Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pengging memiliki nama asli Raden Kebo Kenanga. Ia hidup sezaman dengan Raja Demak Raden Patah dan seorang tokoh ulama yang ajarannya sering dianggap kontroversial, Syekh Siti Jenar.
"Ki Ageng Pengging sendiri lahir tahun 1473," kata Juru Kunci Pesarean Ki Ageng Pengging, Andik kepada detikJatim, Kamis (23/5/2024).
Ki Ageng Pengging mempunyai kakak bernama Raden Kebo Kanigara yang dijuluki sebagai Ki Ageng Banyubiru dan adik bernama Kebo Amiluhur atau yang dikenal sebagai Ki Ageng Butuh.
![]() |
Ki Ageng Pengging merupakan ayah dari Mas Karebet atau lebih dikenal masyarakat sebagai Joko Tingkir, yang di kemudian hari menjadi seorang raja Kerajaan Pajang bergelar Prabu Adi Wijaya.
Julukan Ki Ageng Pengging sendiri diperoleh karena jasanya melakukan babad alas di Pengging, Jawa Tengah. Konon setelah dirinya pergi dari Demak dan mendirikan balai beserta musala di Pengging, banyak orang yang kemudian mengikuti jejaknya dan mendirikan rumah di sana.
Setelah daerah tersebut mulai ramai, masyarakat di Desa Pengging kemudian menjadikan Raden Kebo Kenanga menjadi sesepuh dengan gelar Ki Ageng Pengging. Lambat laun, Desa Pengging juga semakin ramai dan terkenal.
Ketenaran Desa Pengging terdengar hingga telinga Raden Patah. Ia kemudian mengutus Sunan Kudus dan tujuh prajuritnya untuk mendatangi Ki Ageng Pengging.
Karena sudah dua tahun tidak ke Demak, Raden Patah melalui utusannya meminta Ki Ageng Pengging menghadap kepadanya. Namun Ki Ageng Pengging menolak permintaan tersebut.
"Beliau (Ki Ageng Pengging) disuruh sowan ke Raden Patah, nggak tahu masalah apa, beliau nggak mau (menuruti perintah Raden Patah)," ujar Andik.
Versi Babad Tanah Jawi, respons dari Ki Ageng Pengging kurang mengenakkan seperti ingin memberontak dari Kerajaan Demak. Sehingga, Sunan Kudus beserta prajuritnya menghukum mati Ki Ageng Pengging.
Namun Andik memiliki pendapat lain tentang peristiwa tersebut. Menurutnya, Ki Ageng Pengging justru lari ke Surabaya saat hendak dihukum mati.
"Beliau moksa ke sini (Surabaya) karena akan diancam akan dibunuh," tutur Andik.
"(Ki Ageng Pengging) lari ke sini, babat alas Ujung Galuh sebelum (bernama) Surabaya," sambungnya.
Andik sendiri tidak menampik adanya versi lain mengenai kisah Ki Ageng Pengging. Menurutnya, banyaknya cerita sejarah merupakan cara masyarakat melestarikan budaya.
"Kalau ada perdebatan ini makam (atau) ini petilasan ya silakan, cuma keyakinan saya di sini (Pesarean Ki Ageng Pengging adalah) makam," tukas Andik.
(hil/iwd)