Round-Up

Misteri HGB di Laut Sidoarjo yang Terbit Sejak 1996 untuk 2 Perusahaan

Denza Perdana - detikJatim
Rabu, 22 Jan 2025 08:01 WIB
Lokasi HGB di atas laut Sidoarjo seluas kurang lebih 656 hektare. (Foto: tangkapan layar/google maps)
Surabaya -

Hak Guna Bangunan (HGB) seluas kurang lebih 656 hektare ditemukan di atas laut Sidoarjo melalui aplikasi Bhumi di situs resmi Kementerian ATR/BPN. Diketahui ada 2 perusahaan yang menguasai HGB itu. Pertanyaannya, untuk apa HGB itu dan bagaimana bisa HGB di atas laut itu diterbitkan?

Semua bermula dari rasa penasaran warganet usai viralnya temuan HGB di atas laut di Tangerang dan temuan pagar laut sepanjang 30 km. Sejumlah warganet yang penasaran mulai melakukan pengecekan daerah masing-masing melalui aplikasi Bhumi.

Salah satu warganet yang turut penasaran hingga melakukan pengecekan di aplikasi Bhumi adalah Thanthowy Syamsuddin yang juga merupakan dosen Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Unair. Dia menemukan HGB seluas kurang lebih 656 hektare yang mulanya dia kira berada di Surabaya.

Lewat akun X pribadinya, @thanthowy dia bagikan temuan yang dia khawatirkan mirip dengan yang terjadi di Tangerang. Dia tuliskan bahwa HGB 656 Ha itu berada di Laut Surabaya-Sidoarjo, yakni di Timur Ecowisata Mangrove Gunung Anyar. Tepatnya di koordinat 1.7.342163°S, 112.844088°E.

"Ada area HGB ± 656 ha di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar: 1. 7.342163°S, 112.844088°E," tulis akun @thanthowy seperti yang dilihat detikJatim, Selasa (21/1).

Kasus serupa di Tangerang diketahui menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar aturan tata ruang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Akun @thanthowy juga menyinggung putusan MK.

"Putusan MK 85/PUU-XI/2013 melarang/membatalkan pemanfaatan ruang (HGB dll) di atas perairan. Saya juga temukan inkonsistensi rencana pengelolaan tata ruang di RTRW Jatim 10 2023," tulisnya.

Saking khawatirnya dengan fakta yang dia temukan dari aplikasi Bhumi, dalam keterangan tertulis yang dia sampaikan kepada sejumlah jurnalis, dia sampai bertanya langsung kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono melalui pesan WhatsApp.

"Saya menyampaikan kekhawatiran ini kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, Pak Sakti Wahyu Trenggono mengenai pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan laut Surabaya-Sidoarjo serta dugaan rencana reklamasi yang menyertainya terkait dengan agenda PSN," ujarnya.

Menjawab pertanyaan Thanthowy yang khawatir pemberian HGB di atas laut itu berdampak lebih serius pada bahaya rob, kerusakan lingkungan, dan masyarakat pesisir, Wahyu Trenggono menyatakan bahwa dirinya tidak tahu soal penerbitan HGB tersebut.

"Beliau menyatakan tidak tahu. Namun, beliau menegaskan pemberian sertifikat tanah di laut itu tidak boleh, terkecuali untuk masyarakat laut seperti Suku Bajo, dan itu pun harus melalui proses KKPRL (Kajian Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang diterbitkan oleh KKP," kata Thanthowy.

Untuk memverifikasi temuan HGB ini, detikJatim mendatangi Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo pada Selasa sore dan menemui sejumlah nelayan. Pada saat yang sama rombongan petugas BPN Sidoarjo didampingi kades setempat juga memverifikasi lokasi HGB tersebut.

Salah satu nelayan berinisial ML (43) menceritakan bahwa dulu sebagian lahan di laut itu sebenarnya diberikan oleh pemerintah pada era Orde Baru untuk para nelayan di sana yang belum memiliki tambak. ML adalah satu dari 7 nelayan yang dapat bagian 3 hektare lahan untuk dijadikan tambak.

Dia sendiri sampai lupa kapan pastinya dia dan 7 warga lainnya di RT 2, RW 1, Desa Segoro Tambak mendapatkan tanah itu dari pemerintah. Namun, tidak lama setelah itu, kades atau lurah yang menjabat saat itu membujuk ketujuh warga termasuk ML agar menjual tambaknya.

Oleh kades itu warga dibujuk agar menjualnya ke salah satu perusahaan. ML hanya mengingat saat itu dia dapat ganti uang Rp 3 juta, demikian halnya 6 warga lain yang seharusnya memiliki 3 hektare lautan untuk dijadikan tambak.

"Dibujuki (dibohongi) sama lurah itu, ada PT (perusahaan) masuk, warga diiming-imingi uang. Memang masih berupa laut. Katanya (kades) 'jualen ae, daripada kamu nggak dapat'. Kok bisa nggak dapat, wong itu masih berupa laut kok," katanya.

"Tiap orang dapat Rp 3 jutaan. Jadi 3 hektare itu dijual ke PT dibagi orang 7," kata ML. Soal PT yang membeli laut itu, ML mengingatnya selintas saja. "PT Hendrik."

BPN Jatim ungkap 2 perusahaan pemilik HGB di halaman selanjutnya.




(dpe/iwd)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork