Desa Trunyan di Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali, memiliki tari barong khusus yang tidak ada di desa lainnya, yakni Barong Brutuk. Tari Barong Brutuk merupakan tarian klasik khas Desa Trunyan yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat setempat dan dipentaskan pada waktu serta tempat tertentu.
Berikut informasi mengenai Tari Barong Brutuk Desa Trunyan yang harus detikers ketahui.
Sejarah Tari Barong Brutuk
Menurut kepercayaan masyarakat Desa Trunyan, Tari Barong Brutuk merupakan wujud ilen-ilen (prajurit) bernama Dewa Ratu Sakti Pancering Jagat dan Ratu Ayu Dalem Pingit Dasar. Kepercayaan inilah yang menyebabkan Tari Barong Brutuk tidak ada di daerah lain atau hanya di Desa Trunyan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makna Tari Barong Brutuk
Tari Barong Brutuk yang menggunakan pakaian dari daun pisang dan hiasan kepala janur merupakan representasi dari Raja Brutuk, sedangkan peran lainnya yakni Sang Ratu, Patih, kakak Sang Ratu, dan anggota biasa. Konsep dikotomi dari tarian ini menggambarkan kehidupan masyarakat Trunyan yang terdiri dari dua golongan, yakni laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, gerakan mencambuk dalam tari Barong Brutuk memberikan makna penyucian dan penolak bala. Terakhir, makna dari memberikan persembahan oleh Barong Brutuk kepada penonton adalah memberikan kesejahteraan dan kemakmuran.
Waktu Pelaksanaan
Tari Barong Brutuk tidak dipentaskan di sembarang tempat maupun waktu. Tari ini dipentaskan setiap dua tahun sekali saat Upacara Ngusaba Kapat yang jatuh pada Purnamaning Kapat atau purnama bulan keempat dalam kalender Bali. Tari Barong Brutuk dipentaskan di Pura Pancering Jagat Desa Adat Trunyan.
Aturan Tari Barong Brutuk
Penari Barong Brutuk merupakan pria yang merupakan anggota pemuda (sekaa teruna) yang harus melewati proses sakral atau penyucian diri selama 42 hari. Selama hari tersebut, para pemuda dilarang berhubungan dengan para wanita dan harus mengumpulkan daun-daun pisang dari Desa Pinggan.
Atribut Daun Pisang
Daun-daun pisang yang dikumpulkan oleh para pemuda digunakan sebagai pakaian dari Tari Barong Brutuk. Daun-daun pisang yang dikumpulkan akan dikeringkan dan selanjutnya dirajut dengan tali kupas yang berasal dari pohon pisang untuk dijadikan semacam rok. Masing-masing penari akan menggunakan dua hingga tiga pakaian dari daun pisang tersebut yang digantungkan di pinggang, bahu, dan di bawah leher. Tidak hanya pakaian luar, para penari juga diwajibkan menggunakan pakaian dalam berbahan daun pisang.
Hiasan kepala penari terbuat dari janur dan khusus dipakai oleh satu orang yang berperan sebagai Sang Raja. Topeng yang akan digunakan penari Barong Brutuk memiliki ciri khas dan karakter masing-masing dengan jumlahnya yang berubah-ubah serta tidak diketahui secara pasti siapa yang membuat topeng tersebut.
Alur Tari Barong Brutuk
Selama tarian berlangsung, tidak ada iringan gamelan seperti pada tari lainnya. Tari Barong Brutuk dimulai dengan penampilan para unen-unen yang mengelilingi tembok Pura masing-masing tiga kali sembari melambaikan cemeti atau pecut tiing sulan kepada penonton yang merupakan peserta upacara.
Selanjutnya, ningrat Brutuk, yakni Sang Raja, Ratu, Patih, dan Kakak Sang Ratu mulai masuk dan melakukan hal seperti yang Brutuk pertama. Ketika empat penari ini masuk, seorang pemangku akan mendekat dan menyajikan sesajen yang diiringi doa-doa keselamatan untuk masyarakat Desa Trunyan.
Setelah penari Brutuk lengkap, penonton akan mulai mendekati para penari Brutuk dan mulai mengambil daun-daun pisang yang terlepas. Makna dari kegiatan ini adalah sebagai sarana kesuburan. Penonton yang berhasil mengambil daun-daun pisang akan menyimpannya di rumah sebelum disebar di area ladang mereka. Para penari Brutuk dalam situasi ini akan mengayunkan cemeti lebih keras karena menganggap penonton sebagai pencuri.
Upacara Tari Barong Brutuk ini berlangsung selama satu hari penuh dengan tahap terakhir yakni pertunjukan ritual oleh pemangku dengan beberapa sesajen yang diberikan kepada para penari. Selanjutnya, para penari Barong Brutuk kembali menari dengan gerakan-gerakan kuno, seperti meniru ayam hutan liar dan lainnya.
(iws/iws)