Pemkab Trenggalek segera mengambil langkah darurat menanggulangi dampak fenomena tanah gerak yang terjadi di sejumlah wilayah. Namun proses relokasi sering terhambat akibat keterbatasan lahan.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, mengatakan selama satu bulan terakhir fenomena tanah gerak terjadi di beberapa desa. Antara lain, Desa Sidomulyo dan Desa Joho Kecamatan Pule serta Desa Terbis Kecamatan Panggul.
Akibat pergerakan tanah, lahan di perkampungan mengalami retak-retak hingga ambles sedalam 2 meter. Salah satu kondisi paling parah terjadi di Desa Sidomulyo, rumah salah satu warga hancur dan tidak bisa ditempati.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagai langkah awal, kami minta retakan-retakan tanah tersebut ditutup dengan tanah liat, sehingga pada saat terjadi hujan, air tidak masuk ke retakan," kata Mochamad Nur Arifin saat dikonfirmasi, Rabu (22/2/2023).
Menurutnya penutupan retakan dinilai cukup penting untuk menghambat pergerakan tanah. Sebab jika tidak ditutup, air hujan akan masuk dan membentuk jalur longsor. Kondisi tersebut dapat memperparah keadaan.
Selain itu di sekitar lokasi lahan yang terdampak harus dibuat saluran darurat. Hal ini untuk mengalihkan aliran air agar tidak melintasi titik retakan.
Terkait penanganan warga yang terdampak, Bupati Arifin menyebut akan diupayakan relokasi, jika kondisi tempat tinggalnya tidak berbahaya.
"Kalau memang dibutuhkan relokasi nanti penanganannya sama seperti yang kita laksanakan di Sumurup maupun yang ada di Timahan, Kampak kita lakukan relokasi," ujarnya.
Cak Ipin panggilan akrabnya mengaku proses relokasi bisa segera dilakukan jika di sekitar lokasi tersedia lahan milik pemerintah atau lahan non hutan.
Diakui relokasi permukiman korban tanah gerak maupun longsor seringkali terkendala oleh ketersediaan lahan. Mengingat di wilayah Trenggalek ketersediaan lahan cukup terbatas.
"Lahan datar Trenggalek ini hanya sekitar 30 persen," jelasnya.
Meski begitu pemerintah segera mengupayakan solusi sebagai upaya penyelamatan terhadap warga yang terdampak tanah gerak. Namun pihaknya meminta seluruh masyarakat yang tinggal di kawasan pegunungan meningkatkan kewaspadaan dan bergotong royong memulihkan kekuatan tanah dengan menanam pohon keras.
"Hutan dan bukit itu yang di atas harus tanaman keras, enggak boleh digunakan untuk yang lain-lain. Pemanfaatan hutan atau pemanfaatan hutan produktif jangan diganti dengan tanaman non kehutanan seperti dibuat ladang untuk tebu atau untuk jagung. Kalaupun mau tanam palawija ya tumpang sari," imbuhnya.
(hil/fat)