Museum Sejarah Kota Tarakan, atau yang dikenal sebagai Museum Perang Dunia II dan Perminyakan, menjadi destinasi edukasi sekaligus wisata yang kian digemari. Termasuk oleh generasi Z atau Gen Z.
Berlokasi di Jalan Sei Sesayap, Kompleks Tarakan Islamic Center, Kelurahan Kampung Empat, Kecamatan Tarakan Timur, Kalimantan Utara, museum ini menawarkan pengalaman menyelami sejarah perjuangan dan kekayaan budaya Tarakan. Museum ini beroperasi setiap hari dari pukul 08.00 hingga 16.00 Wita, kecuali pada hari libur nasional.
Tiket masuk mulai dari Rp 10 ribu Dengan koleksi yang kaya dan penyajian yang apik, museum ini menjadi jendela sejarah yang wajib dikunjungi untuk memahami perjuangan dan budaya Tarakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putri Febrian Ananda (16), siswi SMKN 1 Kota Tarakan, bersama tujuh rekannya mengunjungi museum ini untuk menyelesaikan tugas kelompok sekaligus menambah wawasan. Ia berharap museum ini tetap eksis untuk mengingatkan generasi muda akan perjuangan leluhur.
"Museum ini menambah wawasan kami sebagai Gen Z. Barang-barang peninggalan zaman dulu jauh lebih unik dan menarik. Saya terpesona dengan pesona masa lalu," ujarnya antusias, Sabtu (31/5/2025).
![]() |
Huda (47), warga Tarakan Timur, juga membawa kedua anaknya untuk refreshing di museum ini. Ia terkesan dengan koleksi uang kuno, replika buaya, dan peralatan pengeboran minyak.
"Dulu sebelum direnovasi, museum ini biasa saja. Sekarang lebih menarik dan terkonsep dengan baik. Koleksinya tertata rapi dan punya jalan cerita," katanya.
Petugas informasi museum, Hardiansyah, menjelaskan kompleks ini terdiri dari dua gedung dengan alur cerita yang berbeda. Gedung pertama, Museum Sejarah Perang Dunia II, mengisahkan kedatangan Belanda yang mengincar sumber daya alam Indonesia, khususnya minyak.
Lorong pertama dan kedua menyoroti sejarah perminyakan, sementara lorong berikutnya menceritakan perang di Tarakan pada 1942, ketika Jepang mengalahkan Belanda.
"Setelah Jepang menjajah Tarakan dari 1942 hingga 1945, perang lain meletus pada 1 Mei 1945, ketika Australia berusaha merebut kembali kota ini dari Jepang. Tentara Australia tinggal hingga 1949-1950, menunggu penjemputan pasca-Perang Dunia II," jelas Hardiansyah.
![]() |
Sementara itu, gedung kedua, Museum Sejarah Perminyakan, menampilkan kekayaan budaya Tarakan. Pemerintah setempat melestarikan tradisi seperti Irau Tengkayu, pembuatan perahu, membatik, hingga ritual pupuran sebelum pernikahan.
"Pupuran dioleskan oleh tokoh agama untuk menyucikan jiwa calon pengantin," tambahnya.
Hardiansyah, yang telah empat tahun bertugas, menyebut pengunjung museum didominasi wisatawan domestik dan lokal, terutama pada akhir pekan.
"Banyak yang datang untuk riset atau belajar, tapi juga untuk rekreasi. Mereka terkesan dengan sejarah perang, apalagi Tarakan yang kecil ini menyimpan cerita dua perang besar, didukung peninggalan seperti meriam dan menara pengintai di pesisir," ungkapnya.
Museum ini dibangun pada 2015 dan diresmikan pada 23 November 2017 oleh Wali Kota Tarakan saat itu, Sofian Raga. Museum ini mengusung arsitektur bergaya Eropa dengan dominasi warna putih. Kedua gedung yang tampak identik dijuluki "Museum Kembar".
Pada November 2022, Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kota Tarakan melakukan revitalisasi, menambah ruang pameran sementara, ruang persiapan, dan penyimpanan. Peresmian kembali digelar pada Desember 2023.
(des/des)