mbah Karbi ini tidak jauh dari Kota Sidoarjo. Hanya berjarak sekitar 10 kilometer. Akses jalannya juga baik.
Makam Mbah Jaelani berdekatan dengan makam Islam Desa Kajeksan. Sebelum memasuki makam akan terasa sejuk karena banyak pepohonan yang rindang. Serta ada dua gazebo tempat untuk istirahat peziarah.
Mbah Jaelani sendiri meninggal pada 1912. Meski namanya tak sepopuler Walisongo, namun peziarah dari luar kota sering datang ke makam Mbah Jaelani.
"Malam Jumat Legi pada saat menjelang Bulan Ramadhan yakni Bulan Ruwah, peziarah di makam ini mencapai ribuan orang dari berbagai kota," sambung Zainul.
Pada waktu-waktu tertentu seperti Hari Kamis malam Jumat, banyak peziarah dari luar kota yang mendatangi Makam Mbah Jaelani. Mereka yang datang ke Makam Mbah Jaelani di Bulan Ramadhan ada yang bermalam. Bahkan ada juga yang selama Ramadhan berniat menjalankan ibadah dengan khusyuk di Makam Mbah Jaelani.
"Selama Bulan Ramadhan peziarah yang datang ke Makam Mbah Jaelani ini lebih banyak di bandingkan hari-hari biasa," lanjut Zainul.
Menurut Zainul, peziarah datang dari berbagai kota. Seperti dari Surabaya, Lamongan, Gresik, Pasuruan, Bojonegoro dan Sidoarjo. Peziarah tersebut datang tidak dalam waktu bersamaan.
"Kalau pagi sampai sore sekitar 200 peziarah. Sementara itu pada malam hari setelah salat tarawih hingga salat subuh sekitar 500 peziarah," tandas Arifin.
(abq/iwd)