Ada cerita lain di balik nama Gunung Anyar Surabaya. Cerita ini sudah berkembang di masyarakat, khususnya di Kecamatan Gunung Anyar.
Alkisah, ada tiga ulama asal Demak, Jawa Tengah. Mereka hendak menyiarkan Islam di kawasan tersebut.
Untuk menunjang penyebaran Islam itu, mereka membangun masjid. Waktu itu, kawasan yang saat ini menjadi Gunung Anyar Lor masih berupa ladang ilalang dan rawa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, mereka menguruk lahan tersebut. Mereka mengambil tanah urukan dari tempat yang agak jauh dengan lokasi pembangunan masjid.
Ketika mengambil tanah tersebut, konon ada sebagian tanah yang berserakan. Lalu terbentuklah gundukan tanah.
Dari hari ke hari, gundukan tanah itu kian tampak. Bahkan semakin melebar. Kemudian disebut Gunung Anyar.
Sebelumnya diberitakan, Ketua RT 01 RW 02 Desa Gunung Anyar, Achmad Fadholi menjelaskan asal-usul nama Gunung Anyar. Menurutnya, nama tersebut diambil dari sebuah gunung kecil.
Fadholi menjelaskan, gunung kecil yang dimaksud adalah gundukan tanah setinggi sekitar 5 meter. gundukan tanah itu terbentuk secara alami dari semburan lumpur yang terjadi di tempat tersebut.
Bahkan menurut Fadholi, semburan lumpur sudah terjadi sejak zaman Kerajaan Mataram. Semburannya tidak besar. Lumpur yang disemburkan kemudian mengering dan menjadi gundukan tanah.
Gundukan tanah tersebut menyerupai gunung baru. Sehingga disebut Gunung Anyar. Sebutan itu kemudian menjadi nama kawasan tersebut. Kini, nama itu menjadi nama kelurahan dan kecamatan.
"Namanya berasal dari gunung kecil yang dikarenakan semburan lumpur kecil. Sudah ada sejak zaman Mataram," kata Fadholi saat ditemui detikJatim, Senin (22/8/2022).
Hingga saat ini, semburan lumpur itu masih sering terjadi. Namun waktunya tidak bisa diprediksi.
Semburan lumpur itu juga sudah tak lagi menjadi perhatian warga sekitar. Namun bagi orang yang penasaran, gunung tersebut kerap menjadi tujuan.
Fadholi kemudian menyebutkan tiga tokoh yang diyakini sebagai orang-orang yang pertama kali babat alas di kawasan tersebut. Siapa saja mereka?
"Yang babat alas ada 3, Mbah Mahmud, Amir, dan Tejang Kalom (Tanjungalam)," tutupnya.