Sejumlah warga di Kota Pasuruan mengaku kesulitan mendapatkan elpiji melon 3 kg atau elpiji bersubsidi di beberapa toko eceran. Mereka pun menyerbu pangkalan untuk mendapatkannya.
Pantauan di Kota Pasuruan pada Rabu (7/6/2023) ada puluhan warga yang antre membeli elpiji melon di pangkalan elpiji di SPBU Gadingrejo. Beberapa orang mengantre sejak sekitar pukul 09.00 WIB.
Warga mengaku kesulitan mencari elpiji melon sejak tiga hari yang lalu. Bahkan, menurut sebagian di antara mereka, ketersediaan elpiji di beberapa toko eceran yang ada di permukiman mereka sudah kosong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah keliling di toko-toko kecil, nggak ada. Akhirnya ikut antre di pangkalan elpiji yang berada di SPBU ini," kata Budiman (30), warga Gadingrejo.
Baca juga: Elpiji 3 Kg Susah Dicari di Bojonegoro |
Musridah (32), ibu rumah tangga asal Panggungrejo mengaku rela mengantre dengan anaknya cuma untuk membeli 2 elpiji melon. Menurutnya seminggu sekali ia butuh 2 tabung elpiji melon untuk kebutuhan sehari-hari. Meski harganya mahal ia tetap akan membeli.
"Gimana, wong buat masak air loh. Dari kemarin saya juga ikut antre," ujar Musridah.
Kepala SBPU Gadingrejo Machfudi mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu penyebab banyak orang antre untuk mendapatkan elpiji melon itu. Antrean warga yang cukup panjang itu terjadi sejak kemarin.
Pihaknya telah melakukan antisipasi antrean itu dengan cara memberi kupon pada konsumen. Dalam sehari pangkalannya mendapat kiriman dari agen sekitar 100 tabung elpiji melon, tidak ada pengurangan stok yang didapat dari agen.
"Stoknya juga tetap nggak berkurang," katanya.
Ketua Koordinator Hiswana Migas Kota dan Kabupaten Pasuruan Dwi Hardono mengatakan bahwa pihaknya tidak mengurangi stok pengiriman pada beberapa agen di Kota maupun Kabupaten Pasuruan.
Menurutnya, ada beberapa penyebab warga antre elpiji melon di wilayah Pasuruan. Menurutnya yang terjadi adalah panic buying karena ada beberapa daerah yang memang mengalami kelangkaan. Selain itu, akan adanya program subsidi tepat sasaran yang juga diduga menjadikan masyarakat panik.
"Mungkin itu karena warga panic buying di beberapa daerah seperti Bali itu langka. Kedua bisa juga karena ada program subsidi tepat sasaran," kata Dwi.
(dpe/iwd)