Fenomena alam tanah gerak yang terjadi sejak 2015 membuat warga Purworejo, Pacitan, kian sigap. Demi selamat dari ancaman bencana mereka menciptakan alat peringatan dini. Hanya berbahan kaleng bekas, early warning system ini terbukti efektif menghindarkan mereka dari bahaya.
Sebagian besar rumah di Lingkungan Tekil Dusun Krajan tak lepas dari unsur kaleng. Bekas wadah cat atau biskuit itu tak harus diletakkan di tempat tertentu. Bisa saja di atas kusen jendela atau kayu penyangga atap yang lazim disebut 'blandar'. Ada pula kaleng yang diletakkan di atas pintu.
"Pokoknya di mana saja yang kira-kira menjadi sumber tanah gerak. Di situ kita pasang," kata Santoso (56), seorang warga kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah kaleng yang dipasang di tiap rumah boleh jadi berbeda. Ada yang berderet hingga genap 6 buah. Namun pada rumah yang lain hanya ada 2 buah. Bahkan pada hunian warga yang lain, pengingat bencana itu tak berupa kaleng melainkan peralatan dapur. Cara memasangnya digantung pada paku yang menancap ke tembok.
"Kalau itu (peralatan dapur) yang masang istri saya. Yang penting sudah berusaha. Mudah-mudahan bisa membantu warga sini mengenali gejala alam yang terjadi dan bisa cepat menyelamatkan diri," ujar suami dari perempuan bernama Senem tersebut.
Erna Setiawati (34), warga lain menuturkan inisiatif membuat sistem peringatan dini tradisional berasal dari warga sendiri. Cara kerja alat itu pun tergolong sederhana. Saat terjadi pergerakan tanah benda di atasnya tentu bergeser. Pergeseran pada skala tertentu akan memicu kaleng jatuh ke lantai.
Suara kaleng yang jatuh membentur permukaan tanah dengan sendirinya menjadi 'sirine' bagi penghuni rumah. Harapannya, saat mendengar bunyi tersebut mereka dapat bergegas meninggalkan bangunan untuk menyelamatkan diri.
"Jadi pergerakan (tanah) itu kan nggak langsung besar gitu. Terus kapan waktunya juga sulit diperkirakan. Makanya alat sederhana seperti ini dimiliki setiap rumah," ucap ibu muda yang juga ikut memasang kaleng di rumahnya.
Kepala Pelaksana BPBD Pacitan Erwin Andriatmoko pun mengapresiasi prakarsa warga menciptakan sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal. Fungsi alat itu diharapkan makin memperkuat EWS (early warning system) struktural yang sudah ada. Dengan begitu saat musibah terjadi jatuhnya korban dapat dihindari.
Pada beberapa kasus, lanjut Erwin, penggunaan EWS modern memang penting. Hanya saja ketergantungannya pada catu teknologi kerap menjadi kendala. Satu di antaranya menyangkut ketersediaan catu daya listrik. Perangkat yang dirancang membangkitkan sirene saat terjadi tanah gerak justru tak berbunyi karena baterai tak terisi optimal.
"Kemarin pada saat pemasangan itu pohon yang ada di sekitar alat mau ditebang tidak boleh. Masalahnya itu solar cell tidak berfungsi karena kurang cahaya sehingga lowbatt itu," ungkap Erwin seraya mengaku sudah berkomunikasi dengan kades membersihkan pepohonan di area EWS.
"Oleh karena itu kami mengapresiasi inovasi warga membuat peringatan dini sederhana dengan pendekatan kearifan lokal. Semangat-semangat kesiapsiagaan dan mitigasi itu yang harus dipelihara," pungkasnya.
(abq/fat)