Jurus Eri Cahyadi Turunkan Kemiskinan di Surabaya

Jurus Eri Cahyadi Turunkan Kemiskinan di Surabaya

Denza Perdana - detikJatim
Rabu, 31 Mei 2023 06:15 WIB
Surabaya -

Angka kemiskinan Surabaya pada 2021 melonjak jadi 5,8% imbas pandemi COVID-19. Pada masa yang tidak mudah itu, kemiskinan di Surabaya justru berhasil diturunkan menjadi 4,7% setahun setelahnya atau pada 2022.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), seiring turunnya angka kemiskinan, selama setahun itu angka pengangguran terbuka ikut turun. Dari 9,7% pada 2021 turun menjadi 7,2% pada 2022.

Tidak hanya itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Surabaya-yang dia sebut sempat jeblok hingga minus 4%- berangsur-angsur bangkit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari minus 4 menjadi 4 (persen). Tahun 2022 jadi 7,5. Jauh di atasnya provinsi dan nasional," kata Eri Cahyadi ketika berbincang dengan Pemimpin Redaksi detikcom Alfito Deannova Ginting dalam program Blak-blakan.

Ada yang lebih fantastis lagi. Selama setahun kepempimpinan Eri Cahyadi itu, tingkat stunting pada anak yang tadinya 25,8% berhasil diturunkan menjadi hanya 4,8% pada 2022.

ADVERTISEMENT

"Itu sulap seperti apa yang dibuat?" Kata Alfito menimpali pemaparan Eri soal data pencapaian yang telah diraih selama dirinya menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.

Mengenai penurunan angka kemiskinan, pengangguran, juga stunting di Kota Pahlawan itu, Eri Cahyadi buka-bukaan soal jurus yang dia gunakan.

1. Membangkitkan Lagi Kekuatan yang Hilang

Tepat hari ini Kota Surabaya memasuki usia 730 tahun. Pada momen Hari Jadi Kota Surabaya inilah Eri Cahyadi dengan mantap menyatakan bahwa warga Surabaya kembali guyub rukun.

Eri mengaku sejak pertama dia menjabat wali kota, dia berkeyakinan bahwa sebuah kota itu sejatinya harus bisa menyejahterakan warganya. Dia melihat bahwa ada sebuah kekuatan yang perlu dibangkitkan untuk mewujudkan Kota Surabaya sebagai kota yang sesuai keyakinannya itu.

"Kekuatan luar biasa itu, yang sangat kentara sekali atau bisa dilihat sekali adalah guyub rukun warga Surabaya yang selama ini hilang. Hari ini rasa guyub itu muncul," ujarnya.

Eri Cahyadi mengawali langkahnya dengan upaya membangkitkan kesadaran warga Surabaya serta para pejabat dan PNS di lingkungan Pemkot Surabaya soal beberapa hal.

"Sejak dilantik itu saya sampaikan ke seluruh warga Kota Surabaya dan teman-teman (PNS), kita ini saudara. Tidak ada perbedaan antara wali kota dengan warga. Kita punya derajat yang sama," ujarnya.

Jurus yang dia lancarkan untuk membangun kesadaran itu yakni dengan cara mengenalkan diri bukan sebagai Wali Kota Surabaya, melainkan sebagai 'Cak Eri'. "Jadi tolong jangan panggil saya wali kota. Anggap saya sebagai saudara," kata Eri.

Selanjutnya, sebagai saudara, dia mulai membongkar pemikiran para pejabat dan ASN di lingkungan Pemkot Surabaya bahwa pekerjaan mereka sesungguhnya adalah mengentas kemiskinan.

"Inilah yang ingin saya ubah di pemerintah kota. Ketika saya jadi wali kota, saya duduk sama teman-teman kepala dinas, saya buka 'anggaran kamu berapa? Berapa orang miskin yang bisa lepas dari anggaran kamu? Berapa pengangguran?' Hamdalah di awal tidak ada yang nulis sama sekali. Semuanya balik. Remidi semua," ujarnya lalu tertawa.

Eri menceritakan bahwa di awal pendekatannya itu para kepala dinas itu sempat kebingungan. Apa yang bisa mereka kerjakan untuk mengentas kemiskinan warga?

"Seperti PU (pekerjaan umum) Bina Marga. 'Apa yang bisa saya kerjakan utk orang miskin?' Mereka masih tanya, ketika sudah tidak ada jawaban lagi, ketemu saya. Saya bilang, 'kamu punya anggaran nggak? Ada. Anggaran paving itu bisa nggak dikerjakan warga? Bisa pak. Ya sudah, lahan pemerintah ada yang kosong nggak? Ada. Kita buatkan, kita berikan alat untuk mencetak paving'. Yang kerja akhirnya orang miskin," ujarnya.

Setelah apa yang dia arahkan berjalan, Eri bersyukur bahwa saat ini pendapatan warga yang mengerjakan paving meningkat dari Rp 500 ribu per bulan menjadi Rp 5-6 juta per bulan.

2. Bangun SDM, Bukan Monumen

Eri Cahyadi mengatakan bahwa langkah mengentaskan kemiskinan itu adalah salah satu pilihan tentang apa harus dicapai oleh seorang kepala daerah. Pilihan lainnya adalah membangun sesuatu yang monumental.

"Ini kan kalau bicara terkait dengan kemiskinan, itu pilihan. Karena itulah saya selalu mengatakan ke teman-teman, saya tidak pingin bangun sesuatu yang monumental tapi SDM tidak bisa selesai," ujarnya.

Dia contohkan tentang satu masalah yang tak kunjung tuntas di Surabaya. Bahwa kotanya Sura dan Buaya itu sebelumnya tak pernah bisa lepas dari buang air besar sembarangan.

"Tidak pernah 100 persen bebas. Laten. Jadi mulai awal sampai saya menjabat, saya bilang sama temen-temen. 'Bayangin, Surabaya ini punya uang triliunan, kenapa kok masih ada rumah yang tidak layak huni? Kenapa masih ada kampung yang gelap? Kenapa masih ada BAB sembarangan? Karena mereka nggak punya jamban. Karena mereka orang miskin. Sudah.' Akhirnya saya buat, hitung berapa kebutuhan jamban, berapa kebutuhan rumah tidak layak huni, kita abisin dulu dengan anggaran kita," ujarnya.

Kini, Eri mengklaim bahwa Surabaya sedang menuju ke arah kota sehat. Menurutnya, 3 bulan lalu WHO menyatakan bahwa Kota Pahlawan telah benar-benar bebas dari BAB sembarangan.

"Mereka (kepala dinas) juga tidak percaya 1 tahun bisa selesai. Ternyata anggaran kita itu kelihatan kok. Dan sebagai Kepala dinas, mereka harus bisa merencanakan itu," kata Eri.

Salah satu yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan kinerja Pemkot Surabaya, menurut Eri, adalah kontrak kerja yang harus ditandatangani oleh para kepala dinas, yang mana dalam kontrak kerja itu telah disepakati bersama konsekuensi bila target yang dibuat tidak tercapai.

"Jadi, kalau dalam satu tahun terakhir kita lihat, oh, ternyata dia janji 1.000 orang, yang lulus dari kemiskinan cuma 800 orang. Kepuasan masyarakat 90 persen. Tapi dia cuma 80 persen. Besok langsung diganti. Itu berlaku. Hari ini saya sudah, mohon maaf, mengganti sekitar 11 kepala dinas," ujarnya.

Eri menegaskan bahwa para kepala dinas itu diganti bukan dirinya suka atau tidak suka. Tapi karena mereka menyadari bahwa target kinerja yang mereka tulis sendiri dalam kontrak kerja itu tidak mampu dicapai.

3. Siasati Anggaran dengan Zakat ASN

Warga miskin yang ada di Surabaya, menurut Eri Cahyadi ada 2 macam. Warga miskin yang memiliki KTP Surabaya dan warga miskin yang merupakan ber-KTP non Surabaya. Eri berniat untuk mengentas keduanya.

Masalahnya, di awal ketika dirinya menjabat sebagai wali kota, masalah Pandemi COVID-19 menurutnya benar-benar menguras APBD Kota Surabaya. Sehingga dia harus melakukan siasat yang tepat.

Saat itulah Eri mengamati bahwa warga Surabaya sebenarnya memiliki kekuatan luar biasa yang perlu dibangkitkan. Yakni keguyuban dan kerukunan.

"Orang Surabaya ini punya guyub rukun yang kuat ya? Saya sampaikan kepada seluruh PNS, 'apalah arti kita punya perahu kalau kita tidak bersih. Ketika kita punya banyak dosa, maka perahu ini akan tenggelam dengan dosa kita.' Berarti meringankannya dengan apa? Dengan kita mewajibkan, mengeluarkan kewajiban kita dengan zakat. Seluruh ASN Kota Surabaya ini, setelah saya bicara gitu, mereka keluarkan 2,5 persen dengan sukarela," ujarnya.

Dari zakat sebesar 2,5 persen yang dikeluarkan oleh seluruh ASN Pemkot Surabaya dan dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Eri menyatakan bahwa total yang terkumpul mencapai antara Rp 5-6 miliar dalam sebulan.

Eri meyakinkan lagi bahwa uang itu berasal dari kantong para ASN Pemkot Surabaya, baik yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, hingga yang beragama Hindu seluruhnya dia klaim menyisihkan 2,5 persen pendapatan.

"Jadi saya hanya bilang, 'pegawai negeri itu tidak pernah kena dampak COVID-19, tetap gajian, terus ada tunjangan kinerja. Tapi apakah kita ini tidak pernah berbagi dengan warga kita? Saya bilang, kalau kita meninggal yang siapkan keranda, kereta dorong ke makam, itu adalah tetangga kita. Kalau tetangga kita miskin, apakah kita tidak bisa berbagi?" ucap Eri.

Uang itulah yang menurut Eri dipakai untuk membantu upaya pengentasan kemiskinan di Kota Surabaya, terutama bagi warga miskin kota yang ber-KTP non Surabaya. Sedangkan untuk warga pemilik KTP Surabaya sumber anggarannya dari APBD.

"Karena itulah saya katakan kepada mereka, saya matur nuwun (terima kasih). Karena Surabaya sekarang penurunan semua tadi, ke stunting, kemiskinan, itu bukan karena kemampuan saya, tapi karena rida Gusti Allah. Karena teman-teman sudah bayar zakat dan kebaikan yang diciptakan di Surabaya," ujarnya.

Di awal-awal dirinya mewajibkan zakat, Eri mengakui bahwa cukup banyak ASN yang menunjukkan resistensi. Dia juga sebutkan adanya fitnah yang ditujukan kepada dirinya.

"Pertama kali itu fitnahnya, 'oh, dibuat walikota mungkin dibuat ini politiknya.' Nggak. Saya bilang, bukan. Yang menentukan orang miskin atau tidak bukan saya, silakan. Awal-awal ada yang memang nggak mau. Ya udah kalau memang nggak mau. Tapi lama-lama ketika lihat temannya banyak akhirnya dia ikut. Nggak enak. Hamdalah, dan itu berjalan," ujarnya.

4. Kerja Bareng, Berdayakan Seluruh Elemen

Salah satu keberhasilan Eri Cahyadi yang banyak menuai pujian adalah mengembalikan Jalan Tunjungan sebagai daya tarik Kota Pahlawan. Tunjungan Romansa yang makin ramai membuat roda ekonomi terus berputar.

Sejak menjabat Eri mengaku yakin bahwa Jalan Tunjungan masih menyisakan kenangan bagi warga Surabaya maupun luar Surabaya. Ikonnya adalah 'Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan'.

Jejak sejarah itulah yang hendak dia hidupkan. Tapi dia sadar, dia tidak bisa melakukannya sendirian. Apalagi sejak awal sudah banyak yang menyangsikan keinginannya tersebut.

"Banyak yang bilang nggak mungkin. Nggak mungkin bisa ramai lagi karena sentra keramaian itu sudah berpindah. Saya katakan, tidak. Karena tunjungan ini punya kesan tersendiri," ujar Eri kepada Alfito.

Dalam upayanya membangkitkan kembali Jalan Tunjungan itu, dia libatkan banyak pihak. Dia ajak kolaborasi anak-anak muda kreatif di Surabaya juga para akademisi. Terutama dalam menyusun konsep yang sesuai.

"Saya tidak kerja sendiri. Seperti Tunjungan, konsepnya, Kia-Kia, konsepnya, Romokalisari, konsepnya, saya panggil anak-anak muda, perguruan tinggi, ini mau gimana sih konsepnya? Begini, begini, begini. Udah pas konsepnya? Jalan, saya," katanya.

Dia tegaskan bahwa bangkitnya destinasi seperti Tunjungan, Kia-Kia, juga wisata baru di kawasan mangrove Romokalisari merupakan hasil kerja bareng. Sama sekali dia tidak melibatkan konsultan dengan biaya miliaran rupiah.

"Ini kerja bareng. Nggak ada konsultan. Ini kerja bareng dari perguruan tinggi, dari Gen Z, dari semuanya. Kumpul-kumpul kita. Alun-alun sekarang begitu ramainya, saya tanya sama anak-anak muda, maumu apa sih? Begini, begini, begini. Ya sudah," ujarnya.

Menurutnya, bila komunitas pemuda sudah bergerak, maka tugas pemerintah ada di belakang mereka untuk memberikan dukungan. Dengan demikian para pemuda itu akan turut menjaga apa yang telah mereka bangun bersama.

"Jadi bukan lagi kalau saya ditanya itu siapa yang berhasil? Bukan wali kotanya. Semua. Stakeholder Surabaya. Mulai masyarakat, perguruan tinggi. Siapapun yang ada di Surabaya," kata Eri.

[Gambas:Video 20detik]



(dpe/dte)


Hide Ads