Lestarinya wayang potehi tak lepas dari peran Toni Harsono, pendiri Museum Potehi Gudo. Selain memajang ribuan koleksi boneka hingga alat-alat pementasan, museum ini juga menjadi dapur produksi wayang potehi. Letaknya sekitar 100 meter di sebelah timur Kelenteng Hong San Kiong, Jalan Raya Wangkal Gudo, Desa/Kecamatan Gudo, Jombang.
"Sejak tahun 2001 saya ingin membuat boneka-boneka yang seperti aslinya dari Tiongkok. Karena saya merasa boneka-boneka yang dibuat para dalang waktu itu tidak cocok, tidak persis dengan tokoh-tokohnya," kata Toni kepada wartawan di lokasi, Sabtu (29/1/2022).
Menemukan contoh asli wayang potehi bukan perkara mudah bagi Toni. Saat itu, ia hanya mempunyai sekitar 100 boneka potehi warisan mendiang kakeknya. Upayanya hingga bolak-balik ke negeri tirai bambu tak membuahkan hasil. Beruntung, Toni menemukan contoh wayang potehi asli di salah satu kelenteng di Semarang.
"Sampai sekarang saya hampir setiap hari membuat wayang potehi. Saya tidak pernah menawarkan untuk dijual, hanya untuk koleksi saya," terangnya.
![]() |
Kini, Toni dibantu 7 pekerja untuk memproduksi boneka-boneka wayang potehi. Untuk membuat satu karakter potehi, para perajin menggunakan balok kayu waru berdimensi 12x7 dengan tebal 5-7 cm. Setelah digambari pola, barulah balok dihaluskan dengan mesin untuk membuat bentuk awal.
Selanjutnya, kayu waru diukir manual hingga membentuk kepala lengkap dengan wajah dan telinga hingga leher. Masing-masing kepala potehi lantas diamplas hingga benar-benar halus. Kemudian dicat sesuai karakter tokoh pewayangan yang dibuat.
Sementara untuk jubah tiap-tiap karakter wayang yang ia buat, Toni memesan dari 3 penjahit. Panjang busana untuk boneka potehi hanya 24-28 cm. Baju dalam menggunakan kain blacu, sedangkan jubah luar memakai kain satin. Pembuatan satu boneka membutuhkan waktu 2-3 hari tergantung tingkat kerumitan karakter dan jubahnya.
"Membuat kepalanya saja satu hari satu biji, itu belum pengecatan, kalau bisa terangkai itu ya lama. Karena masih ngecat, pasang kaki, tangannya. Kalau boneka perempuan harus pasang rambut juga," ujar Toni.
Wayang potehi yang saban hari ia buat untuk koleksi Museum Potehi Gudo yang ia buka 6 tahun lalu. Kini, koleksi boneka potehi di museum ini mencapai ribuan. Toni juga menggunakan wayang-wayang tersebut saat ada pementasan. Karena ia mengelola grup kesenian wayang potehi, Fu He An, warisan mendiang kakeknya.
![]() |
"Potehi itu teater boneka, tokohnya itu satu wajah bisa untuk peran-peran lain. Kecuali ada yang pakem seperti Sun Go Kong, Kwan Kong itu bentuknya pakem. Jadi, 100 boneka pun sudah bisa untuk pementasan wayang potehi," jelasnya.
Tokoh pewayangan potehi yang diproduksi di Museum Potehi Gudo mencapai ribuan. Berdasarkan bentuk wajahnya, karakter boneka dibuat sesuai usia, jenis kelamin dan sifat dari tokoh pewayangan.
Kostum boneka juga dibuat beragam sesuai status sosial tokoh pewayangan. Mulai dari kesatria, prajurit, jenderal perang, panglima, raja, permaisuri, perdana menteri, dewa, siluman, hingga rakyat jelata mempunyai busana berbeda-beda.
Dalang Wayang Potehi Widodo mencontohkan, karakter jenderal perang Kwan Kong, tokoh utama Samkok atau kisah tiga negara pada zaman Dinasti Han di Tiongkok. Tokoh ini mempunyai wajah merah, jenggot panjang lima dengan jubah motif harimau dan sisik naga.
"Karakter penasihat kerajaan mukanya putih, berjenggot lima, baju bermotif yin dan yang, karakter perdana menteri bijaksana wajah cokelat kehitam-hitaman, dahi ada tanda bulan sabit, jubah motif seekor naga. Kalau raja besar wajahnya putih berjenggot lima, jubahnya kuning motif naga," tandasnya.
(fat/fat)