Sehari Menelusuri Jejak-jejak Kota Raja Majapahit di Mojokerto

Sehari Menelusuri Jejak-jejak Kota Raja Majapahit di Mojokerto

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Kamis, 24 Mar 2022 08:42 WIB
Struktur batu andesit Candi Minak Jinggo
Struktur batu andesit Candi Minak Jinggo (Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim)
Mojokerto -

Kota Raja Majapahit atau Wilwatiktapura diyakini sangat luas hingga mencakup beberapa kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Salah satunya di Kecamatan Trowulan yang jejak-jejaknya masih tersisa hingga kini berupa sejumlah candi, gapura, kolam dan petirtaan.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, keberadaan Wilwatiktapura diabadikan di Naskah Negarakertagama. Yaitu tentang perjalanan Raja Hayam Wuruk ke Lumajang yang bertolak dari Wilwatiktapura tahun 1359 masehi.

"Menurut interpretasi saya, Wilwatiktapura lebih luas daripada Kecamatan Trowulan. Memang berada di Trowulan, tapi luasnya mencakup beberapa kecamatan. Karena banyak komponen kota raja yang digambarkan di Naskah Negarakertagama. Misalnya Puri Bhre Wengker, Bhre Matahun, Bhre Tumapel dan beberapa bhre lainnya, juga rumah dinas Mahapatih Gajah Mada," kata Wicaksono kepada detikJatim, Kamis (24/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gambaran luasnya Wilwatiktapura, lanjut Wicaksono, salah satunya tertuang di pupuh 86 Naskah Negarakertagama yang menjelaskan betapa luasnya Lapangan Bubat pada masa Majapahit. Menurutnya, lapangan untuk perayaan besar di kota raja itu mencapai 16 Km persegi.

Ditambah lagi temuan arkeologi di Situs Kumitir, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo. Bangunan purbakala yang diyakini sebagai istana Bhre Wengker dan istrinya, Bhre Daha ini dikelilingi pagar seluas 6 hektare. Situs Kumitir diduga istana timur Majapahit.

ADVERTISEMENT
Struktur batu andesit Candi Minak JinggoKolam Segaran/ Foto: Enggran Eko Budianto

"Kalau luas lapangan dan satu istana saja segitu, maka Wilwatiktapura sangat luas, tidak hanya di Kecamatan Trowulan. Ini interpretasi saya yang baru. Maka area untuk mencari tata kota Majapahit harus kita perluas lagi," terangnya.

Wicaksono berpendapat, Wilwatiktapura tidak dikelilingi benteng. Ia merujuk pada Kronik Yingyai Shenglan, catatan perjalanan ekspedisi Cheng Ho, pelaut utusan Dinasti Ming di Tiongkok. Kronik tersebut ditulis Ma Huan penerjemah Cheng Ho. Ma Huan dan Cheng Ho berkunjung ke Majapahit abad 15 masehi.

"Dalam catatan Ma Huan, Wilwatiktapura tidak mempunyai benteng keliling. Yang dibentengi hanya istana, seperti Situs Kumitir sebagai satu-satunya situs yang punya dinding keliling 6 hektare sebagai keraton. Itu satu kompleks, belum kompleks yang lain," tandasnya.

DetikJatim pun merangkum informasi dari BPCB Jatim tentang berbagai peninggalan Majapahit di Kecamatan Trowulan. Situs-situs purbakala ini menjadi jejak-jejak Wilwatiktapura yang layak dikunjungi.

Struktur batu andesit Candi Minak JinggoSisa-sisa struktur bata merah Candi Minak Jinggo/ Foto: Enggran Eko Budianto


Ini detail lengkap peninggalan Majapahit:

1. Candi Tikus
Candi ini terletak di Dusun Kraton, Desa Temon. Bangunan petirtaan kuno ini ditemukan tahun 1914 dan dipugar tahun 1984-1989. Strukturnya berbahan bata merah seluas 22,5 x 22,5 meter persegi dengan ketinggian 5,2 meter. Petirtaan ini mempunyai 46 pancuran berbahan batu andesit. Bangunan tersebut sekitar 3,5 meter di bawah permukaan tanah sekitarnya.

Struktur purbakala ini merupakan petirtaan suci bagi umat Hindu dan Budha pada masa lalu. Petirtaan ini dibangun sebagai replika Gunung Mahameru. Karena pada bangunan induk terdapat puncak yang dikelilingi 8 puncak yang lebih kecil.

2. Candi Bajangratu
Bisa juga disebut gapura model Paduraksa karena mempunyai atap. Struktur purbakala di Dusun Kraton, Desa Temon ini berdenah segi empat 11,5 x 10,5 meter dengan tinggi 16,5 meter. Lorong di tengahnya selebar 1,4 meter. Banyak relief menghiasi gapura ini.

Candi Bajangratu diyakini menjadi pintu gerbang ke bangunan suci untuk memperingati wafatnya Jayanegara. Raja kedua Majapahit itu berkuasa tahun 1309-1328 masehi.

3. Situs Lantai Segi Enam
Situs ini ditemukan tahun 1982 di Dusun/Desa Sentonorejo. Yaitu hanya berupa sisa-sisa lantai bangunan permukiman kuno zaman Majapahit. Susunan lantai ditemukan di kedalaman sekitar 1,8 meter. Masing-masing ubinnya berukuran 34 x 29 x 6,5 cm yang direkatkan satu sama lain dengan tanah.

4. Situs Kedaton atau Sumur Upas
Dinamai Sumur Upas atau sumur beracun karena pada masa lalu ada orang yang mati lemas saat masuk ke dalam sumur di situs ini. Peninggalan purbakala ini terletak di Dusun Kedaton, Desa Sentonorejo. Terdapat struktur berbahan bata merah kuno di timur laut berukuran 12,6 x 9,5 dengan tinggi 1,58 meter. Bangunan lainnya di sisi selatan.

Situs Kedaton diperkirakan sisa-sisa permukiman kuno. Fragmen keramik yang ditemukan di situs ini mayoritas dari Dinasti Ming, Tiongkok abad 14-15 masehi. Oleh sebab itu, permukiman tersebut diperkirakan berdiri abad 13-14 masehi. Sekitar 200 meter di sebelah baratnya ditemukan 20 umpak yang tersusun memanjang dan sejajar dari timur ke barat.

5. Kolam Segaran
Kolam peninggalan Majapahit di Dusun Unggahan, Desa Trowulan ini sangat luas. Yaitu 375 x 125 meter persegi. Dinding kolam berbahan bata merah dibuat setinggi 3,16 meter dan lebar 1,6 meter. Segaran menghadap ke barat sesuai tempat tangga masuknya.

Kolam kuno ini ditemukan Arsitek Asal Belanda, Henri MacLaine Pont tahun 1926, lalu dipugar tiga kali tahun 1966, 1975-1976 dan 1982-1983. Segaran dalam Bahasa Jawa berarti laut.

6. Candi Minak Jinggo
Situs Purbakala ini juga ditemukan di Dusun Unggahan, Desa Trowulan, tepatnya 500 meter di sisi timur Kolam Segaran. Masyarakat setempat menamainya Candi Minak Jinggo karena keliru menafsirkan arca garuda bertaring yang ditemukan di situs ini sebagai sosok Minak Jinggo, Adipati Blambangan. Minak Jinggo adalah tokoh antagonis dalam karya sastra era Mataram Islam tahun 1736 berjudul Damarwulan.

Sejak zaman kolonial, candi ini berupa reruntuhan. Bangunan yang tersisa berbahan bata merah seluas 27,8 x 24,3 meter persegi. Candi ini dikelilingi pagar 23 x 22 meter. Selain itu, terdapat reruntuhan bangunan berbahan batu andesit dengan relief 64 panil. Puluhan relief itu memuat cerita Tantri Kamandaka, Panji Kuda Semirang dan kehidupan masyarakat sehari-hari.

7. Candi Brahu
Bentuk candi di Dusun/Desa Bejijong ini mirip dengan pagoda karena menjulang tinggi. Ukurannya 18 x 22,5 meter dengan tinggi mencapai 20 meter. Brahu merupakan candi beraliran Budha karena terdapat sisa stupa pada atap sisi tenggara. Bangunan suci ini diperkirakan dibangun sebelum era Majapahit. Karena sekitar 45 meter di sebelah barat candi ditemukan Prasasti Alasantan yang dikeluarkan Raja Medang, Mpu Sindok tahun 939 masehi.

8. Candi Gentong
Candi di Desa Jambumente ini ditemukan tahun 1889 silam, yaitu di sebelah timur Candi Brahu. Dinamakan gentong karena di situs banyak ditemukan fragmen gentong. Bangunan kuno berbahan bata merah ini terdiri dari dua bagian, yakni di sisi selatan dan utara yang posisinya segaris. Bangunan suci beraliran Budha ini diperkirakan berasal dari zaman Hayam Wuruk yang memerintah Majapahit 1350-1389 masehi.

9. Situs Mandapa Siti Inggil
Struktur berbahan bata merah kuno ini ditemukan di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong. Bangunan purbakala ini berbentuk segi empat menghadap ke barat dengan hiasan pilaster. Situs peninggalan Majapahit ini merupakan mandapa sebagai tempat persiapan ritual. Pada masa lalu, diperkirakan bangunan ini mempunyai tiang dan atap.

10. Gapura Wringin Lawang
Situs purbakala di Dusun Wringin Lawang, Desa Jatipasar ini dikenal sejak zaman kolonial. Kaki gapura berukuran 13 x 11,5 meter persegi setinggi 4,7 meter. Total tinggi gapura 15,5 meter. Berbeda dengan Bajangratu, Gapura Wringin Lawang bergaya Candi Bentar yang berorientasi timur-barat. Karena terdapat gapura kembar di sisi kanan dan kiri tanpa atap. Di antara gapura terdapat tangga selebar 3,5 meter.




(fat/fat)


Hide Ads